“Konstitusional bersyarat dan inkonstitusional bersyarat adalah dua bentuk putusan MK yang menentukan validitas norma hukum dengan syarat tertentu untuk menjaga kesesuaian dengan UUD 1945.”
Penjelasan Konstitusional Bersyarat
Konstitusional bersyarat adalah status hukum yang diberikan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap suatu norma yang dianggap sesuai dengan UUD 1945, namun dengan catatan bahwa norma tersebut hanya akan tetap konstitusional jika dijalankan sesuai dengan syarat yang ditetapkan oleh MK. Jika syarat tersebut tidak dipenuhi dalam praktik, maka norma tersebut akan kehilangan status konstitusionalnya dan menjadi inkonstitusional.
Sebagai contoh, dalam Putusan Nomor 10/PUU-VI/2008, MK menyatakan bahwa suatu pasal tetap konstitusional selama diimplementasikan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan MK. Jika norma tersebut dilaksanakan dengan cara yang menyimpang dari ketentuan yang telah digariskan MK, maka pasal tersebut otomatis bertentangan dengan konstitusi.
Dalam praktiknya, norma yang dinyatakan konstitusional bersyarat tidak memerlukan revisi undang-undang. Namun, pihak yang berwenang wajib memastikan bahwa implementasi norma tersebut sejalan dengan batasan atau pedoman yang telah ditetapkan oleh MK. Jika aturan tersebut disalahgunakan atau tidak memenuhi ketentuan MK, maka pihak yang merasa dirugikan dapat mengajukan uji materi ulang (rejudicial review).
Penjelasan Inkonstitusional Bersyarat
Sebaliknya, inkonstitusional bersyarat adalah status hukum yang diberikan MK terhadap suatu norma yang dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 pada saat putusan dibacakan. Namun, pasal tersebut masih dapat menjadi konstitusional jika syarat-syarat tertentu yang ditetapkan MK dipenuhi.
Dalam Putusan Nomor 4/PUU-VII/2009, MK menyatakan bahwa pasal yang diuji adalah inkonstitusional saat putusan dibacakan, tetapi bisa menjadi konstitusional jika persyaratan yang ditetapkan oleh MK dipenuhi. Dengan kata lain, norma tersebut tetap tidak berlaku hingga revisi atau penyesuaian dilakukan oleh legislatif atau pemerintah.
Putusan inkonstitusional bersyarat mewajibkan legislatif untuk melakukan revisi undang-undang agar norma yang sebelumnya bertentangan dengan UUD 1945 dapat diterapkan kembali. Jika revisi tidak dilakukan, maka norma tersebut tetap dianggap tidak berlaku, dan potensi terjadinya kekosongan hukum bisa terjadi.
Perbedaan Konstitusional Bersyarat dan Inkonstitusional Bersyarat
Perbedaan mendasar antara kedua putusan tersebut terletak pada status awal norma, kewajiban pasca-putusan, serta mekanisme implementasinya. Dalam konstitusional bersyarat, norma dianggap sah sejak awal, namun dengan catatan harus diterapkan sesuai dengan ketentuan MK. Sementara dalam inkonstitusional bersyarat, norma dianggap tidak sah hingga syarat yang ditetapkan MK dipenuhi.
Dalam kasus konstitusional bersyarat, tidak ada kewajiban bagi legislatif untuk melakukan revisi undang-undang, selama implementasinya sesuai dengan batasan yang telah ditetapkan MK. Sebaliknya, dalam inkonstitusional bersyarat, revisi undang-undang menjadi langkah mutlak yang harus dilakukan untuk memperbaiki norma yang dianggap bertentangan dengan UUD 1945.
Persamaan Konstitusional Bersyarat dan Inkonstitusional Bersyarat
Kedua putusan ini memiliki kesamaan, yaitu sama-sama tidak secara langsung membatalkan norma yang diujikan. Sebaliknya, MK memberikan ruang bagi pihak yang berwenang untuk menyesuaikan atau memperbaiki implementasi norma tersebut agar sesuai dengan konstitusi. Baik putusan konstitusional bersyarat maupun inkonstitusional bersyarat bersifat declarative, yaitu MK hanya menyatakan status hukum suatu norma tanpa menciptakan aturan baru.
Kedua putusan ini juga mendorong keterlibatan legislatif dalam menindaklanjuti putusan MK. Pada konstitusional bersyarat, legislatif cukup memastikan bahwa norma tersebut diterapkan sesuai pedoman MK. Sementara dalam inkonstitusional bersyarat, legislatif diwajibkan melakukan revisi undang-undang agar norma yang dinyatakan inkonstitusional dapat kembali berlaku sesuai dengan UUD 1945.
Implikasi Praktis di Indonesia
Dalam praktik hukum Indonesia, konstitusional bersyarat lebih sering digunakan ketika MK menilai bahwa suatu norma masih dapat dipertahankan asalkan terdapat batasan tertentu dalam penerapannya. Putusan ini bertujuan untuk menghindari pembatalan norma yang berpotensi menciptakan kekosongan hukum.
Sebaliknya, inkonstitusional bersyarat digunakan jika MK menilai bahwa norma tersebut jelas-jelas melanggar UUD 1945 tetapi dapat diperbaiki melalui revisi undang-undang. Putusan ini berfungsi untuk mendorong pemerintah dan legislatif melakukan perubahan hukum agar norma tersebut kembali sejalan dengan prinsip konstitusionalisme.
Kesimpulan
Konstitusional bersyarat dan inkonstitusional bersyarat merupakan dua bentuk putusan Mahkamah Konstitusi yang memiliki tujuan yang sama, yaitu menjaga agar norma hukum yang berlaku tetap sejalan dengan UUD 1945. Perbedaan utama keduanya terletak pada status awal norma dan kewajiban hukum yang timbul setelah putusan.
Putusan konstitusional bersyarat menegaskan bahwa norma tetap berlaku selama diterapkan sesuai dengan syarat yang ditetapkan MK. Sebaliknya, putusan inkonstitusional bersyarat menyatakan bahwa norma tidak berlaku hingga syarat yang ditetapkan dipenuhi melalui revisi undang-undang. Kedua mekanisme ini mencerminkan fleksibilitas MK dalam menjaga ketertiban hukum tanpa menimbulkan kekosongan norma yang dapat mengganggu kepastian hukum di Indonesia.
Share this:
- Click to share on WhatsApp (Opens in new window)
- Click to share on Telegram (Opens in new window)
- Click to share on X (Opens in new window)
- Click to share on LinkedIn (Opens in new window)
- Click to share on Facebook (Opens in new window)
- Click to share on Threads (Opens in new window)
- Click to print (Opens in new window)
- Click to email a link to a friend (Opens in new window)