Rancangan KUHAP 2025: Upaya Reformasi Sistem Peradilan Pidana di Indonesia

“Rancangan KUHAP 2025 menghadirkan reformasi besar pada sistem peradilan pidana Indonesia dengan menekankan keadilan, hak asasi manusia, dan mekanisme keadilan restoratif.”

Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Rancangan KUHAP) versi 3 Maret 2025 menghadirkan berbagai pembaruan signifikan yang bertujuan untuk menyesuaikan sistem peradilan pidana Indonesia dengan perkembangan hukum, teknologi, dan hak asasi manusia yang semakin kompleks. Pembaruan ini dinilai penting karena KUHAP yang berlaku saat ini, yakni Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981, dianggap tidak lagi mampu mengakomodasi kebutuhan hukum yang dinamis.

Salah satu aspek penting dalam rancangan ini adalah penegasan perlindungan hak asasi manusia. Hak-hak tersangka, terdakwa, dan korban mendapatkan perhatian khusus, sejalan dengan prinsip-prinsip keadilan yang berimbang. Rancangan KUHAP menegaskan bahwa setiap warga negara berhak atas perlakuan yang adil dan tidak diskriminatif dalam proses hukum. Hak tersangka untuk didampingi advokat diperkuat, dengan kewajiban penyidik untuk memberikan pemberitahuan secara jelas mengenai hak tersebut sebelum dimulainya pemeriksaan. Selain itu, rekaman pemeriksaan melalui kamera pengawas menjadi langkah progresif untuk mencegah intimidasi dan praktik penyiksaan.

Rancangan KUHAP ini juga memperkenalkan mekanisme keadilan restoratif sebagai pendekatan dalam penyelesaian perkara pidana. Mekanisme ini melibatkan pihak-pihak yang terkait seperti korban, keluarga korban, dan pelaku dengan tujuan mengupayakan pemulihan keadaan semula. Pendekatan ini diharapkan dapat memberikan solusi yang lebih berkeadilan dan humanis, terutama bagi perkara yang tidak melibatkan kekerasan berat atau tindak pidana berat lainnya.

Rancangan ini juga membawa perubahan dalam kewenangan penyidik dan penyidik pembantu. Penyidik Polri tetap menjadi penyidik utama, namun koordinasi dengan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dan Penyidik Tertentu ditekankan agar proses penyidikan berjalan lebih efektif. Penanganan perkara di luar wilayah hukum penyidik diatur lebih rinci, termasuk melalui mekanisme gelar perkara yang melibatkan berbagai pihak terkait untuk menjamin keputusan yang adil dan transparan.

Ketentuan mengenai penghentian penyidikan juga mengalami perubahan penting. Dalam Rancangan KUHAP ini, penyidik diwajibkan untuk memberitahukan penghentian penyidikan kepada pihak-pihak terkait, termasuk penuntut umum, korban, dan tersangka dalam waktu yang ditentukan. Ini menjadi langkah maju untuk menghindari praktik penghentian perkara yang tidak transparan atau dilakukan secara sepihak.

Pembaruan lainnya mencakup mekanisme pelindungan bagi saksi, korban, dan pelapor yang terlibat dalam perkara pidana. Rancangan KUHAP ini menegaskan bahwa pelindungan tersebut harus diberikan tanpa diskriminasi pada semua tahap pemeriksaan hukum. Langkah ini bertujuan untuk mencegah intimidasi dan memastikan bahwa semua pihak yang terlibat dalam perkara hukum merasa aman untuk memberikan kesaksian.

Rancangan KUHAP versi 3 Maret 2025 diharapkan menjadi landasan baru yang lebih modern dan relevan bagi sistem peradilan pidana Indonesia. Dengan menyeimbangkan aspek keadilan, kepastian hukum, dan perlindungan hak asasi manusia, rancangan ini diharapkan mampu meningkatkan kepercayaan publik terhadap penegakan hukum di Tanah Air.

 

chayra law center

Adalah Consulting Firm di Jakarta dengan spesialisasi pada bidang hukum pidana, hukum konstitusi, hukum perdata dan perdagangan.

Untuk informasi lebih lanjut, anda dapat mengakses website kami di https://s.id/lawcenter atau melalui email di chayralawcenter@gmail.com

Share:

More Posts

Berlangganan via Email

Masukkan alamat surel Anda untuk berlangganan blog ini dan menerima pemberitahuan tulisan-tulisan baru melalui surel.

Discover more from Chayra Law Center

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading