Perampasan Barang dalam Kasus Korupsi: Apakah Masih Bisa Digugat?

“Perampasan barang dalam kasus korupsi masih bisa digugat? Simak aturan terbaru dalam Perma 2/2022 yang mengatur tata cara keberatan pihak ketiga beriktikad baik.”

Pendahuluan

Dalam pemberantasan tindak pidana korupsi, perampasan barang sering kali menjadi bagian dari putusan pengadilan. Barang yang digunakan, dihasilkan, atau berhubungan dengan tindak pidana korupsi dapat dirampas oleh negara sebagai bentuk pemulihan keuangan negara dan efek jera bagi pelaku. Namun, bagaimana jika barang yang dirampas ternyata bukan milik terdakwa, melainkan milik pihak ketiga yang tidak terlibat dalam kejahatan tersebut?

Untuk memberikan kepastian hukum, Mahkamah Agung (MA) menerbitkan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 2 Tahun 2022, yang mengatur tata cara penyelesaian keberatan dari pihak ketiga yang beriktikad baik terhadap putusan perampasan barang dalam perkara tindak pidana korupsi. Regulasi ini membuka ruang bagi pemilik sah untuk menggugat perampasan barangnya dan mendapatkan keadilan.

Bisakah Perampasan Barang dalam Kasus Korupsi Digugat?

Perma Nomor 2 Tahun 2022 memberikan jalur hukum bagi pihak ketiga yang merasa dirugikan akibat perampasan aset dalam kasus korupsi. Gugatan keberatan ini hanya dapat diajukan oleh pihak ketiga yang beriktikad baik, yaitu mereka yang dapat membuktikan bahwa barang tersebut memang miliknya dan tidak ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi.

Dalam praktiknya, tidak jarang terjadi kasus di mana aset yang dirampas adalah milik perusahaan atau individu yang sah, tetapi dianggap sebagai bagian dari hasil kejahatan karena berada dalam penguasaan terdakwa. Dengan adanya Perma ini, pihak ketiga memiliki kesempatan untuk memperjuangkan haknya melalui mekanisme keberatan di pengadilan.

Siapa yang Bisa Mengajukan Keberatan?

Pihak ketiga yang dapat mengajukan keberatan adalah mereka yang memiliki bukti kepemilikan sah atas barang yang dirampas. Mereka bisa berupa individu, perusahaan, atau institusi yang memiliki keterkaitan hukum dengan barang tersebut. Secara spesifik, pemohon keberatan bisa berasal dari:

  • Pemilik sah barang yang dirampas, baik perorangan maupun badan hukum.
  • Pengampu atau wali dari pemilik barang.
  • Kurator dalam perkara kepailitan, jika barang tersebut masuk dalam aset perusahaan yang sedang dalam proses pailit.

Pihak yang mengajukan keberatan harus bisa membuktikan bahwa ia memperoleh barang tersebut sebelum dilakukan penyidikan dan penyitaan, serta tidak memiliki hubungan dengan tindak pidana korupsi yang melibatkan terdakwa.

Batas Waktu Pengajuan Keberatan

Keberatan atas perampasan barang harus diajukan dalam waktu paling lambat 2 bulan setelah putusan pengadilan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum. Jika putusan dilakukan di tingkat banding atau kasasi, maka keberatan harus diajukan dalam 2 bulan sejak salinan putusan diberitahukan kepada para pihak.

Tenggat waktu ini menjadi krusial karena setelah melewati batas yang ditentukan, pihak ketiga tidak lagi memiliki kesempatan untuk menggugat perampasan asetnya.

Bagaimana Proses Keberatan Diajukan?

Pihak yang merasa dirugikan harus mengajukan permohonan keberatan secara tertulis ke pengadilan tindak pidana korupsi yang memutus perkara pada tingkat pertama. Setelah permohonan didaftarkan, Ketua/Kepala Pengadilan akan menunjuk majelis hakim yang berbeda dari hakim yang menangani perkara pokok untuk memeriksa permohonan keberatan.

Proses pemeriksaan melibatkan beberapa tahap, di antaranya:

  1. Pemeriksaan identitas pemohon dan termohon (penuntut umum/KPK).
  2. Pembacaan keberatan oleh pemohon.
  3. Pembacaan tanggapan dari pihak termohon.
  4. Pembuktian dari kedua belah pihak.
  5. Penetapan pengadilan atas keberatan yang diajukan.

Apa Hasil dari Keberatan yang Diajukan?

Jika keberatan dikabulkan, maka pengadilan akan menyatakan bahwa barang tersebut tidak seharusnya dirampas. Pengadilan akan menginstruksikan kepada penuntut umum untuk segera mengembalikan barang kepada pemohon. Jika barang tersebut sudah dilelang atau dimusnahkan, maka negara wajib memberikan ganti rugi sesuai dengan nilai barang yang telah disita.

Sebaliknya, jika keberatan ditolak, maka barang tetap dianggap sah untuk dirampas dan tidak bisa dikembalikan kepada pihak ketiga.

Apakah Masih Bisa Mengajukan Kasasi?

Jika pemohon merasa tidak puas dengan putusan keberatan, mereka dapat mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung paling lambat 14 hari setelah putusan diucapkan atau diberitahukan. Namun, yang perlu diperhatikan adalah setelah putusan kasasi memiliki kekuatan hukum tetap, maka tidak dapat diajukan peninjauan kembali (PK).

Pelaksanaan Putusan Keberatan

Setelah keberatan dikabulkan dan memiliki kekuatan hukum tetap, jaksa atau penuntut umum wajib melaksanakan putusan tersebut dalam waktu 30 hari. Jika barang yang dirampas sudah masuk dalam penguasaan Kementerian Keuangan, maka kementerian wajib mengembalikan atau mengganti nilai barang tersebut kepada pemohon dalam jangka waktu yang sama.

Dampak Perma Nomor 2 Tahun 2022 bagi Penegakan Hukum

Peraturan ini memberikan kepastian hukum bagi pihak ketiga yang tidak bersalah agar haknya tidak dirugikan akibat perampasan aset dalam kasus korupsi. Regulasi ini juga menjadi mekanisme kontrol agar perampasan barang dilakukan dengan hati-hati dan selektif, sehingga tidak terjadi kesalahan dalam eksekusi putusan pengadilan.

Di sisi lain, Perma ini tetap memastikan bahwa perampasan aset dalam tindak pidana korupsi berjalan efektif, tanpa mengorbankan hak-hak individu atau entitas yang beriktikad baik. Dengan adanya mekanisme keberatan yang jelas, kini pemilik sah memiliki jalur hukum yang dapat ditempuh untuk mempertahankan hak miliknya.

Kesimpulan

Perampasan barang dalam kasus korupsi masih bisa digugat jika barang tersebut bukan milik terdakwa dan pemiliknya memiliki bukti kepemilikan sah. Perma Nomor 2 Tahun 2022 memberikan mekanisme keberatan bagi pihak ketiga yang beriktikad baik, dengan prosedur yang jelas dan batas waktu yang ketat.

Dengan regulasi ini, keseimbangan antara pemulihan aset negara dan perlindungan hak kepemilikan individu dapat terjaga. Bagi pihak yang merasa dirugikan, memahami prosedur hukum ini menjadi langkah penting untuk memperoleh keadilan.

 

chayra law center

Adalah Consulting Firm di Jakarta dengan spesialisasi pada bidang hukum pidana, hukum konstitusi, hukum perdata dan perdagangan.

Untuk informasi lebih lanjut, anda dapat mengakses website kami di https://s.id/lawcenter atau melalui email di chayralawcenter@gmail.com

Share:

More Posts

Berlangganan via Email

Masukkan alamat surel Anda untuk berlangganan blog ini dan menerima pemberitahuan tulisan-tulisan baru melalui surel.

Discover more from Chayra Law Center

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading