Korporasi di Mata RKUHAP 2025: Apa yang Harus Diketahui Pengurus Perusahaan?

“RKUHAP Maret 2025 memperjelas bahwa korporasi bukan lagi penonton dalam proses pidana. Dari potensi menjadi tersangka hingga kewajiban membayar restitusi, pengurus perusahaan perlu memahami risiko dan tanggung jawab hukum baru ini.”

Bagi dunia usaha, kepatuhan hukum bukan hanya soal administratif—tetapi kini bisa menyentuh jantung eksistensi bisnis itu sendiri. Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) versi Maret 2025 menandai era baru dalam sistem hukum Indonesia, di mana korporasi secara eksplisit diakui sebagai subjek dalam sistem peradilan pidana.

Ini berarti bahwa perusahaan bisa ditetapkan sebagai Tersangka, Terdakwa dan dijatuhi hukuman layaknya individu. Maka, penting bagi para pengurus perusahaan untuk memahami bagaimana proses hukum ini bekerja—dan bagaimana memitigasi risikonya.

Jika Perusahaan Jadi Terdakwa

Ketika korporasi ditetapkan sebagai Terdakwa, pemanggilan sidang ditujukan kepada pengurus di tempat kedudukan perusahaan sebagaimana tertulis dalam Anggaran Dasar. Salah seorang pengurus wajib hadir di sidang untuk mewakili korporasi. Artinya, entitas bisnis tidak bisa lagi berlindung di balik status badan hukum untuk menghindari proses pengadilan.

Apabila korporasi dijatuhi pidana tambahan—seperti pencabutan izin usaha atau penyitaan kekayaan—maka Penuntut Umum berwenang melakukan pelelangan terhadap aset tersebut jika eksekusi tidak dilakukan secara sukarela. Ini membawa risiko konkret terhadap keberlangsungan operasional perusahaan.

Kewajiban Restitusi: Keadilan untuk Korban, Risiko untuk Korporasi

Dalam perkara pidana, jika korporasi dinyatakan bersalah dan diwajibkan membayar restitusi kepada korban, maka perusahaan hanya punya waktu 30 hari sejak putusan inkracht untuk menunaikan kewajiban itu. Jika tidak dibayar, pengadilan akan memberi peringatan dan selanjutnya aset korporasi yang telah disita akan dilelang.

Apabila hasil lelang tidak mencukupi, maka korporasi dikenai pidana pengganti, seperti penutupan sebagian tempat usaha atau pencabutan izin usaha. Pelaksanaan sanksi ini akan dihitung secara proporsional dengan jumlah restitusi yang telah dibayarkan, tetapi tetap menjadi ancaman nyata terhadap kelangsungan bisnis.

Penetapan Tersangka Korporasi: Ruang Interpretasi yang Perlu Diwaspadai

Meski RKUHAP 2025 masih menggunakan istilah “seseorang” dalam definisi Tersangka, keberadaan pasal-pasal yang menempatkan korporasi sebagai Terdakwa dan Terpidana secara implisit menegaskan bahwa perusahaan juga bisa ditetapkan sebagai Tersangka. Proses penetapannya akan tetap menggunakan syarat minimal dua alat bukti yang sah.

Dengan kata lain, jika penyidik memiliki cukup bukti terhadap tindakan korporasi yang merugikan pihak lain atau negara, maka surat penetapan bisa dikeluarkan, dan perusahaan akan masuk ke dalam proses hukum pidana.

Peluang atau Ancaman: Keadilan Restoratif bagi Korporasi

RKUHAP juga memperkenalkan mekanisme keadilan restoratif, yaitu penyelesaian perkara di luar pengadilan yang menekankan pemulihan, bukan penghukuman semata. Meskipun terminologi awal menyebut korban, tersangka, dan keluarga, dokumen ini juga menyebut “pihak lain yang terkait”.

Dengan adanya frasa tersebut, korporasi sebagai Terdakwa potensial bisa masuk dalam ruang dialog restoratif. Terlebih, karena korporasi bisa diminta untuk membayar restitusi sebagai bentuk pemulihan, maka keterlibatannya dalam proses ini bukan hanya mungkin, tapi juga strategis untuk menghindari eskalasi ke proses litigasi penuh.

Apa yang Harus Dilakukan Pengurus Perusahaan?

RKUHAP 2025 adalah sinyal keras bahwa korporasi kini harus lebih proaktif dalam membangun sistem kepatuhan internal, termasuk melakukan audit legal secara berkala, membangun tim hukum yang solid, dan menyiapkan mekanisme tanggap hukum ketika berhadapan dengan penyelidikan pidana.

Selain itu, penting untuk mulai memahami bahwa tanggung jawab pidana korporasi bukan lagi abstrak. Ini adalah realitas yang memerlukan kesiapan, mitigasi risiko, dan—yang paling penting—kesadaran hukum yang meresap hingga ke ruang direksi.

 

chayra law center

Adalah Consulting Firm di Jakarta dengan spesialisasi pada bidang hukum pidana, hukum konstitusi, hukum perdata dan perdagangan.

Untuk informasi lebih lanjut, anda dapat mengakses website kami di https://s.id/lawcenter atau melalui email di chayralawcenter@gmail.com

Share:

More Posts

Berlangganan via Email

Masukkan alamat surel Anda untuk berlangganan blog ini dan menerima pemberitahuan tulisan-tulisan baru melalui surel.

Discover more from Chayra Law Center

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading