Optimalisasi Penahanan Kota dan Penahanan Rumah: Langkah Baru Kejaksaan dalam Sistem Peradilan Pidana

“Pedoman Nomor 4 Tahun 2023 memperkuat pengawasan penahanan kota dan rumah dengan alat pengawas elektronik untuk sistem hukum yang lebih efisien.”

Kejaksaan Republik Indonesia telah menetapkan Pedoman Nomor 4 Tahun 2023 Tentang Pengawasan Penahanan Kota dan Penahanan Rumah Pada Tahap Penyidikan dna Penuntutan sebagai panduan baru untuk pengawasan penahanan kota dan penahanan rumah pada tahap penyidikan dan penuntutan. Pedoman ini menggantikan Pedoman Nomor 9 Tahun 2021, dengan penekanan pada penguatan pengawasan melalui penggunaan alat pengawas elektronik. Inisiatif ini diharapkan dapat merespons tantangan kapasitas penahanan yang terbatas dan memastikan proses hukum berjalan secara adil serta efisien.

Latar Belakang dan Tujuan Pedoman

Kapasitas rumah tahanan negara yang sering kali melebihi batas menjadi isu krusial dalam sistem peradilan pidana di Indonesia. Untuk mengatasi permasalahan ini, Kejaksaan mengembangkan mekanisme penahanan alternatif berupa penahanan kota dan penahanan rumah. Pedoman Nomor 4 Tahun 2023 bertujuan untuk mengoptimalkan pengawasan terhadap tersangka atau terdakwa melalui perangkat modern seperti alat pengawas elektronik.

Pedoman ini dirancang sebagai acuan bagi jaksa penyidik dan penuntut umum untuk memastikan bahwa proses penahanan tidak hanya melindungi hak-hak tersangka, tetapi juga mencegah potensi risiko seperti pelarian, penghilangan barang bukti, atau pengulangan tindak pidana.

Prinsip Penahanan: Subjektif dan Objektif

Penahanan dalam sistem hukum Indonesia harus didasarkan pada prinsip subjektif dan objektif. Menurut Pedoman Nomor 4 Tahun 2023, penahanan hanya dapat dilakukan jika terdapat:

Kekhawatiran Subjektif: Risiko bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti, atau mengulangi tindak pidana.

Syarat Objektif: Tindak pidana yang dilakukan memiliki ancaman pidana penjara lima tahun atau lebih, atau secara tegas diatur dalam undang-undang bahwa pelanggaran tersebut memungkinkan penahanan.

Selain itu, pedoman ini mempertimbangkan faktor-faktor tambahan seperti kondisi fisik dan psikis tersangka, dampak sosial tindak pidana, serta relasi dengan korban atau pihak terkait.

Penguatan Melalui Alat Pengawas Elektronik

Salah satu inovasi dalam Pedoman Nomor 4 Tahun 2023 adalah penggunaan alat pengawas elektronik. Perangkat ini memungkinkan pengawasan terhadap tersangka atau terdakwa yang menjalani penahanan kota atau rumah secara real-time. Alat pengawas elektronik ini terhubung dengan unit pengawasan di kantor Kejaksaan, memberikan informasi lokasi tersangka atau terdakwa untuk memastikan kepatuhan mereka terhadap aturan penahanan.

Pemasangan alat pengawas elektronik dilakukan dengan persetujuan tertulis dari tersangka atau terdakwa dan harus didukung dengan surat keterangan sehat. Selama menjalani penahanan, tersangka diwajibkan untuk menjaga alat ini dalam kondisi baik serta melapor secara berkala sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.

Unit Pengawas dan Mekanisme Pelaporan

Unit Pengawas dibangun di tingkat Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi, dan Kejaksaan Negeri. Unit ini bertugas untuk mengelola, mengoperasikan, dan memelihara alat pengawas elektronik. Jika terjadi pelanggaran, seperti alat pengawas yang tidak berfungsi atau tersangka melanggar batas area yang ditentukan, Unit Pengawas wajib melaporkan kejadian tersebut kepada jaksa penyidik atau penuntut umum yang bertanggung jawab.

Selain itu, seluruh aktivitas pemasangan dan pelepasan alat pengawas elektronik harus dilaporkan secara berjenjang ke Jaksa Agung Muda bidang terkait. Proses ini memastikan adanya transparansi dan akuntabilitas dalam pelaksanaan pedoman.

Dampak dan Implikasi

Dengan diterapkannya Pedoman Nomor 4 Tahun 2023, diharapkan ada pengurangan signifikan terhadap overkapasitas di rumah tahanan negara. Penahanan kota dan rumah memberikan alternatif yang lebih manusiawi tanpa mengurangi efektivitas pengawasan hukum. Inovasi ini juga mencerminkan adaptasi sistem peradilan pidana terhadap teknologi modern, memungkinkan proses hukum yang lebih transparan dan akurat.

Di sisi lain, penggunaan alat pengawas elektronik juga membutuhkan pengelolaan dan investasi yang tidak sedikit, baik dari sisi teknologi maupun sumber daya manusia. Keberhasilan implementasi pedoman ini akan sangat bergantung pada kesiapan teknis dan koordinasi antar unit di lingkungan Kejaksaan.

Kesimpulan

Pedoman Nomor 4 Tahun 2023 adalah langkah progresif dalam memperkuat sistem peradilan pidana di Indonesia. Dengan pengawasan yang lebih modern dan efisien, pedoman ini berupaya memberikan keseimbangan antara perlindungan hak-hak tersangka dan kebutuhan akan proses hukum yang efektif. Transformasi ini diharapkan dapat menjadi model bagi reformasi hukum yang berkelanjutan di Indonesia.

chayra law center

Adalah Consulting Firm di Jakarta dengan spesialisasi pada bidang hukum pidana, hukum konstitusi, hukum perdata dan perdagangan.

Untuk informasi lebih lanjut, anda dapat mengakses website kami di https://s.id/lawcenter atau melalui email di chayralawcenter@gmail.com

Share:

More Posts

Berlangganan via Email

Masukkan alamat surel Anda untuk berlangganan blog ini dan menerima pemberitahuan tulisan-tulisan baru melalui surel.

Discover more from Chayra Law Center

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading