“Permenkumham Nomor 2 Tahun 2025 mengatur verifikasi dan pengawasan pemilik manfaat korporasi untuk meningkatkan transparansi bisnis di Indonesia. Simak kewajiban korporasi dan sanksi bagi yang tidak patuh.”
Pendahuluan
Transparansi dalam dunia bisnis merupakan elemen penting untuk menciptakan kepercayaan dan mencegah praktik ilegal seperti pencucian uang dan pendanaan terorisme. Untuk memastikan hal tersebut, Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) telah menerbitkan Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 2 Tahun 2025 tentang Verifikasi dan Pengawasan Pemilik Manfaat Korporasi.
Regulasi ini hadir sebagai langkah untuk meningkatkan akurasi data pemilik manfaat (beneficial ownership) sekaligus mengoptimalkan kepatuhan korporasi dalam pelaporan informasi pemilik manfaat. Hal ini penting mengingat pemilik manfaat sering kali berperan sebagai pihak yang memiliki kendali tertinggi dalam perusahaan, namun tidak selalu tercatat secara eksplisit dalam dokumen korporasi.
Definisi Pemilik Manfaat dan Korporasi
Dalam Permenkumham ini, Pemilik Manfaat didefinisikan sebagai orang perseorangan yang memiliki kemampuan untuk menunjuk atau memberhentikan direksi, dewan komisaris, atau pengurus pada suatu korporasi. Pemilik manfaat juga memiliki hak atas dan/atau menerima manfaat dari korporasi baik secara langsung maupun tidak langsung, termasuk sebagai pemilik sebenarnya dari dana atau saham perusahaan.
Sedangkan yang dimaksud dengan korporasi mencakup berbagai bentuk badan usaha seperti perseroan terbatas, yayasan, perkumpulan, koperasi, persekutuan komanditer, firma, hingga persekutuan perdata.
Kewajiban Korporasi dalam Menentukan Pemilik Manfaat
Setiap korporasi diwajibkan untuk menetapkan pemilik manfaat melalui penerapan prinsip Mengenali Pemilik Manfaat (Know Your Beneficial Owner/KYBO). Dalam pelaksanaannya, korporasi harus melakukan beberapa langkah penting, yaitu:
- Identifikasi dan Verifikasi Pemilik Manfaat
Korporasi wajib melakukan pemeriksaan secara menyeluruh untuk memastikan siapa individu yang memiliki kendali tertinggi atas perusahaan. - Penetapan Pemilik Manfaat
Setelah melakukan verifikasi, korporasi wajib secara resmi menetapkan siapa pemilik manfaatnya. - Penyampaian Informasi Pemilik Manfaat kepada Menteri
Informasi yang telah diverifikasi harus dilaporkan secara elektronik melalui Sistem Administrasi Hukum Umum (AHU Online) yang dikelola oleh Ditjen Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU).
Selain itu, korporasi juga diwajibkan untuk memperbarui informasi pemilik manfaat secara berkala setiap tahun guna memastikan data yang tersedia tetap akurat dan terkini.
Peran Notaris dan Instansi Berwenang
Permenkumham ini juga menempatkan peran penting pada Notaris dalam proses verifikasi. Notaris berwenang untuk melakukan pengecekan dokumen pendukung guna memastikan kebenaran informasi pemilik manfaat yang disampaikan oleh korporasi.
Selain itu, Menteri Hukum dan HAM melalui Direktur Jenderal AHU juga berwenang melakukan verifikasi lebih lanjut terhadap informasi yang disampaikan oleh korporasi. Bahkan, jika ditemukan ketidaksesuaian data, Kemenkumham dapat melakukan pemeriksaan mendalam, baik secara langsung melalui pemanggilan maupun secara tidak langsung melalui verifikasi dokumen.
Sanksi bagi Korporasi yang Tidak Patuh
Untuk mendorong kepatuhan korporasi dalam melaporkan pemilik manfaat, Permenkumham ini mengatur berbagai bentuk sanksi administratif yang efektif dan tegas, yaitu:
- Teguran berupa pemberitahuan elektronik kepada korporasi yang belum melaporkan pemilik manfaatnya.
- Pencantuman dalam Daftar Hitam (Blacklist) bagi korporasi yang mengabaikan kewajiban pelaporan. Korporasi yang masuk daftar hitam berisiko kehilangan kepercayaan dari mitra bisnis dan lembaga keuangan.
- Pemblokiran akses AHU Online yang menghambat korporasi untuk melakukan perubahan data atau administrasi hukum lainnya hingga kewajiban pelaporan pemilik manfaat dipenuhi.
Urgensi Regulasi ini bagi Dunia Bisnis
Penerbitan Permenkumham ini merupakan langkah strategis untuk meningkatkan transparansi korporasi di Indonesia. Regulasi ini tidak hanya berfungsi untuk mendukung upaya pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme, tetapi juga memberikan dampak positif bagi dunia usaha.
Dengan keterbukaan informasi pemilik manfaat, pihak-pihak yang berinteraksi dengan korporasi — termasuk investor, mitra bisnis, dan lembaga keuangan — dapat memiliki kepercayaan yang lebih besar terhadap kredibilitas perusahaan.
Selain itu, regulasi ini diharapkan mampu meningkatkan reputasi Indonesia di dunia internasional dalam hal transparansi bisnis, sejalan dengan upaya negara untuk menjadi anggota penuh Financial Action Task Force (FATF) — lembaga global yang berperan dalam penegakan standar internasional terkait pencegahan pencucian uang dan pendanaan terorisme.
Kesimpulan
Permenkumham Nomor 2 Tahun 2025 tentang Verifikasi dan Pengawasan Pemilik Manfaat Korporasi menjadi instrumen hukum yang sangat penting untuk menciptakan sistem bisnis yang lebih transparan, akuntabel, dan terpercaya di Indonesia.
Dengan adanya regulasi ini, korporasi diharapkan dapat memenuhi kewajiban pelaporan pemilik manfaat dengan benar dan tepat waktu. Di sisi lain, aparat penegak hukum dan instansi berwenang dapat memanfaatkan data pemilik manfaat ini sebagai instrumen penting dalam mendeteksi potensi tindak pidana ekonomi yang melibatkan korporasi.
Share this:
- Click to share on WhatsApp (Opens in new window) WhatsApp
- Click to share on Telegram (Opens in new window) Telegram
- Click to share on X (Opens in new window) X
- Click to share on LinkedIn (Opens in new window) LinkedIn
- Click to share on Facebook (Opens in new window) Facebook
- Click to share on Threads (Opens in new window) Threads
- Click to print (Opens in new window) Print
- Click to email a link to a friend (Opens in new window) Email