Perselingkuhan di Tempat Kerja: Bisakah Dijadikan Alasan PHK?

“Perselingkuhan di tempat kerja dapat berdampak serius, tetapi apakah bisa menjadi dasar PHK? Simak regulasi ketenagakerjaan yang mengaturnya.”

Pendahuluan

Perselingkuhan atau perzinahan merupakan pelanggaran terhadap norma kesusilaan yang berlaku dalam masyarakat. Dalam banyak kasus, tindakan ini tidak hanya berdampak pada kehidupan pribadi pelaku tetapi juga menimbulkan dampak negatif di lingkungan kerja, terutama jika terjadi di dalam perusahaan. Secara hukum, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) mengkategorikan perzinahan sebagai delik aduan, yang berarti hanya dapat diproses jika ada laporan dari pihak yang dirugikan.

Namun, apakah perselingkuhan atau perzinahan bisa dijadikan dasar untuk pemutusan hubungan kerja (PHK)? Dalam konteks ketenagakerjaan, tidak ada aturan yang secara eksplisit menyatakan bahwa perselingkuhan dapat menjadi dasar sah untuk tindakan disiplin atau PHK langsung. Meskipun demikian, terdapat beberapa kondisi di mana perusahaan dapat mengambil tindakan berdasarkan peraturan internal yang berlaku.

Dasar Hukum Tindakan Disiplin atau PHK Akibat Perselingkuhan

Peraturan perundang-undangan terkait ketenagakerjaan di Indonesia tidak serta-merta menjadikan perselingkuhan atau perzinahan sebagai pelanggaran yang dapat langsung berujung pada pemecatan. Namun, ada beberapa pengecualian yang memungkinkan perusahaan mengambil langkah hukum tertentu terhadap karyawan yang terbukti melakukan perselingkuhan, terutama jika aturan tersebut telah dimasukkan dalam perjanjian kerja.

Pertama, larangan perselingkuhan atau perzinahan dalam Perjanjian Kerja (PK), Peraturan Perusahaan (PP), atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB).

Jika dalam PK, PP, atau PKB perusahaan telah secara eksplisit mencantumkan bahwa tindakan yang bertentangan dengan norma sosial dan kesusilaan, termasuk perselingkuhan atau perzinahan, merupakan pelanggaran yang dapat dikenakan sanksi disiplin, maka perusahaan memiliki dasar hukum untuk bertindak.

Sanksi yang diberikan dapat berupa peringatan tertulis, skorsing, atau bahkan PHK jika tindakan perselingkuhan berdampak signifikan terhadap lingkungan kerja, menyebabkan konflik kepentingan, atau mencoreng nama baik perusahaan. Dalam kasus seperti ini, tindakan perusahaan memiliki landasan yang kuat, karena karyawan telah menyetujui ketentuan tersebut sejak awal masa kerja.

Kedua, perselingkuhan atau perzinahan dikategorikan sebagai Pelanggaran Bersifat Mendesak dalam PK, PP, atau PKB.

Pasal 52 ayat (2) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 Tahun 2021 menyatakan bahwa perusahaan dapat melakukan PHK langsung terhadap karyawan jika tindakan tersebut dikategorikan sebagai Pelanggaran Bersifat Mendesak dalam PK, PP, atau PKB.

Namun, penting untuk dicatat bahwa tanpa adanya ketentuan ini dalam peraturan perusahaan, tindakan PHK langsung atas dasar perselingkuhan atau perzinahan tidak dapat dibenarkan. Dengan kata lain, jika perselingkuhan tidak dikategorikan sebagai pelanggaran mendesak dalam aturan internal perusahaan, maka tindakan pemecatan harus didahului dengan tindakan disiplin yang sesuai, seperti peringatan tertulis atau skorsing.

Implikasi Bagi Perusahaan dan Karyawan

Perselingkuhan di lingkungan kerja bisa berdampak buruk bagi produktivitas dan suasana kerja. Konflik personal yang timbul akibat hubungan di luar pernikahan dapat memicu ketidaknyamanan di antara rekan kerja lainnya dan berpotensi merusak reputasi perusahaan. Oleh karena itu, penting bagi perusahaan untuk memiliki kebijakan yang jelas dalam perjanjian kerja atau peraturan perusahaan mengenai standar etika yang harus dipatuhi oleh karyawan.

Bagi karyawan, pemahaman terhadap aturan internal terkait perilaku di tempat kerja menjadi sangat penting. Jika sebuah perusahaan telah mencantumkan larangan perselingkuhan atau perzinahan dalam peraturan perusahaan, maka tindakan tersebut bisa berdampak serius terhadap status kepegawaian.

Kesimpulan

Perselingkuhan atau perzinahan bukan secara otomatis menjadi dasar sah untuk PHK dalam hukum ketenagakerjaan Indonesia. Namun, perusahaan dapat mengambil tindakan disiplin atau bahkan melakukan PHK jika tindakan tersebut telah secara eksplisit diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama sebagai pelanggaran yang dapat berakibat pemutusan hubungan kerja.

Jika tidak ada ketentuan eksplisit dalam aturan internal, maka PHK langsung tanpa tindakan disiplin sebelumnya tidak dapat dilakukan. Oleh karena itu, baik perusahaan maupun karyawan perlu memahami dan menegakkan aturan yang berlaku demi menjaga profesionalisme dan etika kerja di lingkungan perusahaan.

chayra law center

Adalah Consulting Firm di Jakarta dengan spesialisasi pada bidang hukum pidana, hukum konstitusi, hukum perdata dan perdagangan.

Untuk informasi lebih lanjut, anda dapat mengakses website kami di https://s.id/lawcenter atau melalui email di chayralawcenter@gmail.com

Share:

More Posts

Berlangganan via Email

Masukkan alamat surel Anda untuk berlangganan blog ini dan menerima pemberitahuan tulisan-tulisan baru melalui surel.

Discover more from Chayra Law Center

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading