“Kisah nyata WNA Jepang kehilangan rumah impian di Bali karena perjanjian nominee bermasalah, menggarisbawahi risiko hukum kepemilikan aset oleh WNA di Indonesia.”
Kisah kepemilikan tanah di Bali ini bukan hanya sekadar cerita tentang transaksi properti yang gagal. Ini adalah pelajaran keras tentang pentingnya memahami dan menghormati hukum kepemilikan aset di Indonesia, terutama bagi Warga Negara Asing (WNA).
Awal Mula Transaksi Bermasalah
Seorang WNA asal Jepang bermimpi memiliki sebuah rumah di Bali, surga tropis yang memikat hati banyak orang dari seluruh dunia. Namun, mimpi ini segera menjadi mimpi buruk ketika ia memutuskan untuk meminjam nama seorang Warga Negara Indonesia (WNI) untuk mendaftarkan kepemilikan tanah tersebut. Perjanjian Nominee, atau yang sering dikenal dengan perjanjian pinjam nama, menjadi pilihan mereka untuk mengakali aturan bahwa hanya WNI yang dapat memiliki hak milik atas tanah di Indonesia, sesuai dengan Pasal 21 Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA).
Ketika Kepercayaan Menjadi Bumerang
Semua berjalan sesuai rencana hingga beberapa tahun kemudian, ketika WNI yang namanya dipinjam untuk transaksi ini, menjual rumah tersebut tanpa sepengetahuan atau persetujuan dari WNA tersebut. Uang hasil penjualan pun dinikmati sendiri, meninggalkan WNA tersebut tidak hanya kehilangan rumah impian tapi juga mengalami kerugian finansial sebesar Rp. 2 miliar.
Perjalanan Mencari Keadilan
Dalam usaha mencari keadilan, WNA tersebut menempuh jalur hukum hingga ke tingkat kasasi. Sayangnya, semua tingkatan peradilan di Indonesia menolak gugatannya. Putusan Mahkamah Agung dengan tegas menyatakan bahwa perjanjian tersebut tidak sah karena bertentangan dengan Pasal 21 ayat (1) UUPA dan Pasal 1320 KUHPerdata yang menuntut sebab yang halal dalam sebuah perjanjian.
Kaidah Hukum dalam Putusan Mahkamah Agung No 3020 K/PDT/2014
“Bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang Pokok Agraria Warga Negara Asing tidak dapat menjadi Pemilik atas sebidang tanah di Indonesia sehingga jual beli atas tanah objek sengketa oleh Warga Negara Asing in casu Penggugat dengan meminjam nama Warga Negara Indonesia in casu Tergugat I adalah perjanjian yang bertentangan dengan Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang Pokok Agraria, karena itu tidak sah sebab tidak memenuhi salah satu unsur sahnya perjanjian yaitu sebab yang halal sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata”.
Pelajaran Penting tentang Kepemilikan Aset
Kasus ini membuka mata tentang pentingnya mengikuti hukum dan peraturan setempat dalam hal kepemilikan aset. Bagi WNA yang ingin memiliki properti di Indonesia, ada jalur legal lain yang dapat dijajaki. Ini mungkin tidak semenyenangkan memiliki Hak Milik penuh, tetapi jauh lebih aman dan sesuai hukum.
Hati-hati dengan Perjanjian Nominee
Penggunaan perjanjian nominee sebagai siasat untuk memiliki aset di Indonesia sejatinya adalah strategi yang berisiko dan tidak sah. Kasus ini membuktikan bahwa perjanjian semacam itu tidak hanya dapat batal demi hukum tapi juga bisa menyebabkan kerugian besar dan komplikasi hukum bagi semua pihak yang terlibat.
Saran untuk WNA yang Berencana Memiliki Aset di Indonesia
- Konsultasikan dengan ahli hukum properti yang memahami baik hukum lokal maupun internasional.
- Pertimbangkan jalur legal di luar hak milik untuk kepemilikan properti.
- Jangan pernah menggunakan cara yang bertentangan dengan hukum untuk mencapai tujuan Anda.
Kisah ini adalah peringatan bagi kita semua tentang betapa pentingnya mematuhi hukum, terutama dalam urusan sekompleks kepemilikan tanah dan properti. Semoga cerita ini menjadi pelajaran bagi siapa saja yang bermimpi memiliki sepotong surga di Indonesia.
Share this:
- Click to share on WhatsApp (Opens in new window)
- Click to share on Telegram (Opens in new window)
- Click to share on X (Opens in new window)
- Click to share on LinkedIn (Opens in new window)
- Click to share on Facebook (Opens in new window)
- Click to share on Threads (Opens in new window)
- Click to print (Opens in new window)
- Click to email a link to a friend (Opens in new window)