Proses Penanganan Tindak Pidana oleh Korporasi di Indonesia: Panduan Perma Nomor 13 Tahun 2016

“Perma No. 13 Tahun 2016 memberikan panduan tentang proses penanganan tindak pidana oleh korporasi di Indonesia, termasuk sanksi hukum dan tanggung jawab pengurusnya.”

Dalam sistem hukum Indonesia, korporasi memiliki peran signifikan dalam perkembangan ekonomi nasional. Namun, di balik kontribusinya, korporasi juga berpotensi menjadi aktor utama dalam tindak pidana, seperti pencucian uang, penggelapan pajak, dan korupsi. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Perkara Tindak Pidana oleh Korporasi (Perma 13/2016) hadir sebagai pedoman penting bagi aparat penegak hukum dalam menangani tindak pidana oleh korporasi, memperjelas mekanisme pertanggungjawaban pidana yang selama ini masih abu-abu.

Mengapa Perma No. 13 Tahun 2016 Penting?

Mahkamah Agung menerbitkan Perma Nomor 13 Tahun 2016 untuk menjawab kebutuhan akan pedoman yang jelas dalam penanganan perkara pidana yang melibatkan korporasi. Sebelum Perma ini diundangkan, proses hukum terhadap korporasi sebagai pelaku tindak pidana masih terbatas. Banyak perkara yang melibatkan korporasi tidak tersentuh hukum karena ketidakjelasan prosedur dan mekanisme pertanggungjawaban.

Dalam pertimbangannya, Mahkamah Agung menyoroti bahwa korporasi dapat menjadi alat untuk menyembunyikan harta kekayaan hasil tindak pidana dan menghindari proses hukum. Oleh karena itu, Perma ini dirancang untuk mengisi kekosongan hukum dalam menangani kasus-kasus tersebut, dengan memberikan panduan bagi hakim, jaksa, dan penyidik dalam proses pemeriksaan dan pemidanaan terhadap korporasi.

Korporasi sebagai Subjek Hukum Pidana

Perma ini menetapkan bahwa korporasi adalah subjek hukum pidana yang dapat dimintai pertanggungjawaban atas tindak pidana yang dilakukan oleh pengurus atau pihak lain yang bertindak untuk dan atas nama korporasi. Korporasi yang terlibat dalam tindak pidana dapat dijatuhi pidana pokok berupa denda dan pidana tambahan, seperti perampasan harta kekayaan, pembubaran, atau larangan melakukan kegiatan usaha tertentu.

Pertanggungjawaban pidana korporasi juga berlaku dalam berbagai kondisi, seperti penggabungan, peleburan, pemisahan, dan pembubaran korporasi. Dalam setiap skenario tersebut, Perma ini memastikan bahwa tanggung jawab hukum tidak hilang begitu saja dengan berubahnya struktur korporasi.

Siapa yang Dapat Dikenakan Pidana?

Perma No. 13 Tahun 2016 menjelaskan bahwa pihak yang dapat dikenakan pidana dalam tindak pidana korporasi mencakup tidak hanya korporasi itu sendiri, tetapi juga pengurus korporasi yang bertanggung jawab atas tindak pidana yang dilakukan atas nama atau untuk kepentingan korporasi. Pengurus yang dapat dimintai pertanggungjawaban pidana meliputi:

  1. Direktur atau pemimpin perusahaan yang membuat keputusan atas nama korporasi.
  2. Manajer atau pejabat yang memiliki kewenangan untuk mewakili korporasi dalam tindakan hukum.
  3. Pihak lain yang meskipun bukan bagian dari struktur formal korporasi, tetapi memiliki pengaruh atau kendali atas kebijakan yang diambil korporasi.

Dalam beberapa kasus, pihak yang mengetahui atau membiarkan adanya tindak pidana dalam korporasi juga dapat dikenakan sanksi pidana. Dengan memperjelas pengurus korporasi yang bertanggung jawab atas tindak pidana, Perma ini memastikan bahwa proses hukum tidak hanya menyasar entitas hukum korporasi, tetapi juga individu yang memiliki peran aktif dalam kejahatan tersebut.

Perma No. 13 Tahun 2016 menjelaskan bahwa tidak hanya korporasi yang dapat dikenakan pidana, tetapi juga pengurus yang bertindak atas nama atau untuk kepentingan korporasi. Pengurus yang dapat dimintai pertanggungjawaban pidana meliputi:

  1. Direktur atau pemimpin perusahaan yang membuat keputusan atas nama korporasi.
  2. Manajer atau pejabat yang memiliki kewenangan untuk mewakili korporasi dalam tindakan hukum.
  3. Pihak lain yang meskipun bukan bagian dari struktur formal korporasi, tetapi memiliki pengaruh atau kendali atas kebijakan yang diambil korporasi.

Dalam beberapa kasus, pihak yang tidak secara langsung terlibat dalam tindak pidana tetapi membiarkan atau mengetahui adanya tindak pidana dalam korporasi juga dapat dikenakan sanksi pidana.

Sanksi yang Dapat Dijatuhkan

Sanksi pidana yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi dan pengurus mencakup pidana pokok dan pidana tambahan. Jenis sanksi pidana untuk korporasi di Indonesia meliputi pidana denda sebagai pidana pokok. Besarnya denda disesuaikan dengan jenis tindak pidana yang dilakukan. Selain itu, terdapat pidana tambahan yang dapat dijatuhkan pada korporasi untuk memperkuat efek jera.

Pidana tambahan yang dapat dikenakan antara lain:

  1. Pembekuan kegiatan usaha yang melibatkan korporasi.
  2. Pencabutan izin usaha yang dikeluarkan oleh otoritas terkait.
  3. Perampasan harta kekayaan yang digunakan dalam tindak pidana atau yang dihasilkan dari kejahatan tersebut.
  4. Pelarangan untuk terlibat dalam kegiatan usaha tertentu selama periode waktu tertentu.
  5. Perintah kepada korporasi untuk melakukan perbaikan atau pemulihan akibat tindak pidana yang dilakukan.

Dalam hal pengurus korporasi yang bersangkutan dinyatakan bersalah, sanksi pidana dapat mencakup pidana penjara dan denda pribadi. Jika korporasi tidak memenuhi kewajiban membayar denda yang dijatuhkan dalam putusan pengadilan, harta benda korporasi dapat disita dan dilelang untuk membayar kewajiban tersebut. Dengan adanya pidana tambahan yang dapat dijatuhkan pada korporasi, Perma ini memastikan bahwa korporasi yang terlibat dalam kejahatan tidak dapat lolos dari tanggung jawab hukum.

Sanksi pidana yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi dan pengurus mencakup pidana pokok dan pidana tambahan. Pidana pokok yang utama adalah pidana denda, yang besarnya disesuaikan dengan jenis tindak pidana yang dilakukan. Selain itu, pidana tambahan yang dapat dijatuhkan antara lain:

  1. Pembekuan kegiatan usaha.
  2. Pencabutan izin usaha.
  3. Perampasan harta kekayaan yang digunakan dalam tindak pidana.
  4. Pelarangan untuk terlibat dalam kegiatan usaha tertentu.
  5. Perintah untuk melakukan perbaikan atau pemulihan akibat tindak pidana yang dilakukan.

Dalam hal pengurus korporasi yang bersangkutan dinyatakan bersalah, sanksi pidana dapat mencakup pidana penjara dan denda pribadi. Jika korporasi tidak memenuhi kewajiban membayar denda, harta benda korporasi dapat disita dan dilelang untuk membayar kewajiban tersebut.

Tata Cara Pemeriksaan dan Pemanggilan Korporasi

Perma No. 13 Tahun 2016 juga mengatur tata cara pemeriksaan dan pemanggilan korporasi dalam proses penyidikan dan penuntutan. Pemanggilan terhadap korporasi dilakukan dengan mengirimkan surat panggilan ke alamat tempat kedudukan atau alamat tempat korporasi beroperasi. Jika alamat tersebut tidak diketahui, pemanggilan dapat dilakukan melalui media massa dan diumumkan di pengadilan yang berwenang.

Dalam pemeriksaan, korporasi diwakili oleh pengurus yang memiliki kewenangan untuk mewakili korporasi dalam proses hukum. Jika pengurus yang dipanggil tidak hadir tanpa alasan yang sah, pengadilan dapat memerintahkan pemanggilan paksa untuk memastikan bahwa korporasi hadir dalam proses hukum.

Penjatuhan Pidana dan Pelaksanaan Putusan

Dalam proses penjatuhan pidana pada korporasi, hakim dapat mempertimbangkan berbagai faktor, seperti apakah korporasi memperoleh keuntungan dari tindak pidana, apakah korporasi membiarkan tindak pidana terjadi, dan apakah korporasi mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mencegah tindak pidana. Proses penjatuhan pidana pada korporasi ini menjadi penting untuk memastikan bahwa korporasi tidak dapat lepas dari tanggung jawab hukum atas tindakan yang merugikan masyarakat.

Pidana pokok yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi adalah pidana denda. Namun, Perma ini juga mengatur cara pelaksanaan putusan pidana terhadap korporasi, termasuk pidana tambahan yang dapat dikenakan, seperti pembekuan kegiatan usaha, pencabutan izin, dan larangan untuk terlibat dalam kegiatan usaha tertentu. Pelaksanaan putusan dilakukan setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap, dengan memberikan jangka waktu tertentu bagi korporasi untuk memenuhi kewajiban hukumnya.

Dalam menjatuhkan pidana terhadap korporasi, hakim dapat mempertimbangkan berbagai faktor, seperti apakah korporasi memperoleh keuntungan dari tindak pidana, apakah korporasi membiarkan tindak pidana terjadi, dan apakah korporasi mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mencegah tindak pidana.

Pidana pokok yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi adalah pidana denda. Namun, Perma ini juga mengatur pidana tambahan yang dapat dikenakan, seperti pembekuan kegiatan usaha, pencabutan izin, dan larangan untuk terlibat dalam kegiatan usaha tertentu. Pelaksanaan putusan dilakukan setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap, dengan memberikan jangka waktu tertentu bagi korporasi untuk memenuhi kewajiban hukumnya.

Implikasi Perma No. 13 Tahun 2016 bagi Penegakan Hukum

Perma No. 13 Tahun 2016 memiliki dampak besar bagi penegakan hukum di Indonesia. Dengan adanya pedoman yang jelas tentang tata cara penanganan tindak pidana oleh korporasi, aparat penegak hukum memiliki landasan yang kuat untuk memproses korporasi yang terlibat dalam kejahatan. Perma ini juga memperjelas bahwa korporasi tidak dapat berlindung di balik status hukumnya untuk menghindari pertanggungjawaban pidana.

Selain itu, Perma ini mendorong korporasi untuk lebih memperhatikan kepatuhan hukum dalam menjalankan kegiatan usahanya. Dengan adanya ancaman pidana yang jelas, korporasi diharapkan dapat mengambil langkah-langkah preventif untuk mencegah terjadinya tindak pidana dalam lingkungan usahanya.

Pada akhirnya, Perma No. 13 Tahun 2016 adalah langkah penting dalam memperkuat sistem hukum pidana di Indonesia. Dengan memberikan panduan yang jelas tentang bagaimana menangani tindak pidana oleh korporasi, Perma ini membantu menciptakan sistem peradilan yang lebih adil dan akuntabel, serta mendorong praktik bisnis yang lebih bersih dan transparan di Indonesia.

 

chayra law center

Adalah Consulting Firm di Jakarta dengan spesialisasi pada bidang hukum pidana, hukum konstitusi, hukum perdata dan perdagangan.

Untuk informasi lebih lanjut, anda dapat mengakses website kami di https://s.id/lawcenter atau melalui email di chayralawcenter@gmail.com

Share:

More Posts

Berlangganan via Email

Masukkan alamat surel Anda untuk berlangganan blog ini dan menerima pemberitahuan tulisan-tulisan baru melalui surel.

Discover more from Chayra Law Center

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading