Ketika Pegawai Bank Menipu, Siapa yang Bertanggung Jawab? Putusan MA Ini Menjawabnya

“Putusan Mahkamah Agung Nomor 3245 K/Pdt/2015 menegaskan bahwa bank tetap memikul tanggung jawab atas penipuan deposito yang dilakukan oleh pegawainya. Dalam hukum perdata, kepercayaan publik bukan hanya urusan personal pegawai, tetapi juga tanggung jawab lembaga.”

Kepercayaan adalah fondasi dunia perbankan. Namun, bagaimana jika yang meruntuhkan kepercayaan itu justru orang dalam institusi sendiri? Putusan Mahkamah Agung Nomor 3245 K/Pdt/2015 menghadirkan jawaban tegas: bank tetap bertanggung jawab atas penipuan yang dilakukan oleh pegawainya, apalagi bila tindakan tersebut terjadi dengan menggunakan atribut dan nama resmi lembaga.

Modus Penipuan dalam Layanan Perbankan

Perkara ini berawal dari tawaran deposito berbunga tinggi oleh seorang pegawai bank kepada sejumlah nasabah. Dana disetorkan, bukti deposito diberikan, namun dana tersebut tidak pernah masuk ke sistem bank—melainkan dialihkan ke rekening pribadi pegawai tersebut.

Anehnya, meski tidak tercatat secara resmi, nasabah percaya karena semua dilakukan menggunakan fasilitas resmi dan identitas institusi. Penipuan yang terstruktur, meyakinkan, dan berlangsung tanpa deteksi sistem pengawasan bank.

Kelalaian Bank dalam Mengawasi Aktivitas Internal

Yang jadi pokok persoalan pada gugatan ini adalah penggugat mendalilkan jika bank telah lalai menjalankan kewajiban pengawasan internal. Transaksi mencurigakan dengan nilai miliaran rupiah terjadi berbulan-bulan tanpa alarm risiko. Padahal, lembaga keuangan diwajibkan menerapkan prinsip kehati-hatian dan pengenalan terhadap aktivitas konsumenya (Know Your Customer).

Ketiadaan sistem peringatan dini terhadap aktivitas tidak wajar ini dinilai sebagai bentuk kelalaian institusional, bukan semata-mata kesalahan individu.

Mahkamah Agung Tegaskan Tanggung Jawab Renteng

Mahkamah menolak kasasi yang diajukan oleh pihak bank dan menegaskan bahwa meski pelaku telah dihukum pidana, tanggung jawab perdata tetap melekat pada bank sebagai pemberi kerja. Dalam pertimbangannya, Mahkamah Agung menyatakan:

“Tanggung jawab pribadi Tergugat II sudah dijalaninya dengan dijatuhi pidana; akan tetapi Tergugat II bekerja pada Tergugat I, sehingga secara perdata Tergugat I harus ikut bertanggung jawab karena pekerjaan itu mengatasnamakan Tergugat I selaku institusi bank.”

Prinsip hukum yang digunakan Mahkamah adalah Pasal 1367 KUH Perdata tentang tanggung jawab majikan atas perbuatan bawahan dalam menjalankan tugasnya.

Pelajaran Penting untuk Dunia Perbankan dan Konsumen

Putusan ini tidak hanya menjadi preseden penting dalam ranah hukum perdata, tetapi juga menjadi penanda penting dalam perlindungan konsumen perbankan. Bagi bank, ini adalah pengingat bahwa tanggung jawab institusional tidak dapat dialihkan hanya karena pelanggaran dilakukan oleh individu.

Bagi masyarakat, putusan ini memberi harapan bahwa hukum tidak berpihak pada institusi semata, melainkan berpijak pada keadilan dan perlindungan yang nyata terhadap pihak yang dirugikan.

 

chayra law center

Adalah Consulting Firm di Jakarta dengan spesialisasi pada bidang hukum pidana, hukum konstitusi, hukum perdata dan perdagangan.

Untuk informasi lebih lanjut, anda dapat mengakses website kami di https://s.id/lawcenter atau melalui email di chayralawcenter@gmail.com

Share:

More Posts

Berlangganan via Email

Masukkan alamat surel Anda untuk berlangganan blog ini dan menerima pemberitahuan tulisan-tulisan baru melalui surel.

Discover more from Chayra Law Center

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading