“Kasus korupsi seorang Hakim Agung yang didakwa menerima suap kembali mencuat setelah Mahkamah Agung menolak kasasi KPK. Artikel ini membahas secara rinci pertimbangan hukum yang mendasari putusan tersebut.”
Pengantar
Kasus korupsi sering kali melibatkan prosedur hukum yang kompleks dan memerlukan analisis mendalam. Salah satu kasus terbaru yang menarik perhatian publik adalah kasus seorang Hakim Agung yang didakwa melakukan tindak pidana korupsi. Artikel ini akan menguraikan dan menganalisis putusan Mahkamah Agung terkait kasus ini.
Latar Belakang Kasus
Seorang Hakim Agung, didakwa melakukan tindak pidana korupsi. Terdakwa diajukan di depan persidangan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Bandung dan didakwa melanggar Pasal 12 huruf c juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP dan melanggar Pasal 11 huruf c juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP
Proses Persidangan
Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi menuntut terdakwa dengan pidana penjara selama 11 tahun dan denda sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) subsidiair 6 bulan kurungan. Tuntutan ini didasarkan pada bukti-bukti yang disita, termasuk berbagai dokumen transaksi keuangan dan bukti kepemilikan aset yang terkait dengan tindak pidana korupsi.
Putusan Pengadilan Negeri Bandung
Pada tanggal 1 Agustus 2023, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Bandung memutuskan bahwa terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dalam dakwaan alternatif pertama maupun kedua. Akibatnya, terdakwa dibebaskan dari segala dakwaan dan hak-haknya dipulihkan.
Proses Kasasi
Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi tidak menerima putusan ini dan mengajukan permohonan kasasi. Dalam permohonannya, Penuntut Umum mengajukan memori kasasi yang diterima oleh Kepaniteraan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Bandung pada tanggal 21 Agustus 2023. Kasus ini kemudian diperiksa oleh Mahkamah Agung.
Alasan Kasasi dari Penuntut Umum
Alasan kasasi Penuntut Umum sebagaimana dalam memori kasasi tanggal 21 Agustus 2023 pada pokoknya menyatakan:
- Judex facti tidak menerapkan hukum pembuktian sebagaimana diatur dalam KUHAP: Penuntut Umum menolak pertimbangan bahwa tidak ada minimal dua alat bukti yang sah yang membuktikan terdakwa telah menerima hadiah atau janji. Menurut Penuntut Umum, mereka telah menerapkan hukum pembuktian secara menyeluruh dan menggunakan minimal dua alat bukti sah sebagaimana ketentuan Pasal 184 Ayat (1) KUHAP, berbeda dengan pembuktian yang dilakukan secara parsial oleh judex facti.
- Judex facti salah menghargai keterangan saksi yang tidak konsisten: Judex facti hanya mempertimbangkan keterangan satu saksi, padahal keterangannya tidak konsisten. Awalnya, saksi tersebut tidak mengakui perbuatan menerima uang SGD20.000 di hadapan penyidik dan pada saat dipanggil oleh terdakwa setelah peristiwa OTT oleh KPK. Namun, pada pemeriksaan berikutnya, saksi itu mengakui perbuatannya.
- Judex facti telah salah mengabaikan alat bukti yang berkesesuaian: Keterangan-keterangan saksi yang bersesuaian diabaikan, padahal keterangan tersebut menunjukkan bukti bahwa perbuatan penerimaan suap oleh terdakwa dilakukan secara bersama-sama dengan peran masing-masing untuk mewujudkan anasir delik secara sempurna.
- Judex facti telah salah mempertimbangkan fakta di luar persidangan: Pertimbangan judex facti terlihat ada kecenderungan untuk membuat pertimbangan hukum yang tidak ada dalam surat dakwaan Penuntut Umum maupun dalam surat tuntutan dan karenanya tidak terungkap di persidangan.
- Judex facti salah mengabaikan alat bukti petunjuk: Judex facti tidak mempertimbangkan alat bukti petunjuk berupa komunikasi atau chat melalui aplikasi WhatsApp.
- Judex facti tidak menerapkan hukum pembuktian sebagaimana diatur dalam Pasal 183 KUHAP: Pertimbangan judex facti mengesampingkan fakta keterangan saksi tersebut serta keterangan saksi lain bahwa seluruh perkara yang ditangani oleh terdakwa sesuai dengan kebijakan dari terdakwa yaitu resume sampai dengan draft advise blaad yang dibuat oleh asisten-asisten terdakwa.
- Pertimbangan dan kesimpulan judex facti bertentangan dengan asas “The Binding Force of Precedent” (asas Preseden): Putusan judex facti bertentangan dengan putusan-putusan sebelumnya yang berkaitan dengan unsur “Memberi atau menjanjikan sesuatu” serta “Dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili.”
Pertimbangan Mahkamah Agung
Mahkamah Agung menolak kasasi dari Penuntut Umum dengan beberapa pertimbangan penting sebagai berikut:
- Keterangan Saksi: Seorang penting menerangkan bahwa ia tidak pernah membicarakan atau menyerahkan uang terkait perkara kasasi Nomor 326 K/Pid/2022 kepada terdakwa. Keterangan ini sesuai dengan pengakuan terdakwa yang tidak mengetahui adanya pengurusan perkara tersebut hingga adanya Operasi Tangkap Tangan (OTT) dari KPK.
- Rantai Komunikasi: Komunikasi terkait pengurusan perkara kasasi hanya terjadi antara pihak-pihak tertentu tanpa melibatkan langsung terdakwa. Saksi-saksi yang terlibat tidak pernah berhubungan langsung atau tidak langsung dengan terdakwa terkait pengurusan perkara tersebut.
- Teori Representasi: Mahkamah Agung menolak penerapan teori representasi yang diajukan Penuntut Umum, yang menyatakan bahwa meskipun uang suap tidak sampai ke terdakwa, para saksi yang terlibat dalam pengurusan perkara tersebut dapat dianggap mewakili terdakwa. Mahkamah Agung berpendapat bahwa tidak ada bukti ucapan atau tindakan dari terdakwa yang memerintahkan atau mengetahui perbuatan saksi penting tersebut.
- Penghapusan Chat: Fakta bahwa terdakwa memerintahkan saksi Prasetyo Nugroho untuk menghapus percakapan melalui WhatsApp tidak membuktikan apapun karena Penuntut Umum tidak dapat membuktikan isi percakapan yang telah dihapus tersebut.
Putusan Akhir
Berdasarkan pertimbangan tersebut, Mahkamah Agung memutuskan bahwa terdakwa tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana yang didakwakan oleh Penuntut Umum. Kasasi dari Penuntut Umum ditolak, dan terdakwa dibebaskan dari segala dakwaan.
Pendapat Mahkamah Agung dalam Putusan No 5241 K/Pid.Sus/2023
“Bahwa teori representasi yang diungkap Penuntut Umum adalah tepat dalam konteks prasangka dan pola pikir dari Saksi Ta dan atau Saksi TYP yang memunculkan sikap batin Saksi Ta dan Saksi TYP yang meyakini PN sebagai asisten dari Terdakwa adalah representasi Terdakwa. Oleh karena itu meskipun uang suap tidak sampai kepada Terdakwa, maka Saksi Ta dan TYP tetap dapat dikenakan delik penyuapan. Teori representasi tersebut tidak serta merta dapat diterapkan kepada Terdakwa, oleh karena sekalipun Saksi PN adalah asisten Terdakwa, namun dalam persidangan tidak terungkap adanya ucapan dan atau tindakan dari Terdakwa memerintahkan/mengetahui/menyetujui perbuatan PN dalam kaitan “Pengurusan perkara Nomor 326 K/Pid/2002”, sehingga perbuatan Saksi PN diluar pengetahuan dan kendali dari Terdakwa selain membantu membuat pendapat hukum (advise blaad) yang menjadi tugas pokok sebagai Asisten Hakim Agung, maka dengan demikian perbuatan hukum yang dilakukan oleh Saksi PN tetap menjadi tanggung jawab pribadi Saksi PN”
Kesimpulan
Kasus ini menunjukkan betapa pentingnya ketelitian dalam proses hukum, terutama dalam kasus-kasus korupsi yang melibatkan pejabat tinggi. Putusan Mahkamah Agung ini menjadi bukti bahwa setiap dakwaan harus didukung oleh bukti yang kuat dan tidak hanya berdasarkan asumsi atau teori yang tidak dapat dibuktikan secara hukum.
Sebagai masyarakat, kita harus mendukung upaya pemerintah dan lembaga penegak hukum dalam memberantas korupsi dengan tidak terlibat dalam praktik korupsi, melaporkan tindak pidana korupsi yang kita ketahui, dan terus mengawasi transparansi dalam pemerintahan.
Share this:
- Click to share on WhatsApp (Opens in new window) WhatsApp
- Click to share on Telegram (Opens in new window) Telegram
- Click to share on X (Opens in new window) X
- Click to share on LinkedIn (Opens in new window) LinkedIn
- Click to share on Facebook (Opens in new window) Facebook
- Click to share on Threads (Opens in new window) Threads
- Click to print (Opens in new window) Print
- Click to email a link to a friend (Opens in new window) Email