“Prejudiciel geschill, sebuah konsep hukum yang memungkinkan sengketa perdata dan pidana diselesaikan secara berurutan, telah lama diterapkan di Indonesia. Dalam putusan Pengadilan Tinggi Banjarmasin No. 202/PID/2021/PT.BJM, konsep ini menonjol sebagai instrumen penting dalam menegakkan keadilan secara menyeluruh.”
Prejudiciel Geschill: Konteks dan Definisi
Prejudiciel geschill berasal dari istilah Belanda yang berarti “sengketa yang diputuskan lebih dahulu,” yang kemudian membawa keputusan bagi perkara di belakangnya. Dalam Kamus Istilah Hukum Fockema Andrea, istilah ini diartikan sebagai situasi di mana suatu keputusan harus diambil terlebih dahulu untuk memberikan dasar bagi keputusan dalam perkara lain.
Dalam hukum Indonesia, prejudiciel geschill diatur melalui Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 1956 dan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 4 Tahun 1980. Kedua peraturan ini membagi prejudiciel geschill menjadi dua kategori utama:
Question prejudicielle à l’action – Terkait dengan tindakan pidana yang memerlukan keputusan perdata terlebih dahulu.
Question prejudicielle au judgement – Mengacu pada situasi di mana keputusan perdata diperlukan untuk menegakkan putusan dalam perkara pidana.
Prejudiciel Geschill dan Pasal 284 serta Pasal 81 KUHP
Dalam konteks hukum pidana Indonesia, prejudiciel geschill sering dikaitkan dengan ketentuan-ketentuan dalam KUHP. Sebagai contoh, Pasal 284 KUHP, yang mengatur tentang perzinaan, mensyaratkan penyelesaian perkara perceraian secara perdata terlebih dahulu sebelum perkara pidana dapat ditindaklanjuti. Sementara itu, Pasal 81 KUHP memberikan hakim pidana kewenangan untuk menunda pemeriksaan menunggu putusan perdata, meskipun hakim tidak terikat pada hasil putusan perdata tersebut.
Pada dasarnya, prejudiciel geschill memberikan dasar yang kuat bagi pengadilan untuk memisahkan perkara yang berpotensi menimbulkan konflik antara aspek perdata dan pidana. Dengan cara ini, putusan dalam perkara pidana tidak akan bertentangan dengan putusan perdata, yang sering kali menjadi akar dari tindak pidana yang didakwakan.
Putusan Pengadilan Tinggi Banjarmasin No. 202/PID/2021/PT.BJM
Dalam putusan Pengadilan Tinggi Banjarmasin No. 202/PID/2021/PT.BJM, prejudiciel geschill diaplikasikan dengan cermat untuk memastikan keputusan yang adil. Kasus ini melibatkan terdakwa yang didakwa dengan tindakan pidana yang juga berkaitan dengan sengketa perdata. Meskipun kasus pidana yang dihadapi terdakwa memerlukan penuntasan, pengadilan memutuskan untuk menunda proses pidana hingga perselisihan perdata diselesaikan terlebih dahulu.
Pendapat Pengadilan Tinggi Banjarmasin dalam Putusan No 202/PID/2021/PT.BJM
“Menimbang, oleh karena seluruh fakta yang terungkap dalam persidangan pidana ternyata juga menjadi pokok sengketa dalam perkara perdata sebagaimana putusan Nomor 7/Pdt.G/2019/PN Prn tertanggal 5 Desember 2019 jo Putusan Pengadilan Tinggi Banjarmasin Nomor 4/PDT/2020/PT BJM tertanggal 28 Pebruari 2020 yang hingga kini belum berkekuatan hukum tetap, dan pula pihak dalam perkara perdata tersebut sama dengan pihak pelapor dan Terdakwa dalam perkara ini, maka merujuk pada Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 1956 dan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 tahun 1980, Majelis Hakim tingkat banding mengkategorikan perkara ini sebagai prejudiciel geschill dalam bentuk question prejudicielle au jugement, karena fakta yang terungkap dalam persidangan ini dan pokok sengketa keperdataaan yang belum berkekuatan hukum tetap mengandung perselisihan prayudisial. Dengan demkian berdasarkan Pasal 81 KUHPidana Majelis Hakim tingkat banding akan menggunakan kewenangannya untuk menangguhkan pemeriksasan pidana ini hingga adanya putusan perdata yang berkekuatan hukum tetap, sekalipun hakim pidana tidak terikat dengan putusan perdata.“
Implikasi Hukum dari Putusan
Penerapan prejudiciel geschill dalam kasus ini mencerminkan pentingnya menjaga keadilan dan kepastian hukum. Dengan memisahkan penyelesaian perdata dari proses pidana, pengadilan memastikan bahwa keputusan yang diambil benar-benar didasarkan pada fakta dan bukti yang lengkap. Tanpa keputusan perdata yang mendasari, proses pidana dapat menjadi cacat karena tidak ada kejelasan mengenai dasar hukum tindakan yang dilakukan terdakwa.
Pengadilan juga memperkuat prinsip bahwa proses peradilan yang adil harus mempertimbangkan semua aspek hukum yang relevan, baik perdata maupun pidana. Penggunaan prejudiciel geschill memungkinkan pengadilan untuk menghindari putusan yang prematur dalam perkara pidana, serta memastikan bahwa tidak ada hak terdakwa yang diabaikan dalam proses ini.
Kesimpulan: Pentingnya Prejudiciel Geschill dalam Putusan Pengadilan Tinggi
Kasus Pengadilan Tinggi Banjarmasin No. 202/PID/2021/PT.BJM menegaskan bahwa prejudiciel geschill bukan hanya konsep hukum yang abstrak, melainkan alat yang penting untuk menjaga integritas sistem peradilan. Dengan menunda pemeriksaan pidana hingga sengketa perdata diselesaikan, pengadilan menjamin bahwa keputusan akhir mencerminkan keseluruhan fakta dan kebenaran hukum.
Prejudiciel geschill memastikan bahwa tidak ada langkah hukum yang diambil secara prematur, dan setiap tindakan hukum didasarkan pada keputusan yang solid dan komprehensif. Di Indonesia, konsep ini tetap menjadi bagian penting dari upaya penegakan hukum yang adil dan transparan.
Share this:
- Click to share on WhatsApp (Opens in new window) WhatsApp
- Click to share on Telegram (Opens in new window) Telegram
- Click to share on X (Opens in new window) X
- Click to share on LinkedIn (Opens in new window) LinkedIn
- Click to share on Facebook (Opens in new window) Facebook
- Click to share on Threads (Opens in new window) Threads
- Click to print (Opens in new window) Print
- Click to email a link to a friend (Opens in new window) Email