“Rancangan KUHAP Maret 2025 memberikan perhatian besar pada posisi saksi dalam sistem peradilan pidana. Perlindungan hukum, jaminan keamanan, dan kejelasan prosedur menjadi bagian penting dalam memastikan kesaksian yang adil dan tidak memberatkan secara pribadi.”
Dalam sistem peradilan pidana, saksi kerap menjadi tumpuan kebenaran materil. Namun dalam praktiknya, perlindungan terhadap saksi sering kali minim. Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) versi Maret 2025 menjawab persoalan ini secara sistematis dengan mempertegas kedudukan saksi sebagai subjek yang dilindungi hukum, bukan semata-mata sumber keterangan.
Rancangan ini tidak hanya memperbarui kerangka hukum yang sudah usang, tetapi juga menyelaraskannya dengan prinsip konstitusional dan standar internasional hak asasi manusia. Dalam konteks ini, saksi tidak lagi dilihat sebagai alat bukti belaka, tetapi sebagai individu yang memiliki hak dan perlindungan yang harus dihormati negara.
Hak dan Perlindungan yang Diberikan kepada Saksi
Saksi dalam RKUHAP 2025 didefinisikan sebagai seseorang yang memberikan keterangan berdasarkan pengalaman langsung—melihat, mendengar, atau mengalami sendiri—maupun seseorang yang memiliki informasi atau data penting terkait tindak pidana. Peran mereka sangat vital dalam proses penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan pengadilan.
Yang menarik, RKUHAP secara eksplisit mengatur hak-hak saksi. Mereka berhak didampingi advokat, memberikan keterangan tanpa tekanan, menolak menjawab pertanyaan menjerat, serta menolak menjawab pertanyaan yang dapat memberatkan diri mereka sendiri. Hak atas kerahasiaan identitas, jaminan keamanan pribadi dan keluarga, serta penggantian biaya transportasi juga diperjelas.
Lebih lanjut, saksi yang tidak memahami bahasa Indonesia wajib didampingi juru bahasa. Bahkan, dalam kondisi tertentu seperti anak-anak, orang dengan gangguan kejiwaan, atau mereka yang diwajibkan menjaga rahasia jabatan, RKUHAP memberikan pengecualian dan perlakuan khusus. Hal ini memastikan bahwa kesaksian yang diberikan tidak menjadi alat kriminalisasi, tetapi justru penopang keadilan.
Batasan Kelayakan sebagai Saksi
RKUHAP juga mengatur secara rinci siapa saja yang tidak layak didengar sebagai saksi, seperti mereka yang memiliki hubungan darah atau perkawinan dengan terdakwa hingga derajat tertentu, atau pihak yang memiliki kepentingan langsung dalam perkara. Tujuannya jelas: menghindari konflik kepentingan dan menjaga objektivitas proses persidangan.
Mekanisme Saksi Mahkota: Perimbangan antara Keadilan dan Efektivitas Penuntutan
Salah satu elemen inovatif dalam RKUHAP 2025 adalah mekanisme saksi mahkota—yakni tersangka atau terdakwa yang peranannya paling ringan dalam perkara yang sama, dan bersedia membantu mengungkapkan pelaku utama. Ini bukan hal baru dalam praktik internasional, tetapi di Indonesia, mekanisme ini kini diberi dasar hukum yang lebih tegas dan transparan.
Penunjukan saksi mahkota harus melalui kesepakatan tertulis antara penuntut umum, calon saksi mahkota, dan advokatnya. Perjanjian ini memuat syarat kesaksian, tindak pidana yang akan dituntut, serta imbalan hukum berupa pengurangan ancaman pidana—tidak menuntut pidana mati atau pidana seumur hidup, misalnya.
Tersangka yang bukan berperan paling ringan juga bisa ditawari posisi saksi mahkota bila mereka bersedia memberikan informasi substantif yang krusial. Namun, keabsahan kesaksian tetap berada dalam kewenangan hakim untuk menilai.
Menjaga Kepercayaan Publik terhadap Proses Peradilan
Perlindungan dan pemenuhan hak-hak saksi adalah kunci untuk menciptakan sistem peradilan yang adil dan bermartabat. RKUHAP 2025 mencoba menggeser paradigma dari sekadar pencarian bukti menjadi pemeliharaan martabat dan perlindungan seluruh pihak yang terlibat.
Dalam kerangka ini, saksi diposisikan bukan hanya sebagai alat pembuktian belaka, tetapi sebagai warga negara yang hak-haknya dijamin dalam proses penegakan hukum. Ini mencerminkan semangat hukum acara pidana modern: keadilan tidak boleh diraih dengan mengorbankan siapa pun.
Kesimpulan: Perlindungan Saksi adalah Pilar Reformasi Sistem Peradilan Pidana
RKUHAP 2025 menandai babak baru reformasi system peradilan pidana di Indonesia. Melalui pengaturan yang lebih rinci dan humanis terhadap peran serta hak-hak saksi, negara tidak hanya meningkatkan kualitas peradilan pidana, tetapi juga memperkuat fondasi kepercayaan publik terhadap sistem hukum.
Dengan menempatkan saksi pada posisi yang setara dalam perlindungan hukum, RKUHAP 2025 tidak hanya memperbaiki prosedur, tetapi juga memanusiakan proses hukum itu sendiri.
Share this:
- Click to share on WhatsApp (Opens in new window) WhatsApp
- Click to share on Telegram (Opens in new window) Telegram
- Click to share on X (Opens in new window) X
- Click to share on LinkedIn (Opens in new window) LinkedIn
- Click to share on Facebook (Opens in new window) Facebook
- Click to share on Threads (Opens in new window) Threads
- Click to print (Opens in new window) Print
- Click to email a link to a friend (Opens in new window) Email