Alasan Perceraian Yang Disebabkan Perselisihan dan Pertengkaran Yang Terus Menerus

“Alasan perceraian karena perselisihan dan pertengkaran terus menerus diatur dalam Pasal 39 Ayat (2) UU No. 1 Tahun 1974 dan Pasal 116 huruf f Kompilasi Hukum Islam (KHI), diperkuat oleh SEMA No. 3 Tahun 2023 yang menekankan pentingnya bukti nyata, termasuk perpisahan fisik selama minimal enam bulan.”

Indonesia, sebagai negara dengan populasi mayoritas Muslim, memiliki kerangka hukum yang kompleks dalam mengatur urusan perkawinan dan perceraian. Dua sumber hukum yang penting dalam konteks ini adalah Pasal 39 Ayat (2) UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Pasal 116 huruf f Kompilasi Hukum Islam (KHI). Keduanya menjadi landasan dalam menentukan alasan sah untuk perceraian di mata hukum. Dalam artikel ini, kita akan mendalami bagaimana kedua peraturan ini bekerja, dan bagaimana Rumusan Kamar Agama melalui SEMA No. 3 Tahun 2023 memperkuat implementasinya.

Pasal 39 Ayat (2) UU No. 1 Tahun 1974: Alasan Perceraian dalam Hukum Nasional

Pasal 39 Ayat (2) UU No. 1 Tahun 1974 menggarisbawahi pentingnya adanya alasan yang cukup untuk mengajukan perceraian. Dalam konteks ini, alasan yang dimaksud haruslah didasarkan pada kenyataan bahwa antara suami dan istri sudah tidak lagi dapat hidup rukun sebagai pasangan. Ini adalah standar dasar yang dipegang oleh hukum Indonesia untuk melindungi keutuhan rumah tangga, sekaligus memberikan jalan keluar yang legal bagi pasangan yang tidak lagi bisa mempertahankan pernikahan mereka.

Pasal ini bukan hanya memberikan pedoman bagi pengadilan dalam memutus perkara perceraian, tetapi juga menegaskan pentingnya upaya untuk mempertahankan rumah tangga sebelum akhirnya memilih jalan perceraian. Dalam prakteknya, pengadilan sering kali meminta bukti nyata dari ketidakrukunan tersebut, yang bisa berupa kesaksian, dokumen, atau bentuk bukti lainnya yang menunjukkan bahwa kehidupan bersama sudah tidak bisa dipertahankan lagi.

Pasal 116 Huruf F Kompilasi Hukum Islam: Perspektif Hukum Islam terhadap Perceraian

Kompilasi Hukum Islam (KHI), yang menjadi rujukan utama dalam penyelesaian perkara-perkara perkawinan bagi umat Islam di Indonesia, memberikan detail yang lebih spesifik tentang alasan perceraian. Pasal 116 huruf f KHI menyatakan bahwa perceraian dapat dilakukan jika terjadi perselisihan dan pertengkaran terus menerus antara suami dan istri, dan tidak ada harapan untuk kembali hidup rukun.

Pasal ini mempertegas bahwa konflik yang berkepanjangan dalam rumah tangga dapat menjadi dasar yang sah untuk mengakhiri pernikahan. KHI dengan jelas menyatakan bahwa harapan untuk hidup rukun haruslah benar-benar hilang sebelum perceraian dapat dikabulkan. Dalam hal ini, pengadilan agama akan mempertimbangkan sejauh mana konflik tersebut sudah mempengaruhi kehidupan rumah tangga dan apakah upaya-upaya untuk rekonsiliasi sudah dilakukan namun gagal.

SEMA No. 3 Tahun 2023: Penguatan Implementasi Alasan Perceraian

Supreme Court En Banc (SEMA) No. 3 Tahun 2023 memberikan penegasan lebih lanjut mengenai bagaimana Pasal 39 Ayat (2) UU No. 1 Tahun 1974 dan Pasal 116 huruf f KHI diterapkan. SEMA ini menetapkan bahwa untuk mengabulkan perkara perceraian dengan alasan perselisihan dan pertengkaran terus menerus, pengadilan harus memastikan bahwa pasangan tersebut telah berpisah tempat tinggal paling singkat enam bulan, kecuali ada bukti adanya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

Rumusan Kamar Agama dalam SEMA ini menunjukkan adanya kehati-hatian dalam menangani kasus perceraian. SEMA ini juga menegaskan bahwa bukti harus cukup kuat untuk mendukung klaim bahwa tidak ada lagi harapan untuk hidup rukun. Pengadilan tidak hanya melihat perselisihan itu sendiri, tetapi juga dampaknya terhadap kehidupan bersama, termasuk apakah perpisahan fisik sudah terjadi.

Rumusan Kamar Agama, SEMA No 3 Tahun 2023

“Perkara perceraian dengan alasan perselisihan dan pertengkaran terus menerus dapat dikabulkan jika terbukti suami istri terjadi perselisihan dan pertengkaran terus menerus dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga diikuti dengan telah berpisah tempat tinggal paling singkat 6 (enam) bulan kecuali ditemukan fakta hukum adanya Tergugat/Penggugat melakukan KDRT”

Kesimpulan: Implikasi Bagi Pasangan yang Mengajukan Perceraian

Dalam sistem hukum Indonesia, perceraian bukanlah proses yang sederhana. Baik Pasal 39 Ayat (2) UU No. 1 Tahun 1974 maupun Pasal 116 huruf f KHI menggarisbawahi pentingnya alasan yang cukup dan nyata untuk mengakhiri pernikahan. SEMA No. 3 Tahun 2023 kemudian memperkuat implementasi ini dengan menambahkan syarat-syarat tambahan yang harus dipenuhi. Ini semua menunjukkan bahwa negara berupaya menjaga keutuhan rumah tangga sebisa mungkin, namun tetap memberikan jalan keluar yang legal jika pernikahan sudah tidak bisa dipertahankan lagi.

Pasangan yang ingin mengajukan perceraian dengan alasan perselisihan terus menerus harus mempersiapkan bukti yang cukup, termasuk bukti bahwa mereka sudah berpisah tempat tinggal selama minimal enam bulan. Tanpa bukti yang kuat, pengadilan mungkin tidak akan mengabulkan permohonan mereka. Ini adalah bentuk perlindungan bagi kedua belah pihak agar perceraian hanya terjadi jika benar-benar tidak ada harapan untuk mempertahankan pernikahan.

chayra law center

Adalah Consulting Firm di Jakarta dengan spesialisasi pada bidang hukum pidana, hukum konstitusi, hukum perdata dan perdagangan.

Untuk informasi lebih lanjut, anda dapat mengakses website kami di https://s.id/lawcenter atau melalui email di chayralawcenter@gmail.com

Share:

More Posts

Berlangganan via Email

Masukkan alamat surel Anda untuk berlangganan blog ini dan menerima pemberitahuan tulisan-tulisan baru melalui surel.

Discover more from Chayra Law Center

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading