“Sistem pemasyarakatan Indonesia tidak lagi menempatkan narapidana sebagai objek balas dendam negara. Revisi regulasi terkini menegaskan perlindungan hak asasi narapidana, penguatan program pembinaan, dan penerapan keadilan restoratif.”
Dalam perjalanan panjang hukum pidana di Indonesia, sistem pemasyarakatan telah bergeser dari pendekatan retributif menuju model rehabilitatif dan restoratif. Undang-Undang No 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan menegaskan bahwa hilangnya kemerdekaan adalah satu-satunya penderitaan yang dapat dikenakan negara terhadap narapidana. Selebihnya, perlakuan terhadap mereka harus mencerminkan penghormatan terhadap hak asasi manusia, kemanusiaan, dan tujuan reintegrasi sosial.
Sistem ini bertujuan membina narapidana agar menyadari kesalahan, tidak mengulangi perbuatannya, dan mampu kembali ke masyarakat sebagai warga yang taat hukum dan produktif. Dalam semangat ini, negara berkewajiban menyediakan pembinaan kepribadian, kemandirian, perlindungan hukum, dan akses terhadap pelayanan dasar selama masa pemidanaan.
Hak-Hak Narapidana: Antara Perlindungan dan Partisipasi
Dalam perspektif hukum pemasyarakatan, narapidana tetap memiliki hak-hak fundamental. Mereka berhak atas pelayanan kesehatan, makanan layak, pendidikan, kegiatan rekreasional, penyuluhan hukum, dan kunjungan keluarga. Mereka juga berhak menyampaikan keluhan, menerima informasi, serta memperoleh perlindungan dari penyiksaan atau perlakuan yang tidak manusiawi.
Bagi yang memenuhi syarat, negara menyediakan hak tambahan seperti remisi, asimilasi, pembebasan bersyarat, dan cuti mengunjungi keluarga. Namun, pemanfaatan hak-hak ini memerlukan kepatuhan terhadap tata tertib serta partisipasi aktif dalam program pembinaan. Ini bukan hanya soal kepatuhan administratif, tetapi juga bagian dari proses pemulihan jati diri warga binaan.
Kewajiban dan Disiplin dalam Lapas: Pilar Tata Tertib
Di sisi lain, narapidana juga dibebani dengan kewajiban. Mereka harus menaati peraturan, mengikuti pembinaan secara tertib, menjaga ketertiban lingkungan, dan menghormati hak sesama narapidana. Dalam kerangka pemasyarakatan, narapidana juga diwajibkan untuk bekerja sesuai minat dan kemampuan, baik dalam bentuk pelatihan keterampilan maupun kegiatan produktif yang bernilai ekonomi.
Pelanggaran terhadap kewajiban ini dapat berujung pada sanksi, seperti pembatasan hak kunjungan hingga penempatan dalam sel pengasingan maksimal 12 hari. Namun, sanksi ini harus dijalankan dengan memperhatikan prinsip kemanusiaan, tanpa penyalahgunaan wewenang.
Pembinaan Narapidana: Investasi Negara untuk Reintegrasi
Lembaga Pemasyarakatan bertugas menyelenggarakan pembinaan sejak awal penerimaan narapidana. Penempatan narapidana didasarkan pada hasil asesmen risiko dan kebutuhan, sementara program pembinaan merujuk pada Litmas (Laporan Penelitian Kemasyarakatan) yang disusun Pembimbing Kemasyarakatan.
Pembinaan kepribadian mencakup peningkatan moral, kesadaran hukum, bela negara, dan deradikalisasi. Pembinaan kemandirian melibatkan pelatihan kerja dan pengembangan minat yang dapat berujung pada kegiatan produktif. Selain membentuk karakter, program ini juga memberi peluang bagi narapidana untuk memperoleh penghasilan dan berkontribusi pada penerimaan negara bukan pajak.
Narapidana dengan Perlakuan Khusus: Hak, Risiko, dan Kebijakan
Tidak semua narapidana diperlakukan sama. Mereka yang tergolong berisiko tinggi ditempatkan di unit khusus dengan pengawasan ketat, tetapi tetap diberi akses pembinaan sesuai standar hak asasi manusia. Narapidana perempuan yang memiliki anak di bawah usia tiga tahun, narapidana lanjut usia, penyandang disabilitas, dan pengidap penyakit kronis juga mendapat perlakuan khusus, termasuk pemenuhan kebutuhan dasar dan perawatan medis yang sesuai.
Keadilan Restoratif dan Peran Masyarakat
Keadilan restoratif menjadi semangat baru dalam sistem pemasyarakatan. Narapidana tidak sekadar menjalani hukuman, tetapi diharapkan bertanggung jawab secara moral terhadap korban, komunitas, dan dirinya sendiri. Dalam proses ini, masyarakat diundang untuk turut berperan, mulai dari menyediakan lapangan kerja, bantuan modal, hingga menjadi orang tua asuh pasca pembebasan narapidana.
Penutup: Narapidana adalah Warga Negara yang Sedang Dibina, Bukan Dihukum Selamanya
Sistem pemasyarakatan Indonesia telah bergerak menjauh dari paradigma hukuman semata. Narapidana adalah warga negara yang sedang dibina untuk kembali hidup bermartabat di tengah masyarakat. Dengan penegakan prinsip kemanusiaan, keadilan restoratif, dan keterlibatan masyarakat, tujuan besar reintegrasi sosial bukanlah utopia, melainkan fondasi peradaban hukum yang berkeadaban.