“Transfer narapidana antarnegara membutuhkan kerangka hukum yang jelas untuk mengatasi tantangan hukum, diplomatik, dan kemanusiaan, seperti yang terlihat dalam kasus Mary Jane Veloso dan Bali Nine, serta untuk memastikan transparansi dan perlindungan hak narapidana.”
Transfer narapidana antarnegara menjadi sorotan di tengah meningkatnya permintaan dari berbagai negara untuk memulangkan warganya yang menjalani hukuman di luar negeri. Anggara Suwahju, Managing Director Chayra Law Center menyoroti kompleksitas dan tantangan hukum yang dihadapi oleh Indonesia dalam mengelola proses ini. Dengan latar belakang yang melibatkan kasus-kasus sensitif seperti Mary Jane Veloso dan Bali Nine, isu ini menjadi semakin penting bagi hukum dan hubungan diplomasi internasional.
Kerangka Hukum Indonesia Masih Belum Memadai
Anggara Suwahju mengungkapkan bahwa Indonesia saat ini belum memiliki kerangka hukum khusus untuk mengatur transfer narapidana. Hingga kini, proses transfer hanya mengacu pada perjanjian bantuan hukum timbal balik (Mutual Legal Assistance/MLA) dan kebijakan Presiden.
“Kerangka hukum yang ada tidak cukup mengatur kompleksitas transfer narapidana. Indonesia membutuhkan undang-undang khusus yang tidak hanya mengatur prosedur, tetapi juga menetapkan standar untuk melindungi hak-hak narapidana,” jelas Anggara.
Rancangan undang-undang yang sedang digodok diharapkan dapat mencakup ketentuan mengenai kriteria transfer, prosedur administrasi, hingga jaminan bahwa proses dilakukan secara transparan dan berdasarkan hukum.
Kasus Mary Jane Veloso dan Bali Nine Menjadi Ujian Diplomatik
Beberapa kasus menonjol menunjukkan tantangan hukum dan diplomatik dalam transfer narapidana. Salah satunya adalah Mary Jane Veloso, seorang warga Filipina yang dijatuhi hukuman mati di Indonesia. Pemerintah Filipina telah meminta agar Veloso dipindahkan kembali ke negaranya, mengingat aspek kemanusiaan dan dukungan masyarakat luas di Filipina.
Selain itu, Indonesia juga menerima permintaan dari Australia untuk memindahkan lima anggota Bali Nine, kelompok yang terkenal karena kasus penyelundupan narkoba. Permintaan ini, jika disetujui, dapat menjadi preseden penting bagi kerja sama hukum antara kedua negara.
Pertimbangan Kemanusiaan dan Diplomasi
Chayra Law Center mencatat bahwa pertimbangan kemanusiaan sering menjadi alasan utama dalam pengabulan transfer narapidana. Menteri Hukum dan HAM Indonesia telah menyatakan bahwa transfer dapat disetujui untuk menjaga hubungan diplomatik dan memperhatikan kondisi narapidana. Namun, tanpa prosedur baku, persetujuan ini sering dianggap subjektif dan tidak memiliki landasan hukum yang kokoh.
“Keputusan berdasarkan kemanusiaan itu baik, tetapi harus diimbangi dengan kejelasan hukum agar tidak menimbulkan ketidakpastian atau tuduhan diskriminasi,” ujar Anggara.
Prosedur Transfer Narapidana di Dunia Internasional
Dalam konteks internasional, transfer narapidana dilakukan berdasarkan perjanjian antarnegara. Anggara menjelaskan bahwa proses ini biasanya mencakup beberapa syarat utama:
- Persetujuan Tripartit: Negara yang menjatuhkan hukuman, negara penerima, dan narapidana harus menyetujui transfer.
- Kewarganegaraan: Narapidana harus merupakan warga negara atau memiliki status hukum di negara penerima.
- Putusan Final: Vonis terhadap narapidana harus bersifat final, tanpa banding atau persoalan hukum lain yang tertunda.
- Dual Criminality: Pelanggaran yang dilakukan harus juga dianggap sebagai kejahatan di negara penerima.
- Sisa Hukuman Minimal: Biasanya narapidana harus memiliki sisa hukuman minimal enam bulan.
- Proporsi Hukuman yang Telah Dijalani: Beberapa yurisdiksi mensyaratkan narapidana telah menjalani bagian tertentu dari hukuman sebelum transfer.
- Bukan Pelanggaran Politik: Narapidana tidak boleh dihukum atas pelanggaran politik, militer, atau imigrasi
Melalui pemeriksaan Pengadilan atau badan independen: transfer narapidana harus dilakukan melalui pengadilan atau badan independen untuk melakukan pemeriksaan atas kondisi narapidana, persetujuan sukarela narapidana, dan aspek – aspek lainnya
Tantangan yang Dihadapi
Namun, implementasi transfer narapidana tidaklah sederhana. Beberapa tantangan utama yang dihadapi adalah kurangnya kerangka hukum khusus di banyak negara, kekhawatiran pelanggaran hak asasi manusia, hingga persoalan logistik seperti biaya transfer dan komunikasi dengan keluarga narapidana.
“Kesuksesan transfer narapidana sangat bergantung pada konsistensi hukum dan komitmen terhadap hak asasi manusia. Hal ini membutuhkan koordinasi lintas negara yang erat,” ujar Anggara.
Manfaat Transfer Narapidana
Chayra Law Center juga melihat jika terdapat berbagai manfaat yang dapat diperoleh melalui transfer narapidana. Selain mempermudah rehabilitasi, proses ini juga memungkinkan narapidana untuk lebih dekat dengan keluarga mereka, meningkatkan efisiensi biaya penahanan, dan mengatasi kondisi buruk di penjara asing.
“Transfer narapidana adalah solusi yang mendukung kemanusiaan, tetapi tetap perlu dilaksanakan dengan dasar hukum yang kuat,” pungkas Anggara.
Share this:
- Click to share on WhatsApp (Opens in new window) WhatsApp
- Click to share on Telegram (Opens in new window) Telegram
- Click to share on X (Opens in new window) X
- Click to share on LinkedIn (Opens in new window) LinkedIn
- Click to share on Facebook (Opens in new window) Facebook
- Click to share on Threads (Opens in new window) Threads
- Click to print (Opens in new window) Print
- Click to email a link to a friend (Opens in new window) Email