“Prinsip sah dan patut memastikan panggilan hukum dilakukan dengan keabsahan dan kepatutan untuk menegakkan keadilan.”
Dalam hukum acara perdata di Indonesia, dua kata sederhana “sah” dan “patut” memegang peranan besar dalam memastikan keadilan dalam proses hukum. Prinsip ini tidak hanya soal formalitas, tetapi juga tentang bagaimana hukum menghormati hak semua pihak yang terlibat.
Sah merujuk pada siapa yang berwenang melaksanakan panggilan. Patut, di sisi lain, menekankan cara dan waktu pelaksanaan yang harus mencerminkan keadilan. Ketika keduanya terpenuhi, proses hukum menjadi lebih kredibel dan terpercaya.
Keabsahan: Siapa yang Berwenang?
Keabsahan panggilan bergantung pada pelaksana resminya. Berdasarkan Pasal 388 jo. Pasal 390 ayat (1) HIR dan Pasal 1 Rv, hanya Jurusita atau Jurusita Pengganti yang memiliki kewenangan melaksanakan panggilan hukum. Hal ini tidak hanya soal nama, tetapi juga tugas penting mereka untuk mencatat setiap detail dalam berita acara (relaas).
Jika panggilan dilakukan oleh pihak yang tidak berwenang atau tanpa berita acara, maka panggilan tersebut tidak sah. Ini bukan sekadar aturan administratif, tetapi fondasi untuk memastikan bahwa panggilan dilakukan dengan cara yang dapat dipertanggungjawabkan.
Kepatutan: Bagaimana dan Kapan Panggilan Dilakukan?
Kepatutan berhubungan dengan detail pelaksanaan panggilan. Ini bukan sekadar formalitas, tetapi mencakup prinsip keadilan dan kepraktisan:
- Tempat Pelaksanaan
Panggilan harus dilakukan di tempat tinggal pihak yang dipanggil. Namun, jika pihak tidak dapat ditemukan, panggilan dapat diberikan kepada kepala desa, melalui pengumuman umum, atau bahkan melalui jalur diplomatik untuk pihak yang berada di luar negeri. Prinsip ini diatur dalam Pasal 390 ayat (1) dan (3) HIR serta Pasal 6 ke-7 Rv.
- Waktu Pelaksanaan
Waktu antara panggilan dan sidang harus memberikan kesempatan yang cukup bagi pihak yang dipanggil untuk mempersiapkan diri. Pasal 122 HIR menetapkan minimal tiga hari kerja, sementara Pasal 10 Rv mencantumkan batas yang lebih panjang tergantung jarak geografis. Hari libur dan hari besar dikecualikan dari perhitungan ini. Ingat, keadilan membutuhkan persiapan yang layak.
Cara Praktis Menghitung Tiga Hari Kerja
Bayangkan tangan Anda: jari kelingking adalah hari panggilan, jempol adalah hari sidang, dan tiga jari di antaranya merepresentasikan hari kerja minimum. Metode ini sederhana, namun membantu memastikan panggilan dilakukan dengan patut.
Batas Yurisdiksi: Mengatasi Tantangan Geografis
Jurusita hanya memiliki kewenangan dalam wilayah hukum Pengadilan tempat ia bertugas. Namun, bagaimana jika pihak yang dipanggil berada di luar wilayah tersebut? Solusinya adalah panggilan delegasi, di mana Jurusita Pengadilan di wilayah pihak yang dipanggil mengambil alih tugas. Ketentuan ini tertuang dalam Pasal 5 Rv, menegaskan pentingnya kolaborasi antarwilayah hukum.
Kesimpulan: Mengintegrasikan Sah dan Patut dalam Praktik
Ketika sah dan patut berjalan beriringan, keadilan dalam proses hukum menjadi nyata. Sah memastikan panggilan dilakukan oleh pihak berwenang, sementara patut menjamin pelaksanaannya sesuai dengan norma keadilan dan kepatutan. Prinsip ini bukan sekadar formalitas hukum, tetapi cerminan dari penghormatan terhadap hak asasi manusia dalam sistem peradilan.
Dengan mematuhi prinsip ini, panggilan dari Pengadilan tidak hanya menjadi bagian dari prosedur, tetapi juga alat untuk menegakkan keadilan yang sejati. Hukum yang adil adalah hukum yang dijalankan dengan sah dan patut.
Share this:
- Click to share on WhatsApp (Opens in new window) WhatsApp
- Click to share on Telegram (Opens in new window) Telegram
- Click to share on X (Opens in new window) X
- Click to share on LinkedIn (Opens in new window) LinkedIn
- Click to share on Facebook (Opens in new window) Facebook
- Click to share on Threads (Opens in new window) Threads
- Click to print (Opens in new window) Print
- Click to email a link to a friend (Opens in new window) Email