“Pemerintah Indonesia mengeluarkan PP No. 20 Tahun 2021 untuk mengatasi dampak negatif dari penelantaran tanah, yang menyebabkan ketimpangan sosial, ekonomi, dan kesejahteraan serta menurunkan kualitas lingkungan.”
Saat ini, penelantaran tanah semakin menyebabkan ketimpangan sosial, ekonomi, dan kesejahteraan masyarakat serta menurunkan kualitas lingkungan. Hal ini juga berdampak pada kesulitan dalam mencapai tujuan program pembangunan, rentannya ketahanan pangan dan ekonomi nasional serta kesulitan akses sosial-ekonomi bagi petani terhadap tanah. Jika tidak segera ditangani, penelantaran kawasan dapat menyebabkan ketimpangan sosial dan ekonomi yang semakin besar serta kualitas lingkungan yang semakin buruk.
Untuk mengatasi masalah ini, Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan PP No. 20 Tahun 2021 tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Terlantar. Berdasarkan PP ini, tanah yang sengaja tidak diusahakan, tidak dipergunakan, tidak dimanfaatkan, dan/atau tidak dipelihara menjadi objek penertiban Tanah Terlantar.
Namun demikian, tidak semua tanah yang tidak diusahakan, tidak dipergunakan, tidak dimanfaatkan, dan/atau tidak dipelihara termasuk dalam unsur “sengaja”, seperti tanah yang menjadi objek perkara di pengadilan, tanah yang tidak dapat diusahakan karena perubahan rencana tata ruang, tanah yang diperuntukkan untuk konservasi sesuai peraturan perundang-undangan, atau tanah yang tidak dapat diusahakan karena keadaan kahar.
Tanah yang tidak dipelihara adalah tanah yang tidak dilakukan fungsinya sebagai objek sosial seperti yang diatur dalam UUPA. Beberapa contoh perbuatan tidak memelihara tanah adalah:
- Pemegang hak, pemegang hak pengelolaan, atau pemegang dasar penguasaan atas tanah tidak memperlihatkan kepedulian untuk mengelola atau memelihara tanah sehingga tanah tersebut terbengkalai.
- Pemegang hak, pemegang hak pengelolaan, atau pemegang dasar penguasaan atas tanah tidak memperlihatkan kepedulian sehingga tanah dikuasai oleh pihak lain.
- Pemegang hak, pemegang hak pengelolaan, atau pemegang dasar penguasaan atas tanah tidak memperlihatkan kepedulian untuk mengelola atau memelihara tanah sehingga menyebabkan kerusakan lingkungan dan/atau bencana (longsor, banjir, dll).
Berdasarkan Pasal 7, objek penertiban tanah telantar meliputi:
- Tanah hak milik yang sengaja tidak digunakan, tidak dimanfaatkan, dan/atau tidak dipelihara sehingga dikuasai oleh masyarakat, menjadi wilayah perkampungan, dikuasai oleh pihak lain secara terus-menerus selama 20 tahun tanpa adanya hubungan hukum dengan Pemegang Hak, atau fungsinya sosial sebagai hak atas tanah tidak terpenuhi.
- Hak guna bangunan.
- Hak guna usaha.
- Hak pakai.
- Hak pengelolaan.
- Tanah yang diperoleh berdasarkan Dasar penguasaan atas tanah.
Tanah hak guna bangunan, hak guna usaha, hak pakai, hak pengelolaan, dan tanah yang diperoleh berdasarkan dasar penguasaan atas tanah akan menjadi objek penertiban tanah telantar jika sengaja tidak diusahakan, tidak dipergunakan, tidak dimanfaatkan, dan/atau tidak dipelihara sejak 2 tahun diterbitkan hak atau dasar penguasaan atas tanah.
Namun, ada beberapa tanah hak pengelolaan yang dikecualikan dari objek penertiban tanah telantar, yaitu:
- Tanah hak pengelolaan masyarakat hukum adat.
- Tanah hak pengelolaan yang menjadi aset bank tanah.
Share this:
- Click to share on WhatsApp (Opens in new window) WhatsApp
- Click to share on Telegram (Opens in new window) Telegram
- Click to share on X (Opens in new window) X
- Click to share on LinkedIn (Opens in new window) LinkedIn
- Click to share on Facebook (Opens in new window) Facebook
- Click to share on Threads (Opens in new window) Threads
- Click to print (Opens in new window) Print
- Click to email a link to a friend (Opens in new window) Email