KLaSIKA Desak Perubahan Aturan Hak Cipta demi Kebebasan Berkarya di Dunia Musik

KLaSIKA desak revisi UU Hak Cipta yang dinilai menghambat kebebasan berekspresi dan merugikan insan musik Indonesia.”

Koalisi Pembela Insan Musik Indonesia (KLaSIKA) menuntut adanya revisi dan kejelasan hukum atas ketentuan Pasal 9 ayat (2) dan Pasal 113 ayat (2) jo. Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (UUHC). KLaSIKA menilai aturan tersebut dapat menghambat kebebasan berekspresi serta memengaruhi perkembangan kreativitas insan musik di Indonesia.

Enam orang pemohon yang merupakan musisi mengajukan uji materi terhadap pasal-pasal tersebut ke Mahkamah Konstitusi. Mereka berpendapat bahwa hak untuk mengekspresikan diri melalui musik, beserta hak masyarakat untuk mengakses dan mendengarkan lagu-lagu yang mereka bawakan, terancam oleh ketidakpastian hukum yang timbul dari peraturan yang ada.

Para musisi ini, yang kerap membawakan lagu-lagu populer milik musisi Barat seperti The Beatles dan Everly Brothers, serta lagu Indonesia lawas seperti milik Panbers, Farid Hardja, dan D’Mercy’s, merasa bahwa permintaan publik agar mereka menyanyikan lagu-lagu tertentu adalah bagian penting dari karier dan mata pencaharian mereka. Pada saat bersamaan, mereka juga khawatir karena ketentuan hukum yang berlaku bisa menimbulkan ancaman pidana jika musisi tidak mendapatkan izin langsung dari pencipta, meskipun mereka sudah membayar royalti dengan itikad baik melalui Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) atau Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN).

KLaSIKA menilai kondisi ini tidak hanya membatasi kebebasan para musisi dalam berkarya, tetapi juga merugikan penggemar yang ingin menikmati lagu-lagu tersebut. Ketidakpastian hukum ini memberi ruang bagi pencipta untuk melarang musisi membawakan lagu tertentu atau memungut biaya tinggi sebagai syarat perizinan, sehingga berpotensi menimbulkan ketidakadilan.

Anggara Suwahju, Managing Director Chayra Law Center yang menjadi salah satu anggota Tim KLaSIKA, menegaskan bahwa permasalahan ini berawal dari rumusan Pasal 9 ayat (2) dan Pasal 113 ayat (2) UUHC yang tidak memenuhi asas kejelasan. Menurutnya, ketidakpastian ini dapat merugikan musisi dan secara luas berdampak pada terbatasnya hak masyarakat dalam menikmati hiburan yang beragam.

KLaSIKA berharap Mahkamah Konstitusi dapat memberikan putusan yang adil dan komprehensif, sehingga musisi di Indonesia dapat terus menjalankan profesi mereka tanpa rasa takut serta dalam koridor kepastian hukum yang melindungi semua pihak.

Tentang Chayra Law Center

Sebagai salah satu firma hukum terkemuka di Indonesia, Chayra Law Center memiliki rekam jejak yang terbukti dalam menangani berbagai kasus hukum yang kompleks, termasuk di bidang hukum pidana dan korporasi. Dengan tim pengacara yang berpengalaman dan berdedikasi, Chayra Law Center berkomitmen untuk memberikan layanan hukum berkualitas tinggi, dengan fokus pada keadilan dan perlindungan hak asasi manusia.

Melalui keterlibatan aktif dalam isu-isu strategis seperti pembaruan regulasi hak cipta, Chayra Law Center menunjukkan perannya dalam mendukung kebebasan berekspresi, perlindungan hak musisi, dan kepastian hukum yang berpihak pada keadilan sosial

 

 

chayra law center

Adalah Consulting Firm di Jakarta dengan spesialisasi pada bidang hukum pidana, hukum konstitusi, hukum perdata dan perdagangan.

Untuk informasi lebih lanjut, anda dapat mengakses website kami di https://s.id/lawcenter atau melalui email di chayralawcenter@gmail.com

Share:

More Posts

Berlangganan via Email

Masukkan alamat surel Anda untuk berlangganan blog ini dan menerima pemberitahuan tulisan-tulisan baru melalui surel.

Discover more from Chayra Law Center

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading