“Putusan sela Pengadilan Negeri Jakarta Pusat membatalkan dakwaan terhadap terdakwa anak karena pelanggaran prosedur hukum dan hak bantuan hukum.”
Kasus pidana yang menyeret seorang pelajar berusia 17 tahun ke meja hijau berakhir dengan putusan sela yang membatalkan dakwaan Jaksa Penuntut Umum. Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam putusannya menyatakan bahwa dakwaan yang diajukan oleh Jaksa batal demi hukum karena ditemukan sejumlah pelanggaran prosedur yang melanggar hak-hak terdakwa, khususnya terkait hak atas bantuan hukum.
Kronologi Kasus: Dari Penangkapan hingga Sidang
Terdakwa, seorang siswa SMA, ditangkap pada 29 Juli 2011 di kawasan Istora Senayan, Jakarta Pusat. Polisi menemukan satu linting ganja dengan berat 0,2162 gram yang sebelumnya dibeli secara patungan bersama teman-temannya. Saat hendak mengonsumsinya kembali, terdakwa ditangkap oleh dua anggota kepolisian. Berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan (BAP), ganja yang ditemukan telah diuji laboratorium dan dinyatakan sebagai narkotika golongan I.
Namun, sejak awal proses hukum, terdakwa tidak mendapatkan pendampingan hukum yang memadai. Penyidik mencatat bahwa terdakwa menandatangani surat pernyataan menolak didampingi penasihat hukum. Padahal, dalam hukum Indonesia, seorang anak yang berhadapan dengan hukum wajib didampingi penasihat hukum sesuai dengan Pasal 56 KUHAP dan Pasal 51 Undang-Undang Pengadilan Anak.
Eksespsi Penasihat Hukum dan Pelanggaran Prosedur
Tim penasihat hukum mengajukan eksepsi dengan menyoroti ketidaktepatan dakwaan, termasuk penyusunan kronologi yang tidak sesuai dengan fakta, kesalahan dalam penentuan pasal yang didakwakan, serta pelanggaran hak atas bantuan hukum bagi terdakwa yang masih di bawah umur. Mereka menegaskan bahwa dakwaan yang diajukan Jaksa tidak cermat dan mengabaikan prinsip due process of law, sehingga surat dakwaan batal demi hukum.
Putusan Pengadilan: Dakwaan Batal Demi Hukum
Setelah mempertimbangkan eksepsi penasihat hukum, majelis hakim menyatakan bahwa dakwaan yang diajukan oleh Jaksa batal demi hukum. Hakim menilai bahwa proses penyidikan telah melanggar prinsip due process of law karena terdakwa tidak mendapatkan pendampingan hukum yang wajib sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Hakim juga menyoroti bahwa Berita Acara Penyidikan (BAP) yang dibuat tanpa pendampingan penasihat hukum menjadi cacat hukum dan tidak dapat dijadikan dasar untuk mendakwa terdakwa.
Dengan putusan ini, majelis hakim tidak hanya menggugurkan dakwaan, tetapi juga memerintahkan agar terdakwa segera dibebaskan dari tahanan. Pengadilan menegaskan bahwa pelaksanaan proses hukum terhadap anak harus menjunjung tinggi prinsip perlindungan hak-hak anak serta kepastian hukum yang adil.
Pendapat PN Jakarta Pusat dalam Perkara No: 1606/PID.B/2011/PN.JKT.PST
“Menimbang, bahwa karena dasar pembuatan atau penyusunan surat dakwaan adalah hasil penyidikan dari penyidik, maka keabsahan hasil penyidikan dari penyidik adalah syarat utama untuk dapat dijadikan dasar bagi suatu pembuatan dakwaan
Menimbang, bahwa dengan memperhatlkan adanya “5urat Pernyataan” dan “Berita Acara Penolakan” tersebut, yang masing masing ditandatangani oleh terdakwa pada tingkat penyidikan, maka menurut Pengadilan sesungguhnya terhadap hal tersebut terdakwa tidak berwenang untuk melakukan, karena terdakwa adalah pihak yang dianggap tidak cakap sebagaimana maksud pasal 1330 KUHPerdata, sehingga oleh karena itu terhadap keberadaan “Surat Pernyataan” dan “‘Serita Acara Penolakan” tersebut adalah merupakan produk hukum yang bertentangan dengan hukum dan berakibat batal demi hukum
Menimbang, bahwa dengan hal hal yang telah dipertimbangkan di atas, pengadilan berpendapat bahwa sesungguhnya penyidik telah melaksanakan kewajibannya secara bertentangan dengan hukum, sehingga hal tersebut berakibat pada Berita Acara Penyidikan yang dibuat oleh Penyidik menjadi cacat hukum, sehingga hal tersebut mengakibatkan Berita Acara Penyidik pun menjadi batal demi hukum;
Menimbang, bahwa sebagaimana maksud dari ketentuan pasal 140 ayat (1) KUHAP, yang mensyaratkan bahwa surat dakwaan harus dibuat berdasarkan pada Berita Acara Penyidikan, namun pada kenyataannya telah ternyata bahwa Berita Acara yang dibuat oleh Penyidik adalah cacat hukum dan telah menjadi Batal demi hukum, maka sesungguhnya surat dakwaan penuntut umum telah dibuat berdasarkan pada sendirinya surat dakwaan pemuntut umum harus pula dinyatakan batal demi hukum”
Implikasi Putusan: Reformasi Sistem Peradilan bagi Anak
Kasus ini menjadi contoh nyata bagaimana pelanggaran prosedural dalam sistem peradilan pidana dapat berdampak besar terhadap keadilan bagi terdakwa. Putusan ini memberikan preseden penting dalam sistem peradilan pidana anak di Indonesia, menegaskan bahwa aparat penegak hukum wajib menjunjung tinggi prinsip keadilan dan kepastian hukum bagi semua individu, terutama anak-anak yang berhadapan dengan hukum.
Selain itu, putusan ini juga mendorong pembenahan dalam proses penyidikan dan penuntutan agar lebih profesional dan taat hukum. Ke depan, diharapkan bahwa aparat penegak hukum lebih berhati-hati dalam menyusun dakwaan, memastikan pendampingan hukum bagi terdakwa anak, dan memperhatikan prinsip rehabilitasi dalam kasus-kasus narkotika yang melibatkan anak-anak.
Putusan sela ini bukan hanya soal seorang pelajar yang dibebaskan dari dakwaan, tetapi juga cerminan dari bagaimana hukum harus ditegakkan secara adil bagi semua pihak, termasuk mereka yang paling rentan dalam sistem peradilan pidana.
Catatan: UU Pengadilan Anak sudah diganti dengan UU Sistem Peradilan Pidana Anak
Share this:
- Click to share on WhatsApp (Opens in new window) WhatsApp
- Click to share on Telegram (Opens in new window) Telegram
- Click to share on X (Opens in new window) X
- Click to share on LinkedIn (Opens in new window) LinkedIn
- Click to share on Facebook (Opens in new window) Facebook
- Click to share on Threads (Opens in new window) Threads
- Click to print (Opens in new window) Print
- Click to email a link to a friend (Opens in new window) Email