Sekarang mungkin saatnya anda harus berhati – hati sebelum mengirim emoji berupa jempol ke atas. Di Kanada, Pengadilan menyatakan bahwa bahwa simbol umum ini dapat mengkonfirmasi bahwa seseorang terikat secara resmi dalam suatu perjanjian.
Dikutip dari New York Times, perkara ini bermula saat seorang petani di Saskatchewan, Chris Achter, bermaksud menjual 87 metrik ton biji rami kepada seorang pembeli, Kent Mickleborough, pada 2021. Pembeli tersebut telah menandatangani kontrak dan mengirimkan foto kontrak tersebut kepada petani melalui pesan online. Balasan dari petani adalah emoji “jempol ke atas.”
Dalam persidangan, Sang petani, Chris Achter, berpendapat bahwa emoji jempol ke atas hanya mengkonfirmasi bahwa saya menerima kontrak biji rami dan bahwa itu bukan mengkonfirmasi bahwa dirinya menyetujui isi dan syarat-syarat perjanjian, sesuai dengan putusan. Chris menyatakan jika dia mengerti pesan teks itu sebagai “kontrak lengkap akan mengikuti melalui faks atau email untuk saya tinjau dan tandatangani.”
Akan tetapi, sang pembeli gandum, Kent Mickleborough, menunjukkan bahwa ketika dia mengirimkan foto kontrak ke ponsel Mr. Achter, dia telah menulis, “Silakan konfirmasikan kontrak biji rami.” Jadi ketika Mr. Achter menjawab dengan emoji jempol ke atas, maka Mr. Achter “setuju dengan kontrak” dan bahwa itu telah menjadi “cara” Mr. Achter untuk menandakan persetujuan.
Dalam persidangan, Pengadilan mencatat fakta jika Chris Achter dan Kent Mickleborough telah memiliki hubungan bisnis yang lama, dan mereka sering berkomunikasi melalui pesan online terkait kontrak. Menurut Pengadilan, mereka telah memahami bahwa pesan singkat seperti “terlihat baik” atau “ok” adalah konfirmasi kontrak. Dengan pertimbangan ini, Pengadilan memutuskan bahwa kontrak ini adalah kontrak yang sah antara kedua belah pihak. Chris Achter dihukum membayar ganti rugi sebesar 82.200 dolar Kanada karena melanggar kontrak.
Dalam pertimbangannya, Pengadilan mengakui bahwa emoji jempol ke atas adalah cara nontradisional untuk ‘mengesahkan’ dokumen selain itu, Pengadilan juga merujuk definisi emoji jempol ke atas dari dictionary.com: “digunakan untuk mengekspresikan persetujuan atau dukungan dalam komunikasi digital, terutama dalam budaya Barat.”
Kasus ini menjadi contoh bagaimana perubahan dalam cara kita berkomunikasi dalam era digital dapat memengaruhi aspek hukum. Penggunaan emoji dalam perbuatan hukum memerlukan penafsiran yang cermat dan kontekstual, serta perhatian pada niat dan maksud pihak yang terlibat.
Walaupun perkara seperti ini belum pernah terjadi di Indonesia, namun ada baiknya kita mulai berhati – hati dan cermat dalam membaca setiap percakapan yang kita kirimkan melalui aplikasi pesan instan
—
Jika Anda memerlukan pendampingan hukum lebih lanjut atau konsultasi online lainnya, silakan kunjungi tautan berikut: https://lawcenter.id/konsultasi-hukum/
Dapatkan solusi hukum yang tepat dan profesional sesuai kebutuhan Anda.
Share this:
- Click to share on WhatsApp (Opens in new window) WhatsApp
- Click to share on Telegram (Opens in new window) Telegram
- Click to share on X (Opens in new window) X
- Click to share on LinkedIn (Opens in new window) LinkedIn
- Click to share on Facebook (Opens in new window) Facebook
- Click to share on Threads (Opens in new window) Threads
- Click to print (Opens in new window) Print
- Click to email a link to a friend (Opens in new window) Email