“Sengketa pemilihan kepala desa di Desa Tengin Baru, Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, akhirnya mencapai babak akhir di Mahkamah Agung (MA). Melalui Putusan Kasasi Nomor 139 K/TUN/2017, MA menegaskan bahwa pengangkatan Kepala Desa Tengin Baru periode 2016–2022 cacat hukum dan harus dibatalkan.”
Latar Belakang Sengketa Pilkades Tengin Baru
Kasus bermula saat Ahmad Mauladin, salah satu calon kepala desa, menggugat hasil pemilihan yang dianggap sarat dengan pelanggaran. Ia kalah tipis dengan selisih hanya satu suara dari Abdul Haris Nasution, calon nomor urut 1 yang akhirnya ditetapkan sebagai pemenang. Meski kalah, Mauladin menyoroti banyaknya kejanggalan dan dugaan pelanggaran prosedur selama proses pemungutan suara.
Gugatan dan Alasan Penggugat
Gugatan Mauladin diajukan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Samarinda setelah upaya keberatan ke panitia pemilihan dan Bupati Penajam Paser Utara tidak membuahkan hasil. Dalam gugatannya, Mauladin menilai penerbitan Surat Keputusan Bupati Penajam Paser Utara Nomor 141/21/2016 tentang Pengesahan Pengangkatan Kepala Desa Tengin Baru tidak sah karena melanggar aturan pelaksanaan Pilkades.
Salah satu keberatan utamanya adalah terkait waktu penerbitan SK yang melewati batas 30 hari sejak diterimanya laporan hasil pemilihan, sebagaimana diatur dalam Peraturan Bupati. Selain itu, Mauladin juga menyoroti pelanggaran serius dalam proses pemungutan suara di TPS 01.
Kejanggalan dalam Proses Pemungutan Suara
Di TPS 01 ditemukan adanya surat suara yang seharusnya tidak sah karena berasal dari luar desa, namun tetap dihitung. Selain itu, terjadi perlakuan berbeda terhadap pemilih yang tidak terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT), serta dugaan ketidaknetralan panitia yang menyerahkan undangan pemilih kepada salah satu calon.
Fakta-fakta tersebut dinilai telah mencederai prinsip pemilihan yang jujur dan adil, sehingga hasil pemungutan suara di TPS 01 seharusnya dianggap tidak sah dan perlu diulang.
Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara hingga Kasasi
PTUN Samarinda dalam putusannya mengabulkan gugatan Mauladin. Pengadilan menyatakan SK Bupati tentang pengangkatan Kepala Desa Tengin Baru batal dan memerintahkan pemungutan suara ulang di TPS 01. Putusan ini kemudian dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN) Jakarta.
Tidak terima, Bupati Penajam Paser Utara mengajukan kasasi. Namun Mahkamah Agung sependapat dengan pengadilan tingkat pertama dan banding. Dalam pertimbangannya, MA menegaskan bahwa pelanggaran prosedural yang terjadi telah merusak keabsahan hasil pemilihan. Oleh karena itu, keputusan pengangkatan kepala desa dinyatakan cacat hukum.
Pendapat Mahkamah Agung dalam Putusan No 139 K/TUN/2017
“Bahwa Tergugat dalam menerbitkan objek sengketa a quo berupa Surat Keputusan Bupati Penajam Paser Utara Nomor : 141/21/2016, tanggal 21 Januari 2016, tentang Pengesahan Pengangkatan Kepala Desa Tengin Baru, Kecamatan Sepaku, periode 2016-2022 telah melanggar prosedur dalam proses pemungutan suara di TPS, karena terdapat perbedaan perlakuan bagi pemilih yang memiliki hak suara berdasarkan KTP di TPS 01 dan TPS 02 yang bersifat sangat menentukan hasil pemilihan kepala desa, serta terdapat kertas suara yang berasal dari desa lain yang ikut dicoblos di TPS 01, oleh karenanya penerbitan objek sengketa a quo cacat prosedural sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 12 huruf (d) angka 3 Peraturan Bupati Penajam Paser Utara Nomor 21 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pemilihan Kepala Desa dan melanggar asas-asas umum pemerintahan yang baik khususnya asas demokrasi, asas kepastian hukum dan asas kecermatan;
Bahwa putusan Judex Facti yang memerintah pemilihan ulang sudah tepat dan benar karena objek sengketa a quo mengandung cacat prosedur pada proses pemungutan suara, maka untuk memenuhi tujuan hukum yang berkeadilan serta untuk menyelesaikan pokok persengketaan, Tergugat sekarang Pemohon Kasasi dibebani kewajiban melaksanakan pemungutan suara ulang di TPS 01 Desa Tengin Baru”
Implikasi Putusan Mahkamah Agung bagi Pemilihan Kepala Desa
Putusan Mahkamah Agung ini memiliki makna penting bagi pelaksanaan pemilihan kepala desa di seluruh Indonesia. Putusan tersebut menegaskan bahwa setiap tahapan pemilihan, mulai dari penetapan calon hingga pemungutan suara, harus dilaksanakan sesuai dengan hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kejanggalan dan pelanggaran prosedural tidak bisa dianggap sepele. Dalam negara hukum, asas kepastian dan keadilan harus dijunjung tinggi, termasuk dalam pemilihan pejabat desa yang merupakan ujung tombak pemerintahan di tingkat akar rumput.
Putusan ini juga menjadi peringatan bagi penyelenggara Pilkades agar menjalankan tugas dengan profesional, netral, dan transparan. Bagi masyarakat, putusan ini memperkuat hak mereka untuk mendapatkan pemimpin desa yang terpilih secara sah dan adil.
Share this:
- Click to share on WhatsApp (Opens in new window) WhatsApp
- Click to share on Telegram (Opens in new window) Telegram
- Click to share on X (Opens in new window) X
- Click to share on LinkedIn (Opens in new window) LinkedIn
- Click to share on Facebook (Opens in new window) Facebook
- Click to share on Threads (Opens in new window) Threads
- Click to print (Opens in new window) Print
- Click to email a link to a friend (Opens in new window) Email