“Kejaksaan Agung menerbitkan pedoman penyelesaian perkara bagi tersangka, terdakwa, dan terpidana yang berstatus DPO dalam kasus tindak pidana korupsi.”
Pendahuluan
Kasus tindak pidana korupsi di Indonesia menghadapi tantangan besar dalam eksekusi hukum, terutama ketika tersangka, terdakwa, atau terpidana menghilang dan masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO). Kejaksaan Agung, melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), telah menerbitkan Surat Edaran Nomor B-1742/F/Fd.1/08/2017 yang mengatur tata cara penetapan dan penyelesaian perkara dengan tersangka, terdakwa, dan terpidana berstatus DPO.
Pedoman ini bertujuan untuk mengoptimalkan upaya pencarian, penuntutan, dan eksekusi terhadap para pelaku korupsi yang melarikan diri, sekaligus memastikan keadilan dapat ditegakkan secara efektif. Surat edaran ini mengatur mekanisme prosedural mulai dari tahap penyidikan, penuntutan, hingga eksekusi bagi tersangka atau terdakwa yang menghindari proses hukum.
Penetapan DPO pada Tahap Penyidikan
Penetapan seseorang dalam DPO harus melalui prosedur yang sah. Sebelum status DPO diberikan, penyidik wajib memastikan bahwa tersangka telah dipanggil secara resmi sesuai dengan Pasal 112 KUHAP. Jika panggilan tidak dipenuhi, penyidik harus mengumumkan surat panggilan melalui media cetak nasional atau asing jika tersangka merupakan warga negara asing (WNA).
Setelah tujuh hari dari pengumuman tersebut dan tersangka masih tidak hadir, penyidik dapat mengusulkan penetapan DPO dengan melampirkan formulir yang telah ditetapkan. Pejabat yang berwenang menetapkan status DPO adalah Pimpinan Satuan Kerja (Satker) yang menangani perkara tersebut. Setelah penetapan dilakukan, penyidik harus mengajukan permintaan bantuan pencarian kepada Jaksa Agung Muda Intelijen (Jamintel) dan Kepolisian, dengan permintaan laporan tertulis atas tindakan pencarian yang telah dilakukan.
Proses Penuntutan Terhadap Terdakwa DPO
Jika terdakwa tidak memenuhi panggilan resmi dari penuntut umum, maka dalam waktu tujuh hari, surat panggilan harus diumumkan melalui media cetak nasional maupun asing jika terdakwa merupakan WNA. Jika setelah tujuh hari pengumuman terdakwa masih tidak hadir, penuntut umum dapat mengusulkan penetapan status DPO.
Seluruh pemberitahuan dan panggilan terhadap terdakwa yang sudah berstatus DPO harus mengikuti ketentuan Pasal 227 KUHAP. Jika terdakwa tetap tidak ditemukan hingga proses persidangan, maka sidang dapat dilakukan secara in absentia. Surat panggilan akan ditempelkan di kantor Pengadilan Negeri setempat dengan bukti dokumentasi.
Jika terdakwa ditemukan atau ditangkap saat proses persidangan berlangsung, maka penuntut umum harus segera mengajukan permintaan kepada majelis hakim untuk menetapkan status penahanan terhadap terdakwa tersebut.
Eksekusi terhadap Terpidana yang Berstatus DPO
Jika seorang terpidana melarikan diri sebelum pelaksanaan putusan pengadilan, maka tim pelaksana putusan hakim harus melakukan pemeriksaan setempat dengan RT/RW untuk memastikan keberadaan terpidana. Jika terpidana tidak ditemukan, maka Jaksa mengumumkan pencarian melalui media cetak nasional atau asing dalam waktu tujuh hari.
Apabila dalam tujuh hari setelah pengumuman pencarian terpidana masih belum ditemukan, Jaksa dapat mengusulkan status DPO kepada pimpinan satuan kerja yang menangani perkara tersebut. Setelah itu, Jaksa menindaklanjuti dengan meminta bantuan pencarian kepada Jaksa Agung Muda Intelijen serta Kepolisian, termasuk koordinasi dengan Interpol melalui Biro Hukum dan Hubungan Luar Negeri di Kejaksaan Agung.
Putusan in absentia tetap harus dijalankan sesuai dengan Pasal 226 KUHAP, dengan tim pelaksana tetap berkewajiban melaksanakan amar putusan hakim selain pidana badan.
Optimalisasi Penyelesaian Perkara dan Upaya Asset Recovery
Dalam upaya mengoptimalkan penyelesaian perkara di setiap tahap, baik penyidikan, penuntutan, maupun eksekusi, Kejaksaan Agung menekankan pentingnya kerja sama yang erat antara Kejaksaan, Kepolisian, dan otoritas hukum lainnya. Selain menindak para pelaku, upaya asset recovery juga menjadi prioritas untuk mengembalikan kerugian negara akibat tindak pidana korupsi.
Jaksa eksekutor memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa hukuman terhadap pelaku tidak hanya berfokus pada pidana badan tetapi juga pada pemulihan aset yang diperoleh dari hasil tindak pidana korupsi. Koordinasi dengan lembaga terkait sangat diperlukan untuk menelusuri dan menyita aset yang terkait dengan perkara.
Kesimpulan
Penanganan perkara dengan tersangka, terdakwa, atau terpidana yang berstatus DPO memerlukan strategi yang terstruktur dan tegas. Melalui Surat Edaran Jampidsus, Kejaksaan Agung telah menetapkan langkah-langkah sistematis mulai dari tahap penyidikan, penuntutan, hingga eksekusi untuk memastikan bahwa setiap pelaku korupsi dapat diproses sesuai hukum, meskipun mereka berusaha menghindari proses hukum.
Dengan koordinasi yang kuat antara Kejaksaan, Kepolisian, dan lembaga hukum lainnya, diharapkan penegakan hukum terhadap koruptor dapat lebih efektif, termasuk dalam upaya pemulihan aset negara yang dirugikan.
Share this:
- Click to share on WhatsApp (Opens in new window) WhatsApp
- Click to share on Telegram (Opens in new window) Telegram
- Click to share on X (Opens in new window) X
- Click to share on LinkedIn (Opens in new window) LinkedIn
- Click to share on Facebook (Opens in new window) Facebook
- Click to share on Threads (Opens in new window) Threads
- Click to print (Opens in new window) Print
- Click to email a link to a friend (Opens in new window) Email