“Di tengah maraknya layanan kesehatan digital, muncul pertanyaan baru: apakah surat rekomendasi istirahat dari telemedis cukup sah untuk dijadikan dasar cuti sakit? Jawabannya tak sesederhana yang dibayangkan.”
Ketika Layanan Kesehatan Berubah Wajah
Di era digital, akses terhadap layanan medis tak lagi bergantung pada lokasi fisik. Seorang pekerja yang demam tinggi kini bisa berkonsultasi dengan dokter hanya lewat ponsel. Platform telemedis menjadi solusi instan bagi mereka yang kesulitan pergi ke fasilitas kesehatan.
Namun, transformasi ini memunculkan pertanyaan praktis dalam dunia kerja: apakah surat rekomendasi istirahat yang dikeluarkan dari layanan telemedis sah digunakan sebagai dasar pengajuan cuti sakit?
Hak Pekerja atas Upah Saat Sakit
Hukum ketenagakerjaan di Indonesia telah mengatur hak pekerja atas upah meskipun tidak masuk kerja karena sakit. Hal ini tercantum dalam Pasal 93 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 jo. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023, yang menyebut bahwa pekerja yang berhalangan hadir karena sakit tetap berhak atas upah. Namun, syaratnya jelas: ketidakhadiran harus dibuktikan dengan surat keterangan dokter.
Rekomendasi Istirahat dari Telemedis: Apa Bedanya?
Pada praktiknya, layanan platform telemedis tidak mengeluarkan surat keterangan sakit formal sebagaimana dimaksud oleh undang-undang. Dokumen yang diterbitkan umumnya berupa rekomendasi istirahat hasil dari konsultasi daring. Dokumen ini tidak selalu menjelaskan bahwa pasien benar-benar tidak dapat bekerja, melainkan hanya menyarankan waktu istirahat.
Perbedaan ini menjadi penting ketika surat tersebut digunakan dalam konteks administratif perusahaan. Tidak sedikit HRD yang menolak dokumen ini sebagai dasar cuti, karena tidak memenuhi unsur formil sebagai surat keterangan sakit yang sah.
Perusahaan Berhak Menentukan Aturan Internal
Meski dokter yang memberikan rekomendasi melalui telemedis memiliki Surat Izin Praktik (SIP) dan tunduk pada kode etik profesi, pengakuan atas surat tersebut sepenuhnya tergantung pada kebijakan internal perusahaan. Dalam banyak kasus, perusahaan mensyaratkan pemeriksaan langsung oleh dokter sebagai syarat sah cuti sakit.
Hal ini tidak melanggar hukum. Sebaliknya, perusahaan berhak membuat peraturan internal, sepanjang dituangkan dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan (PP), atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB). Dalam konteks inilah kejelasan dan kehati-hatian menjadi penting, agar pekerja tidak terjebak pada ekspektasi yang keliru.
Risiko dan Tantangan dari Pemeriksaan Jarak Jauh
Pemeriksaan medis melalui layanan digital tidak memungkinkan observasi fisik secara menyeluruh. Seorang pasien bisa saja memberikan informasi yang keliru, disengaja ataupun tidak. Tanpa konfirmasi visual, dokter sulit memastikan kebenaran keluhan yang disampaikan. Inilah salah satu alasan mengapa sebagian besar perusahaan belum mengakui surat rekomendasi dari telemedis sebagai dokumen sah untuk cuti sakit.
Perlu Penyesuaian Regulasi di Era Digital
Fenomena ini menunjukkan kebutuhan untuk meninjau ulang regulasi ketenagakerjaan di tengah pesatnya transformasi digital. Ke depan, bukan tidak mungkin akan muncul standar nasional atau sertifikasi khusus untuk surat keterangan medis digital agar dapat diakui dalam konteks hukum dan hubungan industrial.
Namun hingga saat itu, kehati-hatian tetap menjadi prinsip utama. Selama belum ada aturan eksplisit yang mengatur pengakuan surat dari telemedis, perusahaan tetap dibenarkan untuk menetapkan standar administratif sendiri yang lebih ketat.
Pentingnya Aturan Tertulis dalam Perjanjian Kerja
Untuk menghindari kesimpangsiuran, sebaiknya perusahaan menetapkan secara tertulis jenis surat apa yang diakui sebagai dasar cuti sakit. Dengan adanya klausul tersebut dalam dokumen kerja, baik pekerja maupun manajemen memiliki rujukan yang jelas. Hal ini dapat mencegah sengketa dan menciptakan kepastian hukum dalam praktik ketenagakerjaan.
Butuh Konsultasi Hukum?
Apabila Anda membutuhkan konsultasi hukum terkait dengan keabsahan surat dokter, kebijakan cuti sakit, atau penyusunan peraturan ketenagakerjaan di era digital, jangan ragu untuk menghubungi penasihat hukum yang terakreditasi. Pendampingan yang tepat akan membantu menjaga keseimbangan antara kepentingan pekerja dan kepastian hukum bagi pengusaha.
Share this:
- Click to share on WhatsApp (Opens in new window) WhatsApp
- Click to share on Telegram (Opens in new window) Telegram
- Click to share on X (Opens in new window) X
- Click to share on LinkedIn (Opens in new window) LinkedIn
- Click to share on Facebook (Opens in new window) Facebook
- Click to share on Threads (Opens in new window) Threads
- Click to print (Opens in new window) Print
- Click to email a link to a friend (Opens in new window) Email