“Belajar tentang jaminan fidusia dalam perjanjian leasing dan bagaimana cara mengurangi kerugian dengan menggunakan jaminan ini. Pelajari juga perubahan makna dalam Pasal 15 UU Jaminan Fidusia setelah Putusan MK No. 18/PUU-XVII/2019.”
Dalam perjanjian leasing atau sewa guna usaha, terdapat perjanjian antara perusahaan leasing (lessor) dengan nasabah (lessee). Namun, tidak selalu semua perjanjian dapat berjalan lancar karena lessee dapat melakukan wanprestasi seperti lalai dalam memenuhi prestasi yang telah disepakati. Oleh karena itu, untuk mengurangi kerugian dan menjamin agar objek leasing dapat kembali, upaya hukum yang dapat dilakukan oleh lessor adalah dengan menggunakan jaminan (collateral).
Jaminan yang paling umum dikenal adalah jaminan perorangan dan jaminan kebendaan. Salah satu jaminan kebendaan yang dikenal dalam hukum positif adalah jaminan fidusia. Jaminan fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud, dan benda tidak bergerak, khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan, sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, yang tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu. Ini memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditor lainnya.
Menurut Pasal 15 ayat (2) dalam UU Jaminan Fidusia, sertifikat jaminan fidusia memiliki kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Oleh karena itu, sesuai dengan Pasal 15 ayat (3), jika debitur cedera janji, penerima fidusia atau kreditor memiliki hak untuk menjual benda yang menjadi objek jaminan fidusia atas kekuasaannya sendiri.
Namun, setelah Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 18/PUU-XVII/2019 dikeluarkan, terjadi perubahan makna dalam Pasal 15 jaminan fidusia. Pertama, Pasal 15 ayat (2) harus dimaknai sebagai bahwa jika tidak ada kesepakatan tentang cedera janji (wanprestasi) dan debitur keberatan menyerahkan secara sukarela objek yang menjadi jaminan fidusia, maka segala mekanisme dan prosedur hukum dalam pelaksanaan eksekusi sertifikat jaminan fidusia harus dilakukan dan berlaku sama dengan pelaksanaan eksekusi putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Ini berarti bahwa eksekusi harus dilakukan sesuai dengan eksekusi putusan pengadilan jika pemberi fidusia tidak sukarela menyerahkan objek fidusia, namun eksekusi secara langsung tidak dilarang jika pemberi fidusia sukarela menyerahkan objek jaminan fidusia untuk dieksekusi.
Kedua, Pasal 15 ayat (3) pemaknaannya adalah bahwa adanya cedera janji tidak ditentukan secara sepihak oleh kreditur melainkan atas dasar kesepakatan antara kreditur dengan debitur atau atas dasar upaya hukum yang menentukan telah terjadinya cedera janji. Oleh karena itu, sangat penting bagi kedua belah pihak untuk sepakat dan saling memahami mengenai wanprestasi (cedera janji) dalam perjanjian pokok dan perjanjian tambahan (perjanjian utang piutang dan akta pembebanan jaminan fidusia).
Menanggapi putusan MK tersebut, Kepala Subdirektorat Jaminan Fidusia, Iwan Supriadi menyatakan bahwa putusan MK tidak serta merta menghilangkan berlakunya peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan eksekusi jaminan fidusia. Putusan tersebut hanya memberikan pemaknaan jika terdapat perselisihan, maka proses eksekusi dilakukan dengan mengajukan eksekusi ke pengadilan bukan gugatan ataupun meminta putusan ke pengadilan. Tata cara eksekusi objek jaminan fidusia dilaksanakan berdasarkan pada ketentuan Pasal 196 HIR/Pasal 207 RBg yaitu lessor (penerima fidusia) dapat mengajukan permohonan pelaksanaan eksekusi kepada Ketua Pengadilan Negeri untuk menjalankan eksekusi obyek jaminan fidusia.
Selanjutnya, Ketua Pengadilan Negeri akan memberikan perintah kepada lessee (pemberi fidusia) untuk segera memenuhi kewajibannya dalam jangka waktu 8 hari. Jika dalam jangka waktu tersebut lessee tidak memenuhi kewajibannya, maka sesuai dengan ketentuan dalam pasal 197 HIR/209 RBg, Ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan akan memberikan perintah kepada juru sita untuk menyita sejumlah benda yang menjadi obyek jaminan fidusia.
Untuk menjamin pelaksanaan eksekusi jaminan Fidusia dapat dilakukan dengan aman, tertib, lancar, dan dapat dipertanggungjawabkan serta terlindungnya keselamatan dan keamanan penerima jaminan fidusia, pemberi jaminan fidusia, dan masyarakat dari perbuatan yang dapat menimbulkan kerugian harta benda dan keselamatan jiwa, maka eksekusi jaminan fidusia dapat dilakukan sesuai dengan Perkapolri No. 8 Tahun 2011 tentang Pengamanan Eksekusi Jaminan Fidusia. Permohonan pengamanan eksekusi diajukan secara tertulis oleh penerima jaminan fidusia atau kuasa hukumnya kepada Kapolda atau Kapolres tempat eksekusi dilaksanakan. Persyaratan untuk melakukan pengamanan terhadap objek jaminan fidusia adalah:
- Ada permintaan dari pemohon
- Memiliki akta jaminan fidusia
- Jaminan fidusia terdaftar pada kantor pendaftaran fidusia
- Memiliki sertifikat jaminan fidusia
- Jaminan fidusia berada di wilayah negara Indonesia.
Dalam hal penerima jaminan menunjuk pihak ketiga untuk melaksanakan eksekusi, permohonan pengamanan eksekusi harus dilakukan dengan melampirkan perjanjian kerja sama eksekusi jaminan fidusia antara penerima jaminan dengan pihak ketiga yang ditunjuk. Segala akibat yang ditimbulkan oleh perbuatan pihak ketiga dalam pelaksanaan eksekusi harus ditanggung jawab oleh penerima jaminan fidusia dan pihak ketiga sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Selain itu, bagi perusahaan pembiayaan konsumen, berlaku PMK No. 130/PMK.010/2012 tentang Pendaftaran Jaminan Fidusia Bagi Perusahaan Pembiayaan yang Melakukan Pembiayaan Konsumen Untuk Kendaraan Bermotor dengan Pembebanan Jaminan Fidusia. PMK ini menyatakan bahwa perusahaan pembiayaan yang melakukan pembiayaan konsumen untuk kendaraan bermotor dengan pembebanan jaminan fidusia wajib mendaftarkan jaminan fidusia di Kantor Pendaftaran Fidusia paling lama 30 hari kalender terhitung sejak tanggal perjanjian pembiayaan konsumen. Perusahaan pembiayaan dilarang melakukan penarikan benda jaminan fidusia jika sertifikat jaminan fidusia belum diterbitkan dan diserahkan oleh Kantor Pendaftaran Fidusia kepada Perusahaan Pembiayaan.
Share this:
- Click to share on WhatsApp (Opens in new window) WhatsApp
- Click to share on Telegram (Opens in new window) Telegram
- Click to share on X (Opens in new window) X
- Click to share on LinkedIn (Opens in new window) LinkedIn
- Click to share on Facebook (Opens in new window) Facebook
- Click to share on Threads (Opens in new window) Threads
- Click to print (Opens in new window) Print
- Click to email a link to a friend (Opens in new window) Email