“Profesi advokat di Indonesia telah mengalami evolusi dari sistem kolonial yang dikendalikan negara ke sistem modern yang menekankan kebebasan, tanggung jawab, dan self-regulation.”
Profesi Advokat dalam Perspektif Kolonial dan Kontemporer
Profesi advokat memiliki sejarah panjang yang diwarnai transformasi signifikan, dari regulasi kolonial Belanda dalam Reglement op de Rechterlijke Organisatie (RO) hingga pengaturan modern melalui Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman (UU No. 48 Tahun 2009) dan Undang-Undang Advokat (UU No. 18 Tahun 2003). Perbandingan ini mengungkap perbedaan penting dalam pengangkatan, pengawasan, dan independensi advokat antara masa kolonial dan era Indonesia modern.
Kualifikasi dan Pengangkatan: Dari Penunjukan Pemerintah ke Organisasi Mandiri
Di masa kolonial, advokat diangkat langsung oleh Gouverneur-Generaal dengan syarat kewarganegaraan Belanda dan lulusan hukum dari universitas tertentu. Sementara itu, UU Advokat (2003) mengatur proses pengangkatan secara independen oleh Organisasi Advokat dengan kualifikasi ketat: lulusan hukum Indonesia, pendidikan profesi, magang minimal dua tahun, hingga ujian profesi yang memastikan kompetensi serta integritas calon advokat.
Perbedaan ini mencerminkan evolusi profesi advokat dari subordinasi negara menuju independensi profesi yang bebas dari intervensi pemerintah.
Sumpah Profesi: Loyalitas pada Negara vs. Kesetiaan pada Konstitusi
Dalam regulasi kolonial, advokat diwajibkan bersumpah setia kepada Raja Belanda dan Gouverneur-Generaal, yang menunjukkan keterikatan kuat kepada kekuasaan kolonial. Sebaliknya, UU Advokat menuntut sumpah kesetiaan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, dengan penekanan pada integritas profesi, tanggung jawab sosial, serta independensi dalam penegakan keadilan.
Pergeseran lafal sumpah ini mencerminkan perubahan mendasar dari pengabdian kepada otoritas kolonial menjadi komitmen terhadap prinsip negara hukum demokratis Indonesia.
Pengawasan dan Penindakan: Dari Negara ke Self-Regulation
Di bawah RO, pengawasan advokat dilakukan secara langsung oleh badan peradilan kolonial. Advokat dapat dikenai sanksi administratif seperti teguran hingga pemecatan yang diajukan kepada Gouverneur-Generaal. Sebaliknya, UU Advokat menempatkan pengawasan sepenuhnya di tangan Organisasi Advokat melalui Komisi Pengawas dan Dewan Kehormatan, menegaskan prinsip pengaturan mandiri (self-regulation).
Pendekatan modern ini meningkatkan independensi profesi advokat, memastikan bahwa pengawasan dilakukan berdasarkan etika profesi dan bukan intervensi kekuasaan eksekutif atau yudikatif.
Kewajiban Pro Bono: Dari Perintah Negara ke Tanggung Jawab Sosial Profesi
Dalam RO, kewajiban bantuan hukum gratis bagi advokat hanya muncul atas perintah badan peradilan kolonial. Dalam UU Advokat dan UU Kekuasaan Kehakiman, kewajiban pro bono menjadi tanggung jawab sosial yang melekat pada profesi advokat itu sendiri, diwajibkan oleh hukum nasional demi mewujudkan akses keadilan bagi masyarakat kurang mampu.
Perubahan ini memperlihatkan transformasi nilai profesi advokat, dari sekadar kewajiban administratif menjadi bentuk nyata dari tanggung jawab sosial profesi hukum.
Independensi Profesi dan Larangan Rangkap Jabatan
UU Advokat secara tegas melarang advokat merangkap jabatan yang berpotensi konflik kepentingan atau mengurangi kebebasan profesi, suatu aspek yang tidak ditemukan dalam RO. Hal ini bertujuan menjaga kemerdekaan dan martabat advokat sebagai penegak hukum yang bebas, mandiri, dan profesional.
Larangan ini menjadi jaminan bahwa advokat bebas dari intervensi kekuasaan dan kepentingan politik yang bisa menghambat pelayanan hukum yang adil dan berintegritas.
Hak dan Kebebasan Profesi: Pengakuan Penuh oleh Negara
Hak advokat saat ini mencakup kebebasan dalam memberi pendapat, perlindungan atas rahasia klien, dan imunitas hukum selama menjalankan profesinya dengan iktikad baik. Advokat juga berhak memperoleh dokumen, informasi, dan honorarium yang wajar. Sementara RO membatasi dengan tarif resmi dan kewajiban tinggal dekat pengadilan, UU Advokat justru menekankan fleksibilitas dan martabat profesi.
Posisi Advokat Asing: Dari Eksklusif Kolonial ke Pengaturan Ketat
RO hanya mengizinkan warga negara Belanda menjadi advokat. Kini, advokat asing tidak diperkenankan beracara di Indonesia, namun dapat bekerja sebagai tenaga ahli dengan izin pemerintah. Mereka tetap tunduk pada hukum Indonesia dan wajib memberi kontribusi pro bono untuk pendidikan hukum nasional.
Organisasi Profesi: Dari Tidak Ada Menjadi Pilar Profesi
RO tidak mengenal konsep organisasi profesi. UU Advokat menetapkan Organisasi Advokat sebagai satu-satunya wadah resmi, yang memiliki wewenang penuh untuk mengatur etika, pengangkatan, pengawasan, dan pendidikan lanjutan bagi anggotanya. Keberadaan organisasi ini adalah penanda penting bagi kemerdekaan profesi hukum di Indonesia.
Share this:
- Click to share on WhatsApp (Opens in new window) WhatsApp
- Click to share on Telegram (Opens in new window) Telegram
- Click to share on X (Opens in new window) X
- Click to share on LinkedIn (Opens in new window) LinkedIn
- Click to share on Facebook (Opens in new window) Facebook
- Click to share on Threads (Opens in new window) Threads
- Click to print (Opens in new window) Print
- Click to email a link to a friend (Opens in new window) Email