“Mahkamah Agung menegaskan bahwa hak anak harus diprioritaskan dalam perceraian dengan menunda pembagian harta bersama demi kesejahteraan anak.”
Putusan MA yang Menegaskan Hak Anak dalam Perceraian
Mahkamah Agung (MA) kembali menegaskan bahwa kepentingan terbaik anak harus menjadi prioritas utama dalam sengketa perceraian yang melibatkan hak hadhanah (hak asuh anak) dan harta bersama. Dalam sebuah kasus perceraian yang diajukan oleh Penggugat terhadap Tergugat di Pengadilan Agama Ambon, MA memutuskan untuk menunda pembagian harta bersama demi memastikan kesejahteraan anak-anak yang berada di bawah pemeliharaan ibu mereka.
Kasus ini bermula ketika rumah tangga Penggugat dan Tergugat mulai tidak harmonis sejak tahun 2011 dan berujung pada perpisahan fisik pada tahun 2016. Penggugat kemudian mengajukan gugatan perceraian ke Pengadilan Agama Ambon yang dikumulasi dengan gugatan hak hadhanah dan harta bersama. Pengadilan Agama Ambon mengabulkan gugatan tersebut dengan putusan yang mencakup penetapan talak satu bain shughra, pemberian hak asuh kepada Penggugat, serta kewajiban bagi Tergugat untuk membayar nafkah anak sebesar Rp 1.500.000 per bulan. Selain itu, majelis hakim juga memutuskan agar harta bersama berupa sebidang tanah dan bangunan permanen dibagi dua.
Tergugat kemudian mengajukan banding dengan keberatan bahwa gugatan nafkah anak tidak termasuk dalam gugatan awal. Meski demikian, Pengadilan Tinggi Agama Ambon memperbaiki putusan tingkat pertama dan tetap menetapkan kewajiban nafkah anak yang harus dipenuhi Tergugat. Tak puas dengan hasil tersebut, Tergugat mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.
Pertimbangan MA: Kepentingan Terbaik Anak di Atas Segalanya
Mahkamah Agung dalam pertimbangannya merujuk pada Pasal 41 huruf (b) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Pasal 156 huruf (d) Kompilasi Hukum Islam (KHI), dan norma hukum yang terkandung dalam Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 233. Berdasarkan ketentuan tersebut, MA menegaskan bahwa meskipun gugatan nafkah anak tidak secara eksplisit dicantumkan dalam gugatan awal, kewajiban ayah untuk menanggung nafkah anak tetap berlaku karena merupakan hak mendasar yang melekat pada anak.
MA menilai bahwa kedua anak dari pasangan tersebut masih berusia di bawah umur dan berada dalam pemeliharaan ibu mereka. Demi menjamin kebutuhan dasar anak-anak tersebut, MA memutuskan bahwa nafkah sebesar Rp 1.500.000 per bulan harus tetap ditanggung oleh ayah mereka (Tergugat). Keputusan ini menegaskan bahwa tanggung jawab orang tua terhadap kebutuhan anak tidak dapat diabaikan, bahkan jika tidak dicantumkan secara tegas dalam gugatan awal.
Penundaan Pembagian Harta Bersama Demi Kesejahteraan Anak
Dalam pertimbangan lainnya, Mahkamah Agung juga menyoroti pentingnya kondisi tempat tinggal yang layak bagi anak-anak tersebut. Harta bersama berupa rumah permanen yang berlokasi di Jalan Jenderal Sudirman RT. 02 RW. 08 Desa Batu Merah, Kecamatan Sirimau, Kota Ambon berisiko kehilangan manfaat utuhnya jika dibagi dua secara fisik. Jika rumah tersebut dibagi, hal ini dapat berdampak negatif pada kenyamanan dan stabilitas anak-anak yang masih berada dalam masa pertumbuhan.
Berdasarkan pertimbangan ini, Mahkamah Agung memutuskan untuk menunda pembagian harta bersama hingga anak-anak tersebut mencapai usia dewasa. Dengan demikian, rumah tersebut tetap berfungsi sebagai tempat tinggal yang aman dan stabil bagi anak-anak. Akibatnya, tuntutan Penggugat atas pembagian harta bersama dinyatakan tidak dapat diterima (niet ontvankelijke verklaard).
Pendapat MA dalam Putusan Nomor 159 K/Ag/2018
“Bahwa apabila anak secara nyata berada dalam pemeliharaan ibunya dan telah ditetapkan pula oleh Pengadilan bahwa anak tersebut di bawah pemeliharaan (hadhanah) ibunya, maka berdasarkan ketentuan Pasal 41 huruf (b) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, jo. Pasal 156 huruf (d) Kompilasi Hukum Islam dan norma hukum yang terkandung dalam al-Quran surat al-Baqarah ayat 233 serta demi kepentingan yang terbaik untuk anak, Pengadilan dapat menetapkan nafkah anak yang harus dibayar oleh ayahnya;
Bahwa karena kedua orang anak Penggugat dan Tergugat berada dalam asuhan (hadhanah) Penggugat dan kedua orang anak tersebut masih di bawah umur yang masih sangat membutuhkan tempat tinggal yang layak, sementara apabila harta bersama Penggugat dan Tergugat berupa sebuah rumah permanen di Kota Ambon harus dibagi dua, dengan sendirinya harta bersama tersebut menjadi tidak utuh dan sangat tidak bermanfaat bagi kepentingan hidup anak, oleh sebab itu harta bersama tersebut belum dapat dibagi sampai kedua orang anak tersebut dewasa;
Bahwa oleh karena harta bersama Penggugat dan Tergugat berupa sebuah rumah permanen di Kota Ambon belum dapat dibagi karena demi kepentingan anak, maka tuntutan Penggugat atas harta bersama tersebut harus dinyatakan tidak dapat diterima (niet ontvankelijke verklaard)”
Implikasi Putusan MA terhadap Hukum Keluarga
Putusan ini memberikan preseden penting dalam sistem hukum keluarga di Indonesia. Mahkamah Agung menegaskan bahwa prinsip kepentingan terbaik bagi anak (the best interest of the child) harus menjadi prioritas utama dalam setiap perkara perceraian yang melibatkan hak asuh dan harta bersama.
Putusan ini juga menunjukkan bahwa hakim memiliki wewenang untuk mengambil keputusan yang fleksibel guna melindungi hak-hak anak, meskipun ketentuan tersebut tidak secara tegas dicantumkan dalam gugatan awal. Hal ini menegaskan bahwa dalam perkara perceraian, aspek hukum tidak hanya berfokus pada pembagian harta semata, tetapi juga memastikan bahwa anak-anak yang terdampak perceraian tetap mendapatkan haknya secara layak.
Kesimpulan
Putusan Mahkamah Agung ini menandai langkah maju dalam menegakkan prinsip perlindungan anak dalam hukum keluarga di Indonesia. Dengan menegaskan bahwa nafkah anak wajib dipenuhi oleh ayah meskipun tidak dicantumkan dalam gugatan awal, MA menunjukkan komitmennya dalam memastikan hak anak tetap terjamin. Selain itu, keputusan untuk menunda pembagian harta bersama hingga anak-anak mencapai usia dewasa menegaskan bahwa stabilitas dan kesejahteraan anak adalah prioritas utama dalam perkara perceraian.
Putusan ini mengingatkan bahwa perceraian tidak hanya melibatkan hak dan kewajiban suami istri, tetapi juga membawa tanggung jawab besar dalam melindungi masa depan anak-anak yang terdampak.
Share this:
- Click to share on WhatsApp (Opens in new window) WhatsApp
- Click to share on Telegram (Opens in new window) Telegram
- Click to share on X (Opens in new window) X
- Click to share on LinkedIn (Opens in new window) LinkedIn
- Click to share on Facebook (Opens in new window) Facebook
- Click to share on Threads (Opens in new window) Threads
- Click to print (Opens in new window) Print
- Click to email a link to a friend (Opens in new window) Email