“SEMA No. 6 Tahun 1988 menegaskan bahwa advokat yang menerima kuasa dari terdakwa atau terpidana yang tidak hadir tanpa alasan sah harus ditolak oleh pengadilan.”
Strategi Absentia Tak Bisa Disiasati
Dalam praktik peradilan pidana, kehadiran terdakwa menjadi elemen mendasar untuk menjamin pemeriksaan yang adil dan terbuka. Namun Mahkamah Agung mencermati adanya pola yang berpotensi menyalahgunakan mekanisme absentia—yakni ketika terdakwa tidak hadir di persidangan meski telah dipanggil secara patut, lalu tiba-tiba memberikan kuasa kepada pengacara setelah surat panggilan diterbitkan.
Melalui Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 6 Tahun 1988, Ketua MA saat itu, Ali Said, S.H., memberikan peringatan keras kepada seluruh Ketua Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Negeri. Mahkamah menyatakan bahwa tindakan tersebut patut dicurigai sebagai strategi menghindari kehadiran di persidangan, yang justru bisa menghambat jalannya proses hukum.
Kuasa Setelah Panggilan Dinilai Tidak Sah
SEMA ini secara tegas menyatakan bahwa pemberian kuasa hukum kepada penasihat hukum yang dilakukan setelah tanggal surat panggilan dibuat, dalam konteks terdakwa yang tidak hadir, tidak boleh diterima. Artinya, jika terdakwa tidak hadir tanpa alasan sah, maka kuasa yang diberikan pasca-pemanggilan dianggap sebagai bentuk pengelakan tanggung jawab hukum.
Mahkamah Agung menilai bahwa praktik ini bukan saja mengganggu kelancaran proses peradilan, tetapi juga dapat merusak kepercayaan publik terhadap sistem hukum. Oleh karena itu, MA meminta agar setiap pengadilan menolak dan tidak melayani pengacara dalam posisi tersebut tanpa kecuali.
Peringatan untuk Penegakan Hukum yang Tegas
Meskipun diterbitkan pada tahun 1988, SEMA ini tetap relevan dalam konteks penegakan hukum hari ini, terutama di tengah upaya modernisasi sistem peradilan dan tuntutan transparansi. Surat Edaran ini mengingatkan bahwa kehadiran terdakwa adalah kewajiban, dan bahwa proses absentia bukan ruang abu-abu untuk diakali lewat celah formalitas kuasa hukum.
SEMA ini juga menjadi pengingat bahwa kehadiran fisik dalam sidang pidana adalah bagian dari etika dan tanggung jawab warga negara dalam menghadapi proses hukum.
Share this:
- Click to share on WhatsApp (Opens in new window) WhatsApp
- Click to share on Telegram (Opens in new window) Telegram
- Click to share on X (Opens in new window) X
- Click to share on LinkedIn (Opens in new window) LinkedIn
- Click to share on Facebook (Opens in new window) Facebook
- Click to share on Threads (Opens in new window) Threads
- Click to print (Opens in new window) Print
- Click to email a link to a friend (Opens in new window) Email