“Peraturan LKPP Nomor 2 Tahun 2025 memberi kemudahan hukum bagi pelaksanaan pengadaan barang/jasa melalui mekanisme penunjukan langsung dalam program strategis pemerintah, bantuan pemerintah, dan bantuan presiden.”
Dalam upaya mempercepat realisasi program-program strategis nasional, Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) menetapkan Peraturan Nomor 2 Tahun 2025. Peraturan ini menjadi landasan hukum baru bagi pengadaan barang/jasa pemerintah melalui metode penunjukan langsung, khusus untuk pelaksanaan Program Prioritas Pemerintah, Bantuan Pemerintah, dan Bantuan Presiden.
Dengan mekanisme ini, pelaku pengadaan dapat segera menunjuk penyedia barang/jasa tanpa perlu melalui proses tender terbuka yang sering memakan waktu. Syaratnya jelas: penunjukan hanya berlaku jika telah ada arahan presiden secara tertulis melalui risalah rapat, memorandum, atau dokumen resmi lainnya.
Kapan Penunjukan Langsung Dapat Digunakan?
Jika dokumen arahan Presiden secara eksplisit menyebut metode penunjukan langsung, maka pengguna anggaran (PA) dapat langsung melaksanakannya. Namun bila arahan tersebut tidak menyebut metode pengadaan secara eksplisit, maka PA wajib membuat dokumen tertulis disertai analisis mendalam yang menunjukkan bahwa hanya penunjukan langsung yang memungkinkan dari segi waktu atau karakteristik pekerjaan.
Dokumen ini harus dikonfirmasi kepada Menteri Sekretaris Negara sebelum proses dilanjutkan.
Siapa yang Bisa Ditunjuk?
Penunjukan langsung dapat diberikan kepada pelaku usaha yang memenuhi syarat, baik itu BUMN, BUMD, koperasi, badan usaha swasta, hingga perseorangan. Namun, penunjukan ini harus melalui mekanisme pascakualifikasi dan melalui serangkaian tahapan yang jelas dan terdokumentasi.
Prosedur Pascakualifikasi: Lebih Singkat, Tetap Akuntabel
Proses penunjukan langsung yang diatur dalam Pasal 7 mencakup tahapan mulai dari pengundangan, pemberian penjelasan, penyampaian dokumen kualifikasi dan penawaran, evaluasi, klarifikasi dan negosiasi, hingga penetapan pemenang dan penandatanganan kontrak. Tahapan ini terbagi antara Pokja Pemilihan dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), yang masing-masing bertugas pada segmen proses yang berbeda.
Salah satu instrumen pengawasan penting adalah pakta integritas, yang wajib ditandatangani oleh PPK, Pokja, dan penyedia barang/jasa sebagai bentuk komitmen antikorupsi dan transparansi. Format pakta ini tercantum dalam lampiran peraturan.
APIP Terlibat Sejak Awal: Pengawasan Melekat untuk Jaga Integritas
Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) diwajibkan untuk melakukan pendampingan atau probity audit sepanjang proses penunjukan langsung berlangsung. Bahkan sebelum pembayaran, APIP dapat melakukan reviu dokumen kontrak, tanpa menghapus tanggung jawab penuh dari PA/KPA/PPK.
Ini menandakan adanya integrasi antara percepatan pelaksanaan dan penguatan kontrol internal agar program yang bersumber dari anggaran publik berjalan secara transparan dan tepat sasaran.
Digitalisasi Proses: Penunjukan Langsung Berbasis Sistem Elektronik
Seluruh mekanisme penunjukan langsung wajib dilakukan melalui sistem pengadaan elektronik (SPSE). Bila fitur khusus untuk penunjukan langsung belum tersedia, maka sistem wajib memfasilitasi pencatatan resmi sebagai bentuk pertanggungjawaban digital.
Kebijakan ini menandai langkah maju LKPP dalam mengintegrasikan prinsip e-procurement ke dalam seluruh jenis mekanisme pengadaan, termasuk metode penunjukan langsung yang dulunya cenderung bersifat tertutup.
Penutup: Kepastian Regulasi untuk Eksekusi yang Lebih Cepat
Dengan Peraturan LKPP Nomor 2 Tahun 2025 ini, pelaku pengadaan tidak lagi terjebak dalam keraguan prosedural saat melaksanakan arahan langsung dari Presiden. Semua telah diatur secara jelas, cepat, dan tetap menjunjung prinsip kehati-hatian serta akuntabilitas.
Peraturan ini adalah jawaban atas kebutuhan realisasi anggaran yang gesit namun tetap tertib hukum, khususnya untuk proyek-proyek yang menyentuh langsung kepentingan masyarakat.