“Kisah nyata perhitungan uang pengganti dalam kasus korupsi Pembangunan Sarana Air Bersih di Banggai, menggali pelajaran tentang keadilan dan integritas.”
Dalam lipatan sejarah peradilan Indonesia, kasus-kasus korupsi selalu menyita perhatian publik. Tidak terkecuali, kasus yang melibatkan yang terjadi di sebuah proyek yang bertujuan mulia: Pembangunan Sarana Air Bersih.
Kronologi Kasus
Proyek ini, yang seharusnya menjadi solusi bagi kebutuhan dasar masyarakat, malah menjadi panggung bagi tindak pidana korupsi.
Proyek ini, yang dibiayai oleh Dana Alokasi Umum Pemerintah Kabupaten Banggai, yang dikerjakan oleh suatu entitas kontraktor. Pembayaran kepada kontraktor dilakukan dalam beberapa tahap, termasuk pembayaran uang muka dan angsuran, berdasarkan persentase penyelesaian pekerjaan. Namun, ditemukan bahwa pembayaran dilakukan untuk pekerjaan yang tidak dilaksanakan sesuai kontrak, menimbulkan kerugian finansial yang signifikan bagi negara.
Pemeriksaan yang dilakukan oleh Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP) dan Tim Ahli dari Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten Banggai menemukan berbagai ketidaksesuaian dalam pelaksanaan proyek. Mulai dari pengecatan pipa perlintasan yang belum dilakukan, pembuatan kran umum, pembersihan material di lokasi pekerjaan, hingga ketidaksesuaian kedalaman pipa dan jumlah baut/mour yang tidak sesuai standar. Semua temuan ini mengakibatkan jaringan air bersih tidak berfungsi sebagaimana mestinya.
Berdasarkan temuan BPK dan perhitungan oleh Tim Ahli, terjadi penyimpangan yang mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp163.716.829,42. Sayangnya, Terdakwa, sebagai orang yang dipercaya mengawasi proyek, tidak menjalankan tugas dan fungsinya sesuai dengan undang-undang, sehingga merugikan keuangan negara.
Perjalanan Hukum
Perjalanan kasus ini di pengadilan tidaklah singkat. Dari Pengadilan Negeri Palu hingga ke Pengadilan Tinggi Sulawesi Tengah, alasan permohonan kasasi dari Terdakwa ditolak, sedangkan permohonan kasasi dari Penuntut Umum dikabulkan oleh Mahkamah Agung.
Pertimbangan dari Mahkamah Agung
Meskipun Terdakwa telah dijatuhi pidana penjara 1 tahun 4 bulan dan pidana denda sebesar Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), namun Mahkamah Agung menganggap jika hukuman yang dijatuhkan terhadap Terdakwa tidak memadai/tidak setimpal dengan perbuatannya, baik dilihat dari segi edukatif, korektif, preventif.
Namun demikian, Mahkamah Agung memberikan perhatian khusus pada perhitungan nilai kerugian keuangan negara. Keputusan ini diambil dengan mempertimbangkan nilai keuntungan yang secara nyata diterima atau dinikmati oleh Terdakwa dari proyek tersebut.
Kaidah Hukum dari Putusan Mahkamah Agung No 2029 K/PID.SUS/2016
“bahwa Majelis Hakim Agung berpendapat perihal perhitungan nilai kerugian keuangan Negara yang akan dibebankan sebagai uang pengganti dalam perkara ini adalah sebesar nilai keuntungan yang secara nyata diterima atau dinikmati oleh Terdakwa sendiri,”
Epilog
Di ujung perjalanan kasus ini, keadilan yang ditegakkan melalui gavel hakim tidak hanya memberikan hukuman bagi yang bersalah tetapi juga menawarkan harapan untuk pemulihan dan pembelajaran bagi kita semua. Semoga kisah ini menjadi pengingat akan pentingnya kejujuran dan integritas dalam setiap tindakan, serta keberanian untuk melakukan yang benar, demi keadilan dan kesejahteraan bersama.
Share this:
- Click to share on WhatsApp (Opens in new window)
- Click to share on Telegram (Opens in new window)
- Click to share on X (Opens in new window)
- Click to share on LinkedIn (Opens in new window)
- Click to share on Facebook (Opens in new window)
- Click to share on Threads (Opens in new window)
- Click to print (Opens in new window)
- Click to email a link to a friend (Opens in new window)