“Mahkamah Agung memperberat hukuman pelaku KDRT yang terbukti melakukan kekerasan seksual dalam rumah tangga, menetapkan preseden hukum penting di Indonesia.”
Latar Belakang Kasus
Mahkamah Agung Republik Indonesia kembali mengeluarkan putusan penting terkait tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Dalam perkara ini, seseorang yang seharusnya menjadi pelindung masyarakat, justru didakwa melakukan kekerasan terhadap istrinya. Kasus ini mencuat setelah pengadilan tingkat pertama dan banding menjatuhkan vonis kepada terdakwa, yang kemudian mengajukan kasasi.
Jalannya Perkara dan Putusan Pengadilan
Terdakwa, seorang anggota kepolisian yang berdinas di Bantul, didakwa dengan pasal-pasal dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Jaksa menuntut hukuman pidana selama enam tahun penjara atas tindakan kekerasan yang dilakukan terdakwa. Namun, dalam persidangan, Pengadilan Negeri Bantul memutuskan menjatuhkan hukuman lebih ringan, yakni satu tahun delapan bulan penjara. Putusan ini diperkuat oleh Pengadilan Tinggi Yogyakarta.
Kasus ini kemudian berlanjut ke tingkat kasasi setelah jaksa mengajukan keberatan atas putusan sebelumnya. Mahkamah Agung, dalam putusan akhirnya, menolak permohonan kasasi dari jaksa dan menetapkan hukuman terdakwa menjadi tiga tahun penjara, memperberat vonis sebelumnya. Mahkamah Agung mempertimbangkan bahwa terdakwa, dalam kedudukannya sebagai suami, seharusnya melindungi, menyayangi, dan memperlakukan istrinya dengan baik. Akibat fisik dan psikis yang dialami korban, serta demi aspek keadilan dan kemanfaatan, Mahkamah Agung menilai bahwa pemidanaan terhadap terdakwa perlu diperbaiki dengan menjatuhkan hukuman yang lebih berat guna menghindari disparitas pemidanaan dengan pelaku yang kesalahannya sejenis. Selain itu, Mahkamah Agung juga menegaskan bahwa terdakwa terbukti telah melakukan kekerasan seksual berupa pemaksaan hubungan seksual dalam lingkup rumah tangga, yang merupakan pelanggaran serius terhadap hak-hak dasar korban.
Pendapat Mahkamah Agung dalam Putusan No 5973 K/Pid.Sus/2023
“…Kedudukan Terdakwa sebagai suami yang seharusnya melindungi, menyayangi dan memperlakukan dengan baik kepada isterinya, akibat fisik dan psikis yang dialami korban, aspek keadilan dan kemanfaatan serta penghindaran disparitas pemidanaan dengan pelaku yang kesalahannya sejenis dengan Terdakwa, maka pemidanaan terhadap Terdakwa perlu diperbaiki dengan menjatuhkan pidana yang lebih berat;”
Implikasi Hukum bagi Penegakan Undang-Undang KDRT
Putusan ini menjadi preseden penting dalam upaya menegakkan hukum terhadap pelaku KDRT, terutama ketika pelaku berasal dari institusi penegak hukum. Vonis yang dijatuhkan menunjukkan bahwa tidak ada kekebalan hukum bagi siapa pun yang terbukti melakukan kekerasan dalam rumah tangga, sekaligus menegaskan bahwa kekerasan domestik merupakan kejahatan serius yang harus mendapatkan perhatian lebih dari aparat penegak hukum.
Dampak Sosial dan Harapan untuk Korban KDRT
Kasus ini juga menyoroti pentingnya perlindungan bagi korban KDRT, khususnya perempuan yang kerap menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga. Dengan adanya putusan yang memperberat hukuman bagi pelaku, diharapkan korban-korban lain mendapatkan keberanian untuk melaporkan tindakan kekerasan yang mereka alami. Selain itu, peran lembaga perlindungan perempuan dan anak semakin krusial dalam memberikan pendampingan bagi korban yang ingin mencari keadilan.
Share this:
- Click to share on WhatsApp (Opens in new window) WhatsApp
- Click to share on Telegram (Opens in new window) Telegram
- Click to share on X (Opens in new window) X
- Click to share on LinkedIn (Opens in new window) LinkedIn
- Click to share on Facebook (Opens in new window) Facebook
- Click to share on Threads (Opens in new window) Threads
- Click to print (Opens in new window) Print
- Click to email a link to a friend (Opens in new window) Email