“Artikel ini menjelaskan PERMA No. 5 Tahun 2019 yang memberikan panduan bagi hakim dalam menangani permohonan dispensasi kawin di Indonesia, menekankan perlindungan dan kepentingan terbaik anak.”
Pendahuluan
Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 5 Tahun 2019 tentang Pedoman Mengadili Permohonan Dispensasi Kawin atau PERMA 5/2019 merupakan tonggak penting dalam upaya melindungi hak-hak anak dalam proses permohonan dispensasi kawin. Regulasi ini tidak hanya memberikan panduan bagi hakim dalam mengadili permohonan tersebut, tetapi juga memastikan bahwa setiap tindakan yang diambil selalu demi kepentingan terbaik anak.
Latar Belakang dan Tujuan
PERMA 5/2019 lahir dari beberapa pertimbangan utama:
Perlindungan Hak Anak: Anak dianggap sebagai amanah dan karunia Tuhan yang memiliki hak untuk tumbuh dan berkembang secara optimal.
Kepentingan Terbaik bagi Anak: Semua tindakan yang diambil oleh lembaga kesejahteraan sosial, negara, swasta, dan pengadilan haruslah selalu mempertimbangkan kepentingan terbaik bagi anak.
Persyaratan Usia dalam Perkawinan: Perkawinan hanya diperbolehkan bagi mereka yang memenuhi persyaratan usia, namun dalam keadaan tertentu, pengadilan dapat memberikan dispensasi kawin.
Proses Pengajuan Dispensasi Kawin
Pasal 5 dari PERMA 5/2019 menjelaskan bahwa pengajuan permohonan dispensasi kawin memerlukan beberapa dokumen penting, termasuk surat permohonan, fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) orang tua dan anak, serta dokumen lain yang relevan seperti ijazah pendidikan terakhir.
Kehadiran dalam Sidang
Pada hari sidang pertama, pemohon wajib menghadirkan anak yang dimintakan dispensasi kawin, calon suami/istri, serta orang tua/wali calon suami/istri. Jika pemohon tidak hadir, hakim akan menunda persidangan dan memanggil kembali pemohon secara sah. Jika pemohon tidak hadir pada hari sidang kedua, permohonan dispensasi kawin dinyatakan gugur. Jika pihak-pihak terkait tidak hadir pada sidang pertama atau kedua, hakim akan menunda persidangan dan memerintahkan pemohon untuk menghadirkan mereka pada sidang berikutnya. Jika tetap tidak hadir pada sidang ketiga, permohonan tidak dapat diterima.
Metode Pemeriksaan Anak
Hakim dalam persidangan harus menggunakan bahasa dan metode yang mudah dimengerti oleh anak. Selain itu, hakim dan panitera pengganti tidak boleh memakai atribut persidangan saat memeriksa anak, untuk memastikan kenyamanan dan pemahaman anak.
Hakim dapat mendengar keterangan anak tanpa kehadiran orang tua jika dianggap perlu. Pemeriksaan bisa dilakukan melalui komunikasi audio-visual jarak jauh di pengadilan setempat atau tempat lain. Hakim juga dapat menyarankan agar anak didampingi pendamping, serta meminta rekomendasi dari psikolog, dokter/bidan, pekerja sosial profesional, atau pihak terkait lainnya.
Nasihat Hakim
Hakim wajib memberikan nasihat kepada pemohon, anak, calon suami/istri, dan orang tua/wali calon suami/istri tentang risiko perkawinan. Nasihat ini meliputi kemungkinan berhentinya pendidikan anak, keberlanjutan wajib belajar 12 tahun, kesiapan organ reproduksi anak, serta dampak ekonomi, sosial, dan psikologis bagi anak. Jika nasihat ini tidak diberikan, penetapan hakim bisa batal demi hukum.
Keterangan dari Pihak Terkait
Hakim harus mendengar keterangan dari anak, calon suami/istri, orang tua/wali anak, dan orang tua/wali calon suami/istri. Keterangan ini harus dipertimbangkan dalam penetapan. Jika tidak dilaksanakan, penetapan dapat batal demi hukum.
Identifikasi dalam Persidangan
Dalam persidangan, hakim harus mengidentifikasi apakah anak mengetahui dan menyetujui rencana perkawinan, kondisi psikologis, kesehatan, dan kesiapan anak untuk melangsungkan perkawinan, serta ada atau tidaknya paksaan fisik, psikis, seksual, atau ekonomi terhadap anak dan/atau keluarga untuk kawin.
Kepentingan Terbaik bagi Anak
Hakim harus memperhatikan kepentingan terbaik bagi anak dengan mempelajari permohonan secara teliti, memeriksa kedudukan hukum pemohon, menggali latar belakang dan alasan perkawinan, serta mempertimbangkan kondisi psikologis, sosiologis, budaya, pendidikan, kesehatan, dan ekonomi anak dan orang tua.
Pertimbangan dalam Penetapan
Dalam menetapkan permohonan dispensasi kawin, hakim harus mempertimbangkan perlindungan dan kepentingan terbaik bagi anak sesuai peraturan perundang-undangan, nilai-nilai hukum, kearifan lokal, dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat, serta konvensi dan perjanjian internasional terkait perlindungan anak.
Kesimpulan
PERMA 5/2019 adalah langkah maju dalam perlindungan hak-hak anak di Indonesia. Dengan panduan yang jelas bagi hakim dan penekanan pada kepentingan terbaik anak, regulasi ini diharapkan dapat mengurangi angka perkawinan anak yang berdampak negatif pada tumbuh kembang mereka. Hakim, orang tua, dan masyarakat harus bekerja sama untuk memastikan setiap anak mendapatkan haknya untuk tumbuh dan berkembang dalam lingkungan yang aman dan mendukung.
Share this:
- Click to share on WhatsApp (Opens in new window)
- Click to share on Telegram (Opens in new window)
- Click to share on X (Opens in new window)
- Click to share on LinkedIn (Opens in new window)
- Click to share on Facebook (Opens in new window)
- Click to share on Threads (Opens in new window)
- Click to print (Opens in new window)
- Click to email a link to a friend (Opens in new window)