“RKUHAP 2025 memperkenalkan kembali peran strategis Hakim Pengawas dan Pengamat. Bukan sekadar pengawas formalitas, mereka menjadi aktor kunci dalam memastikan putusan pidana dijalankan secara adil, akuntabel, dan manusiawi.”
Mengawal Pelaksanaan Putusan, Menjaga Keadilan Progresif
Rancangan Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) versi Maret 2025 bukan hanya menyempurnakan teknis penyidikan, penuntutan, dan pembuktian, tetapi juga menata ulang mekanisme pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pengadilan. Di tengah upaya reformasi ini, muncul kembali sosok penting: Hakim Pengawas dan Pengamat—figur yudisial yang ditugaskan ketua pengadilan untuk menjalankan dua mandat utama, yaitu melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana dan mengamati proses pemasyarakatan narapidana.
Tugas pengawasan mereka bertujuan memastikan bahwa setiap putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dilaksanakan sebagaimana mestinya oleh Penuntut Umum. Ini mencakup pidana pokok, pidana tambahan, hingga pidana bersyarat yang dijatuhkan kepada Terpidana. Informasi pelaksanaan putusan diperoleh melalui berita acara pelaksanaan yang ditandatangani Jaksa, kepala lembaga pemasyarakatan, dan Terpidana, dengan tembusan kepada para pihak terkait. Semua data ini dicatat dalam register pengawasan dan pengamatan, yang wajib ditandatangani panitera dan Hakim Pengawas setiap hari kerja.
Namun pengawasan hanyalah satu sisi dari tugas mereka. Di sisi lain, pengamatan dilakukan secara berkelanjutan, bahkan setelah narapidana menyelesaikan masa hukumannya. Dari perilaku narapidana, dinamika pembinaan, hingga efek timbal balik antara sistem pemasyarakatan dan individu pelaku, semua menjadi sumber informasi berharga untuk refleksi pemidanaan. Pengamatan ini bukan hanya administratif, melainkan bahan penelitian yang kelak dapat memengaruhi arah kebijakan hukum pidana nasional.
Jembatan antara Lembaga Pemasyarakatan dan Peradilan
Kepala lembaga pemasyarakatan diwajibkan menyampaikan informasi berkala kepada Hakim Pengawas dan Pengamat, khususnya mengenai narapidana tertentu yang dalam pengamatan. Jika perlu, diskusi lebih lanjut dilakukan antara kedua pihak mengenai metode pembinaan narapidana. Di sinilah terjadi pertukaran data dan gagasan, yang menjadikan pemasyarakatan bukan sekadar pelaksanaan pidana, tapi juga wahana rehabilitasi sosial yang dievaluasi secara objektif.
Hakim Pengawas dan Pengamat juga melibatkan aktor lain dalam sistem peradilan: Penyidik, Advokat yang mewakili Terpidana atau keluarganya, hingga Korban tindak pidana. Bahkan kementerian keuangan dilibatkan, terutama bila ada restitusi atau perampasan aset yang harus dikelola secara akuntabel. Kolaborasi lintas fungsi ini memperkuat prinsip checks and balances dalam pelaksanaan hukum pidana.
Laporan Tiga Bulanan dan Penataan Berbasis Data
Setiap tiga bulan sekali, hasil pengawasan dan pengamatan dilaporkan kepada ketua pengadilan. Laporan ini bukan sekadar formalitas. Ia menjadi jendela untuk melihat apakah pemidanaan masih berada dalam rel keadilan atau mulai menjauh dari prinsip kemanusiaan. Dalam jangka panjang, laporan ini dapat menjadi bahan evaluasi dan pengembangan model pemidanaan berbasis bukti (evidence-based sentencing).
RKUHAP menetapkan bahwa setiap pengadilan harus memiliki minimal tiga Hakim Pengawas dan Pengamat, dengan masa tugas maksimal dua tahun. Penetapan ini bukan administratif semata, melainkan sinyal bahwa tanggung jawab moral atas nasib Terpidana tidak berhenti setelah palu hakim diketuk.
Share this:
- Click to share on WhatsApp (Opens in new window) WhatsApp
- Click to share on Telegram (Opens in new window) Telegram
- Click to share on X (Opens in new window) X
- Click to share on LinkedIn (Opens in new window) LinkedIn
- Click to share on Facebook (Opens in new window) Facebook
- Click to share on Threads (Opens in new window) Threads
- Click to print (Opens in new window) Print
- Click to email a link to a friend (Opens in new window) Email