Ketidakadilan dalam Nafkah: Kasus Perceraian dan Harta Gono Gini yang Memicu Pertarungan Hukum

“Bagaimana pembagian harta bersama bisa menjadi sumber konflik yang panjang dan melelahkan dalam kasus perceraian? Salah satu contohnya adalah sengketa perceraian yang melibatkan tuntutan nafkah selama 11 tahun dan harta gono-gini yang seluruhnya dihasilkan oleh istri.”

Pengantar

Dalam dunia pernikahan, perpecahan rumah tangga tak jarang melibatkan lebih dari sekadar perasaan yang tersakiti. Harta gono-gini, hak pengasuhan anak, serta tuntutan nafkah sering kali menjadi medan pertempuran yang memakan waktu dan energi. Sebuah kasus yang diputuskan oleh Mahkamah Agung pada tahun 2010 menunjukkan bagaimana masalah-masalah ini bisa menjalar ke pengadilan dan memakan waktu bertahun-tahun untuk menemukan solusinya.

Sengketa yang Tak Terhindarkan

Pada 8 April 1995, sepasang suami istri mengikat janji suci dalam pernikahan yang kemudian tercatat secara resmi di Klaten. Namun, seiring berjalannya waktu, kehidupan rumah tangga mereka mulai retak. Tahun 1998 menjadi titik balik ketika hubungan suami istri ini mulai dihantui oleh percekcokan yang tak kunjung selesai. Sang istri, yang terus berupaya menjaga rumah tangga, akhirnya tidak lagi sanggup menahan beban psikologis. Tahun 2008, dia meninggalkan rumah bersama anak-anaknya.

Masalah Nafkah yang Berlarut-larut

Tergugat, sang suami, terbukti tidak memberikan nafkah sejak 1997. Selama 11 tahun, istri harus berjuang sendiri, menghidupi keluarga, sambil tetap menjalankan perannya sebagai ibu dan bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Ketika perceraian menjadi satu-satunya jalan keluar, masalah yang muncul kemudian adalah pembagian harta bersama. Apakah seorang suami yang tidak berkontribusi secara finansial tetap berhak atas bagian dari harta gono-gini?

Perdebatan tentang Harta Gono-Gini

Dalam putusannya, Mahkamah Agung memberikan keputusan yang tidak biasa. Harta yang terkumpul selama pernikahan ini, seluruhnya dihasilkan oleh istri, dan oleh karena itu, sang istri mendapatkan bagian yang lebih besar dari harta tersebut—sebanyak tiga perempat dari total nilai harta bersama. Sementara, sang suami hanya berhak atas seperempatnya. Keputusan ini menandai pentingnya kontribusi nyata dalam rumah tangga, baik secara finansial maupun emosional.

Hak Asuh dan Tanggung Jawab Finansial

Salah satu isu paling sensitif dalam perceraian adalah hak asuh anak. Dalam kasus ini, hak asuh anak diberikan kepada sang ibu, dengan ketentuan bahwa sang ayah diwajibkan untuk membayar nafkah anak sebesar Rp750.000 per bulan hingga anak tersebut mencapai usia dewasa. Namun, pertanyaan tetap ada: Apakah jumlah tersebut cukup untuk menjamin masa depan anak-anak yang tumbuh dalam keluarga yang terpecah?

Pendapat Mahkamah Agung dalam Perkara No 266 K/AG/2010

“Bahwa berdasarkan bukti dan fakta-fakta di persidangan ternyata suami tidak memberikan nafkah dari hasil kerjanya dan seluruh harta bersama diperoleh isteri dari hasil kerjanya, maka demi rasa keadilan, pantaslah Penggugat memperoleh harta bersama sebesar yang ditetapkan dalam amar putusan di bawalı ini;

Menetapkan Penggugat berhak memiliki 3/4 (tiga perempat) bagian dari harta bersama sebagaimana tersebut pada amar tersebut di atas dan Tergugat berhak memiliki 1/4 (seperempat) bagian dari harta bersama sebagaimana tersebut pada amar tersebut di atas;”

Pelajaran dari Kasus Ini

Kasus perceraian ini menunjukkan bahwa perceraian bukan hanya masalah hubungan antara dua individu, tetapi juga menyangkut dampak sosial dan ekonomi yang lebih luas. Ketika salah satu pihak gagal memenuhi kewajibannya, hukum berperan penting dalam menegakkan keadilan, memastikan bahwa pihak yang lebih lemah tidak dirugikan.

Namun, di balik semua itu, perceraian juga membuka mata kita pada realitas bahwa pernikahan adalah tentang kerja sama dua orang. Ketika kerja sama itu hilang, bukan hanya perasaan yang terluka, tetapi juga kehidupan anak-anak dan stabilitas ekonomi yang dipertaruhkan.

chayra law center

Adalah Consulting Firm di Jakarta dengan spesialisasi pada bidang hukum pidana, hukum konstitusi, hukum perdata dan perdagangan.

Untuk informasi lebih lanjut, anda dapat mengakses website kami di https://s.id/lawcenter atau melalui email di chayralawcenter@gmail.com

Share:

More Posts

Berlangganan via Email

Masukkan alamat surel Anda untuk berlangganan blog ini dan menerima pemberitahuan tulisan-tulisan baru melalui surel.

Discover more from Chayra Law Center

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading