“Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2024 mengadopsi pendekatan keadilan restoratif, fokus pada pemulihan korban dan tanggung jawab pelaku dalam sistem peradilan pidana Indonesia.”
Indonesia mengambil langkah maju dengan mengadopsi pendekatan keadilan restoratif dalam sistem peradilan pidananya melalui Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No. 1 Tahun 2024. Pendekatan ini menandai perubahan signifikan dalam cara penanganan kasus pidana, berfokus tidak hanya pada hukuman bagi pelaku, tetapi juga pada pemulihan korban dan masyarakat.
Apa Itu Keadilan Restoratif?
Keadilan restoratif adalah pendekatan yang melibatkan semua pihak terkait—korban, keluarga korban, terdakwa, keluarga terdakwa, dan pihak lain yang relevan—dalam proses pemulihan. Tujuannya bukan hanya untuk menghukum pelaku, tetapi juga untuk memulihkan kerugian korban dan memperbaiki hubungan yang rusak akibat tindak pidana. Pendekatan ini mencakup beberapa asas penting seperti pemulihan keadaan, penguatan hak korban, tanggung jawab terdakwa, dan penggunaan pidana sebagai upaya terakhir.
Mengapa Keadilan Restoratif Penting?
Pendekatan tradisional dalam sistem peradilan pidana sering kali hanya berfokus pada penghukuman pelaku. Namun, keadilan restoratif menawarkan beberapa manfaat signifikan:
- Pemulihan Korban: Korban mendapatkan perhatian yang lebih besar, dengan fokus pada pemulihan fisik, mental, dan ekonomi.
- Pengurangan Residivisme: Pelaku yang terlibat dalam proses restoratif lebih mungkin untuk bertanggung jawab dan tidak mengulangi tindak pidana.
- Penyelesaian yang Adil: Proses ini memberikan solusi yang lebih adil dan memuaskan bagi semua pihak yang terlibat, termasuk masyarakat.
Bagaimana Implementasinya?
PERMA No. 1 Tahun 2024 mengatur pedoman mengadili perkara pidana berdasarkan keadilan restoratif. Berikut adalah beberapa poin kunci dalam implementasinya:
- Tindak Pidana yang Termasuk: Pendekatan ini diterapkan pada tindak pidana ringan, delik aduan, tindak pidana dengan ancaman hukuman maksimal lima tahun penjara, serta tindak pidana yang melibatkan anak dan lalu lintas.
- Proses Persidangan: Hakim memfasilitasi proses mediasi antara korban dan pelaku. Jika telah terjadi perdamaian sebelum persidangan, hakim akan memeriksa kesepakatan tersebut. Jika belum, hakim akan mendorong tercapainya kesepakatan yang memuaskan bagi kedua belah pihak.
- Pendampingan bagi Penyandang Disabilitas: Terdakwa atau korban yang memiliki disabilitas dapat didampingi oleh pendamping yang berpengetahuan tentang disabilitas tersebut.
Tantangan dan Harapan
Implementasi keadilan restoratif tidak lepas dari tantangan. Perlunya pemahaman yang mendalam dari para penegak hukum, serta dukungan penuh dari masyarakat dan lembaga terkait, sangat krusial. Selain itu, diperlukan pelatihan dan pembinaan yang kontinu untuk memastikan keadilan restoratif berjalan sesuai harapan.
Namun, dengan komitmen dan kerjasama dari semua pihak, pendekatan ini diharapkan dapat membawa perubahan positif dalam sistem peradilan pidana di Indonesia. Pemulihan korban, penguatan tanggung jawab pelaku, dan pemulihan hubungan sosial adalah hasil yang ingin dicapai, yang pada akhirnya akan menciptakan masyarakat yang lebih adil dan harmonis.
Penutup
Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2024 adalah langkah besar menuju sistem peradilan pidana yang lebih manusiawi dan berfokus pada pemulihan. Dengan pendekatan keadilan restoratif, diharapkan keadilan di Indonesia tidak hanya sekadar menghukum, tetapi juga memulihkan dan memperbaiki. Mari kita dukung dan pantau implementasinya demi masa depan yang lebih baik.
Share this:
- Click to share on WhatsApp (Opens in new window) WhatsApp
- Click to share on Telegram (Opens in new window) Telegram
- Click to share on X (Opens in new window) X
- Click to share on LinkedIn (Opens in new window) LinkedIn
- Click to share on Facebook (Opens in new window) Facebook
- Click to share on Threads (Opens in new window) Threads
- Click to print (Opens in new window) Print
- Click to email a link to a friend (Opens in new window) Email