Menyibak Tabir Keadilan: Kasus Fulan vs. Perusahaan BUMN

“Kasus Fulan vs. Perusahaan BUMN mengungkap pentingnya integritas dan tanggung jawab perusahaan dalam sebuah persoalan hukum.”

Pendahuluan

Kasus hukum sering kali menjadi cermin yang memperlihatkan kompleksitas dan tantangan dalam mencapai keadilan. Salah satu kasus yang menarik perhatian adalah perseteruan hukum antara Fulan dan sebuah perusahaan BUMN, yang menguak berbagai dinamika seputar sengketa perdata di Indonesia.

Kronologi Kasus

Fulan, seorang warga Surabaya, mengajukan gugatan terhadap sebuah perusahaan BUMN, bersama beberapa pihak lainnya termasuk eks karyawan perusahaan tersebut yang terlibat dalam transaksi yang dipersoalkan. Gugatan ini bermula dari pembelian emas batangan yang ternyata tidak sesuai dengan perjanjian, baik dari segi jumlah maupun nilai.

Proses Hukum

Kasus ini berawal dari Pengadilan Negeri Surabaya, yang memutuskan bahwa perusahaan BUMN dan beberapa tergugat lainnya bersalah dan harus membayar ganti rugi kepada Fulan. Putusan ini kemudian dibatalkan oleh Pengadilan Tinggi Surabaya, yang menyatakan bahwa gugatan Fulan ditolak seluruhnya. Tak puas dengan putusan tersebut, Fulan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.

Pasal 1367 KUHPerdata dan Tanggung Jawab Perusahaan

Dalam memori kasasinya, Fulan dan kuasa hukumnya menegaskan bahwa perusahaan BUMN harus bertanggung jawab atas tindakan para karyawannya yang melakukan penipuan dalam kapasitas mereka sebagai karyawan perusahaan. Pasal 1367 KUHPerdata menyatakan bahwa perusahaan bertanggung jawab atas kerugian yang disebabkan oleh perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh karyawannya dalam menjalankan pekerjaannya.

Putusan Mahkamah Agung

Mahkamah Agung memutuskan untuk mengabulkan permohonan kasasi Fulan dan membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Surabaya. Mahkamah Agung menguatkan putusan Pengadilan Negeri Surabaya yang menyatakan bahwa perusahaan BUMN bersama beberapa tergugat lainnya bertanggung jawab atas kerugian yang dialami oleh Fulan. Mahkamah Agung menghukum perusahaan BUMN untuk menyerahkan emas seberat 1.136 kilogram atau membayar sejumlah uang yang setara dengan harga emas pada saat pelaksanaan putusan.

Pendapat Mahkamah Agung dalam Putusan Nomor 1666 K/Pdt/2022

“Bahwa meskipun dalam putusan pidana dalam perkara atas nama Tergugat II Konvensi, Tergugat III Konvensi, Tergugat IV Konvensi, dan Tergugat V Konvensi tidak disebutkan Tergugat I bersalah dan bertanggung jawab atas kerugian dari Penggugat Konvensi akan tetapi terbukti dalam melakukan perbuatan tersebut kedudukan Tergugat II Konvensi sebagai Kepala BELM dan Tergugat III Konvensi sebagai Back Office pada BELM, serta Tergugat IV Konvensi sebagai General Trading Manufacturing and Servis Senior Officer pada Tergugat I merupakan karyawan/bawahan dari Tergugat I Konvensi yang melakukan perbuatan tersebut dalam rangka core bisnis dan kewenangannya melakukan jual beli emas dibawah kendali dan pengawasan Tergugat I Konvensi dan bukan perbuatan personal dari Tergugat II sampai dengan Tergugat IV Konvensi.

Karena pada saat kesepakatan jual beli emas tersebut dilakukan di kantor Tergugat I Konvensi, pada hari dan jam kerja dilakukan dengan Karyawan Tergugat I Konvensi salah satunya Tergugat II Konvensi sebagai Kepala BELM, dan dalam transaksi tersebut dengan menggunakan rekening Tergugat I Konvensi, sehingga atas perbuatan Para Tergugat II sampai dengan IV Konvensi yang melawan hukum melakukan penipuan secara bersama sama yang merugikan Penggugat Konvensi

Maka sesuai ketentuan pasal 1367 KUHPerdata Tergugat I Konvensi yang mempekerjakan Para Tergugat II sampai dengan IV Konvensi sebagai karyawannya harus bertanggung jawab atas kerugian yang ditimbulkan atas kesalahan dari karyawannya tersebut”

Dampak Kasus

Kasus ini memberikan pelajaran penting mengenai tanggung jawab perusahaan terhadap tindakan karyawannya. Perusahaan BUMN, sebagai perusahaan besar, diharapkan untuk memiliki sistem pengawasan yang ketat terhadap aktivitas karyawan mereka agar kejadian serupa tidak terulang. Selain itu, kasus ini juga menyoroti pentingnya integritas dan kejujuran dalam dunia bisnis, serta bagaimana sistem hukum Indonesia berfungsi untuk melindungi hak-hak konsumen.

Refleksi

Melalui kasus ini, kita diingatkan bahwa setiap tindakan memiliki konsekuensi hukum yang harus dipertanggungjawabkan. Integritas dan transparansi dalam berbisnis adalah kunci utama untuk menjaga kepercayaan dan menjauhkan diri dari masalah hukum. Sistem peradilan, meskipun kompleks, ada untuk memastikan bahwa keadilan ditegakkan dan hak-hak setiap individu dilindungi.

Kesimpulan

Kasus Fulan vs. Perusahaan BUMN adalah contoh nyata bagaimana sistem peradilan bekerja untuk menegakkan keadilan di tengah sengketa bisnis yang rumit. Dengan mempelajari kasus ini, kita diajak untuk merenungkan pentingnya integritas, tanggung jawab, dan keadilan dalam setiap aspek kehidupan, khususnya dalam dunia bisnis yang penuh dengan tantangan dan godaan.

chayra law center

Adalah Consulting Firm di Jakarta dengan spesialisasi pada bidang hukum pidana, hukum konstitusi, hukum perdata dan perdagangan.

Untuk informasi lebih lanjut, anda dapat mengakses website kami di https://s.id/lawcenter atau melalui email di chayralawcenter@gmail.com

Share:

More Posts

Berlangganan via Email

Masukkan alamat surel Anda untuk berlangganan blog ini dan menerima pemberitahuan tulisan-tulisan baru melalui surel.

Discover more from Chayra Law Center

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading