Menguak Tanggung Jawab Lingkungan dalam Tragedi Longsor

“Putusan Mahkamah Agung No. 1794 K/Pdt/2004 menegaskan tanggung jawab hukum atas kerusakan lingkungan akibat longsor Gunung Mandalawangi. Kasus ini menjadi preseden penting dalam penegakan hukum lingkungan di Indonesia.”

Kerusakan lingkungan adalah isu serius yang terus menghantui pembangunan di Indonesia. Salah satu contoh nyata adalah tragedi longsor di kawasan Gunung Mandalawangi, Kabupaten Garut, Jawa Barat, yang mengakibatkan kerugian besar bagi masyarakat setempat. Kasus ini kemudian menjadi sorotan hukum dengan hadirnya Putusan Mahkamah Agung No. 1794 K/Pdt/2004, yang memberikan preseden penting dalam upaya perlindungan lingkungan dan penegakan hukum di Indonesia.

Putusan Pengadilan Negeri Bandung dan Pengadilan Tinggi Bandung

Pada tingkat pertama, Pengadilan Negeri Bandung mengabulkan gugatan class action yang diajukan masyarakat korban longsor Gunung Mandalawangi untuk sebagian. Pengadilan menyatakan bahwa Perum Perhutani, Menteri Kehutanan, Pemerintah Daerah Jawa Barat, dan Pemerintah Daerah Garut bertanggung jawab secara mutlak (strict liability) atas kerusakan lingkungan yang menyebabkan longsor.

PN Bandung memerintahkan para tergugat untuk melakukan pemulihan lingkungan secara langsung dan membayar ganti rugi kepada korban sebesar Rp10 miliar. Selain itu, para tergugat diwajibkan merehabilitasi kawasan hutan Gunung Mandalawangi dengan biaya tidak kurang dari Rp20 miliar, yang pelaksanaannya diawasi oleh tim khusus.

Pengadilan Tinggi Bandung menguatkan putusan ini. Dalam pertimbangannya, PT Bandung menegaskan bahwa pemulihan lingkungan harus dilakukan untuk mengembalikan daya dukung kawasan yang rusak akibat kelalaian pengelolaan.

Putusan Mahkamah Agung: Menolak Kasasi

Mahkamah Agung dalam tingkat kasasi memutuskan untuk menolak permohonan kasasi yang diajukan oleh para tergugat. Dengan demikian, putusan PN Bandung dan PT Bandung menjadi final dan mengikat. MA menegaskan bahwa para tergugat harus bertanggung jawab atas kerusakan yang terjadi sesuai prinsip strict liability.

Putusan ini tidak hanya memerintahkan pembayaran ganti rugi dan pemulihan lingkungan, tetapi juga menegaskan pentingnya pembentukan tim/panel independen yang mengawasi pelaksanaan rehabilitasi dan distribusi dana kepada korban. Tim ini melibatkan berbagai pihak, termasuk perwakilan masyarakat dan akademisi dari Pusat Studi Lingkungan Hidup Universitas Padjadjaran.

Pendapat Mahkamah Agung dalam Putusan No. 1794 K/Pdt/2004

“Bahwa alasan tersebut tidak dapat dibenarkan, Judex Facti tidak salah menerapkan hukum, oleh karena berdasarkan fakta-fakta hukum Perum Perhutani adalah pengelola kawasan hutan di Jawa Barat termasuk gunung Mandalawangi dimana telah terjadi bencana tanah longsor yang mengakibatkan korban jiwa dan harta benda penduduk. Dari hasil penelitian kejadian longsor tersebut adalah disebabkan antara lain kerusakan/pencemaran lingkungan karena pemanfaatan tanah tidak sesuai fungsi dan peruntukannya, sebagai kawasan hutan lindung. Fakta ini mempunyai hubungan kausal dengan terjadinya tanah longsor yang mengakibatkan korban jiwa dan harta benda. Fakta-fakta tersebut menimbulkan pertanggungjawaban (Strict Liability) bagi Tergugat, dan Tergugat tidak dapat membuktikan sebaliknya

Bahwa Hakim tidak salah menerapkan hukum apabila ia mengadopsi ketentuan hukum Internasional. Penerapan precautionary principle didalam hukum lingkungan hidup adalah untuk mengisi kekosongan hukum (Rechts vinding), pendapat para Pemohon Kasasi yang berpendapat bahwa Pasal 1365 BW dapat diterapkan dalam kasus ini tidak dapat dibenarkan, karena penegakkan hukum lingkungan hidup dilakukan dengan standar hukum Internasional. Bahwa suatu ketentuan hukum Internasional dapat digunakan oleh hakim nasional, apabila telah dipandang sebagai “ius cogen”

Tanggung Jawab Hukum dalam Pengelolaan Lingkungan

Putusan Mahkamah Agung ini memberikan pesan kuat bahwa tanggung jawab pengelolaan lingkungan tidak bisa dianggap remeh. Prinsip strict liability yang digunakan dalam kasus ini menegaskan bahwa pelaku kerusakan lingkungan harus bertanggung jawab penuh, tanpa harus membuktikan adanya unsur kesalahan. Hal ini penting untuk memastikan bahwa korban tidak terbebani dalam membuktikan kelalaian pihak tergugat.

Selain itu, putusan ini menunjukkan bahwa perusahaan, pemerintah, dan pihak terkait lainnya harus memprioritaskan keberlanjutan lingkungan dalam setiap aktivitasnya. Penebangan liar, pengubahan fungsi hutan, dan kelalaian rehabilitasi adalah tindakan yang tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga membahayakan kehidupan masyarakat.

Belajar dari Tragedi Mandalawangi

Tragedi longsor Mandalawangi adalah pengingat pahit akan dampak buruk kelalaian dalam pengelolaan lingkungan. Putusan ini menjadi tonggak penting dalam penegakan hukum lingkungan, memberikan harapan bagi masyarakat bahwa keadilan dapat diwujudkan, dan kerusakan lingkungan dapat dicegah melalui tindakan hukum yang tegas.

Untuk mencegah kejadian serupa, pemerintah dan perusahaan harus menjalankan tugasnya dengan integritas tinggi. Pengelolaan lingkungan yang buruk bukan hanya melanggar hukum, tetapi juga merugikan masyarakat secara langsung.

Harapan untuk Masa Depan yang Lebih Baik

Putusan ini memberikan preseden penting bahwa keadilan lingkungan tidak hanya tentang menghukum pihak yang bersalah, tetapi juga memastikan pemulihan bagi korban dan keberlanjutan bagi generasi mendatang. Penegakan hukum yang tegas seperti ini adalah langkah besar untuk menjadikan lingkungan hidup yang sehat sebagai hak semua warga negara Indonesia.

 

chayra law center

Adalah Consulting Firm di Jakarta dengan spesialisasi pada bidang hukum pidana, hukum konstitusi, hukum perdata dan perdagangan.

Untuk informasi lebih lanjut, anda dapat mengakses website kami di https://s.id/lawcenter atau melalui email di chayralawcenter@gmail.com

Share:

More Posts

Berlangganan via Email

Masukkan alamat surel Anda untuk berlangganan blog ini dan menerima pemberitahuan tulisan-tulisan baru melalui surel.

Discover more from Chayra Law Center

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading