Penagihan utang merupakan aspek penting dalam dunia pembiayaan, dan untuk melaksanakannya, perusahaan pembiayaan bisa menjalin kerja sama dengan pihak ketiga. Namun, langkah-langkah dalam penagihan ini harus mematuhi ketentuan hukum yang berlaku.
Penagihan Utang
Perusahaan pembiayaan bisa bekerjasama dengan pihak lain untuk menagih pembayaran dari Debitur. Hal ini telah diatur dalam Pasal 48 ayat (1) Peraturan OJK No. 23 Tahun 2018.
Pihak ketiga ini harus memenuhi beberapa syarat sebelum dapat melakukan penagihan:
- Harus berbadan hukum;
- Harus memiliki izin dari instansi yang berwenang;
- Harus memiliki sertifikasi dari lembaga profesi keuangan.
Jika perusahaan pembiayaan bermitra dengan pihak ketiga yang tidak memenuhi syarat di atas, maka perusahaan pembiayaan harus bertanggung jawab atas konsekuensi dari kerja sama tersebut.
Sertifikat Fidusia
Menurut Pasal 5 UU Fidusia, pemberlakuan jaminan fidusia harus melalui akta notaris yang disebut sebagai akta jaminan fidusia. Selanjutnya, akta ini wajib didaftarkan di kantor pendaftaran fidusia Hanya setelah itu, sertifikat jaminan fidusia dapat diterbitkan. Sertifikat inilah yang memiliki kekuatan hukum dan dapat dijalankan seperti putusan pengadilan.
Artinya, perusahaan pembiayaan atau tim penagih (kreditur) tidak bisa mengeksekusi objek jaminan tanpa membawa dan menunjukkan sertifikat fidusia kepada debitur. Jika perusahaan pembiayaan tidak memiliki sertifikat fidusia, mereka harus mengajukan gugatan terlebih dahulu ke pengadilan sebelum dapat melakukan eksekusi.
Metode Penagihan
Merujuk pada Pasal 50 Peraturan OJK No. 35 Tahun 2018 mengatur bahwa eksekusi jaminan oleh Perusahaan Pembiayaan harus memenuhi persyaratan berikut:
- Debitur telah terbukti wanprestasi;
- Debitur telah diberi surat peringatan;
- Perusahaan Pembiayaan memiliki sertifikat jaminan fidusia, sertifikat hak tanggungan, dan/atau sertifikat hipotek.
Eksekusi jaminan harus dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum yang mengatur masing-masing jenis jaminan.
Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 2/PUU-XIX/2021, tim penagih (kreditur) dapat langsung mendatangi debitur dan menyampaikan bahwa ia telah melanggar perjanjian. Jika debitur mengakui wanprestasi dan secara sukarela menyerahkan objek jaminan, maka tim penagih/kreditur boleh menerima dan mengambil objek tersebut (eksekusi mandiri/parate eksekusi) dengan membuat berita acara serah terima. Jika tidak tercapai kesepakatan, tim penagih/kreditur dapat mengajukan eksekusi ke pengadilan
Larangan Penggunaan Kekerasan
Penting untuk diingat bahwa dalam penagihan utang, hukum melarang penggunaan kekerasan atau ancaman sebagai metode penagihan. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 7 Peraturan OJK No. 6/2022 yang dengan tegas melarang praktik penagihan yang melibatkan tindakan kekerasan terhadap konsumen. Penggunaan kekerasan atau ancaman dalam upaya penagihan utang dapat mendatangkan konsekuensi hukum serius bagi perusahaan pembiayaan.
—
Jika Anda memerlukan pendampingan hukum lebih lanjut atau konsultasi online lainnya, silakan kunjungi tautan berikut: https://lawcenter.id/konsultasi-hukum/
Dapatkan solusi hukum yang tepat dan profesional sesuai kebutuhan Anda.
Share this:
- Click to share on WhatsApp (Opens in new window)
- Click to share on Telegram (Opens in new window)
- Click to share on X (Opens in new window)
- Click to share on LinkedIn (Opens in new window)
- Click to share on Facebook (Opens in new window)
- Click to share on Threads (Opens in new window)
- Click to print (Opens in new window)
- Click to email a link to a friend (Opens in new window)