Salah Kaprah tentang Novum sebagai Bukti Baru

Menjelajahi konsep novum dalam hukum acara pidana Indonesia, bukan hanya sebagai bukti baru, tapi sebagai keadaan atau fakta baru yang penting dalam peninjauan kembali.”

Dalam praktik hukum pidana Indonesia, istilah novum sering disalahartikan sebagai “bukti baru”. Persepsi ini menimbulkan anggapan bahwa tanpa bukti baru, upaya Peninjauan Kembali (PK) tidak dapat diajukan. Namun, benarkah novum berarti bukti baru? Jawabannya: tidak.

Asal Usul dan Makna Sesungguhnya Novum

Kata novum berasal dari bahasa Latin noviter reperta, yang berarti “fakta baru”. Beberapa pakar hukum memberikan penjelasan mendalam mengenai makna novum:

Karjadi dan R. Soesilo menjelaskan bahwa novum adalah keadaan atau peristiwa baru yang sebelumnya tidak pernah ditemukan. Artinya, fakta tersebut belum pernah terungkap dalam proses peradilan sebelumnya.

Hadari Djenawi Tahir mengartikan novum sebagai suatu hal baru yang muncul setelah adanya putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Fakta ini sebelumnya tidak pernah menjadi pembicaraan atau dipersoalkan di pengadilan.

Komariah Emong Sapardjaja menekankan bahwa novum memiliki pengertian dan ruang lingkup yang sangat luas, karena dapat berupa apa saja sepanjang hal tersebut adalah fakta atau keadaan yang menentukan. Intisari terpenting dari suatu novum adalah adanya asas lex tempus, yaitu asas yang berkaitan dengan unsur baru jika dibandingkan dengan kondisi saat persidangan tengah berlangsung.

Martias gelar Imam Radjo Mulano, SH mengartikan novum sebagai “peristiwa baru; peristiwa yang baru tampak”. Ini menegaskan bahwa novum merujuk pada keadaan atau fakta baru yang sebelumnya tidak diketahui atau belum terungkap dalam proses peradilan.

Pasal 263 KUHAP: Keadaan Baru sebagai Dasar PK

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), istilah “bukti baru” tidak digunakan. Pasal 263 ayat 2 huruf a KUHAP menyebutkan:

“Permintaan peninjauan kembali dilakukan atas dasar: a. apabila terdapat keadaan baru yang menimbulkan dugaan kuat, bahwa jika keadaan itu sudah diketahui pada waktu sidang masih berlangsung, hasilnya akan berupa putusan bebas atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum atau tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima atau terhadap perkara itu diterapkan ketentuan pidana yang lebih ringan;”

Dengan demikian, novum dalam konteks hukum pidana Indonesia adalah “keadaan baru” atau “fakta baru”, bukan semata-mata “bukti baru”.

Implikasi Kesalahpahaman Terhadap Proses Hukum

Kesalahpahaman mengenai makna novum memiliki dampak signifikan dalam praktik peradilan. Banyak pihak yang beranggapan bahwa tanpa bukti fisik baru, mereka tidak dapat mengajukan PK. Padahal, novum dapat berasal dari penafsiran baru atas bukti lama yang sebelumnya tidak terlihat atau tidak dipertimbangkan secara tepat.

Bukti Lama, Fakta Baru

Tidak jarang, bukti yang sudah ada dalam berkas perkara mengandung fakta atau keadaan baru yang dapat dijadikan novum. Misalnya, interpretasi baru dari saksi atau ahli, atau temuan tentang prosedur yang dilanggar selama proses peradilan sebelumnya. Fakta-fakta ini, meski berasal dari bukti lama, dapat membuka jalan bagi pengajuan PK karena menghadirkan keadaan baru yang dapat mempengaruhi putusan.

Pentingnya Pemahaman yang Tepat bagi Keadilan

Memahami novum sebagai fakta atau keadaan baru memungkinkan sistem peradilan memberikan kesempatan yang adil bagi terpidana untuk mencari keadilan. Hal ini sejalan dengan prinsip due process of law dan hak asasi manusia dalam mendapatkan peradilan yang jujur dan tidak memihak.

Dengan merujuk pada pandangan para ahli, kita dapat melihat bahwa novum bukan sekadar tentang bukti baru, tetapi lebih luas mencakup fakta atau keadaan yang dapat mengubah arah putusan hukum.

Meluruskan Persepsi untuk Keadilan yang Lebih Baik

Pemahaman yang keliru tentang novum sebagai bukti baru dapat menghambat akses terhadap keadilan. Dengan meluruskan persepsi ini, diharapkan para praktisi hukum dan masyarakat umum dapat lebih memahami mekanisme PK dalam hukum pidana Indonesia. Novum adalah tentang penemuan fakta atau keadaan baru yang berpotensi mengubah putusan hukum, bukan semata-mata tentang menghadirkan bukti baru. Kesadaran ini penting untuk memastikan bahwa setiap individu mendapatkan haknya dalam sistem peradilan yang adil dan transparan.

chayra law center

Adalah Consulting Firm di Jakarta dengan spesialisasi pada bidang hukum pidana, hukum konstitusi, hukum perdata dan perdagangan.

Untuk informasi lebih lanjut, anda dapat mengakses website kami di https://s.id/lawcenter atau melalui email di chayralawcenter@gmail.com

Share:

More Posts

Berlangganan via Email

Masukkan alamat surel Anda untuk berlangganan blog ini dan menerima pemberitahuan tulisan-tulisan baru melalui surel.

Discover more from Chayra Law Center

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading