Hak untuk Dilupakan (Right to Be Forgotten) di Indonesia: Konsep, Dasar Hukum, dan Implikasinya

“Konsep “Right to Be Forgotten” memberikan hak bagi individu untuk menghapus informasi pribadi yang tidak relevan demi melindungi reputasi dan privasi mereka.”

Asal Mula Konsep Right to Be Forgotten

Konsep Right to Be Forgotten (RTBF) atau hak untuk dilupakan berawal dari kasus yang mencuri perhatian dunia pada tahun 2010 di Spanyol. Kasus ini melibatkan Mario Costeja González, yang merasa dirugikan akibat pemberitaan media tentang kepailitannya pada tahun 1998. González meminta agar Google menghapus tautan ke artikel tersebut karena informasi tersebut dianggap telah merugikan reputasinya.

Pada tahun 2014, Pengadilan Eropa memutuskan bahwa Google harus menghapus tautan tersebut dari hasil pencarian meskipun artikel asli tetap tersedia di situs media yang bersangkutan. Putusan ini menegaskan bahwa individu memiliki hak untuk meminta penghapusan informasi yang dianggap tidak relevan, usang, atau merugikan dari hasil pencarian internet.

Konsep RTBF kemudian dilembagakan secara resmi melalui General Data Protection Regulation (GDPR) Uni Eropa pada tahun 2018. Regulasi ini menegaskan bahwa setiap individu berhak meminta penghapusan data pribadi yang tidak lagi relevan atau berpotensi merugikan mereka.

Penerapan Right to Be Forgotten di Indonesia

Di Indonesia, konsep Right to Be Forgotten mulai dikenal sejak amandemen Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) melalui UU No. 19 Tahun 2016. Selain itu, pengaturan mengenai hak untuk menghapus data pribadi juga tercantum dalam UU No 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi dan Peraturan Pemerintah (PP) No. 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik.

Dasar Hukum Right to Be Forgotten di Indonesia

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang ITE memuat ketentuan yang mengatur hak untuk menghapus informasi pribadi yang tidak relevan. Pasal 26 ayat (3) UU ITE mengatur bahwa setiap Penyelenggara Sistem Elektronik wajib menghapus informasi yang tidak relevan atas permintaan pemilik data berdasarkan penetapan pengadilan.

Lebih lanjut, Pasal 26 ayat (4) menegaskan bahwa Penyelenggara Sistem Elektronik juga wajib menyediakan mekanisme penghapusan data yang tidak relevan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Mekanisme ini menjadi langkah penting agar individu dapat mengajukan hak mereka untuk melindungi reputasi atau privasi dari konten yang dianggap merugikan.

Selain itu, UU No. 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi juga memberikan hak kepada individu (subjek data pribadi) untuk mengajukan permintaan penghapusan data pribadinya. Pasal 8 UU PDP menegaskan bahwa pemilik data berhak meminta penghapusan data mereka jika data tersebut tidak lagi diperlukan, masa retensinya berakhir, atau jika data diperoleh secara tidak sah.

Peraturan yang lebih teknis mengenai mekanisme penghapusan informasi elektronik yang tidak relevan juga diatur dalam PP No. 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik. Pasal 17 dan Pasal 18 PP ini menjelaskan bahwa permohonan penghapusan informasi harus diajukan melalui pengadilan negeri setempat dengan mencantumkan identitas pemohon, identitas penyelenggara sistem elektronik, data pribadi yang tidak relevan, dan alasan penghapusan.

Implikasi Right to Be Forgotten bagi Pihak Terkait

Penerapan konsep Right to Be Forgotten di Indonesia menimbulkan sejumlah implikasi penting bagi individu, Penyelenggara Sistem Elektronik, dan pihak berwenang.

Bagi individu, RTBF memberikan perlindungan hukum terhadap pencemaran nama baik, pemanfaatan data yang tidak sah, atau konten yang tidak relevan yang beredar di internet. Hak ini menjadi langkah penting bagi seseorang yang merasa dirugikan oleh informasi yang tidak lagi akurat atau berpotensi merugikan reputasi mereka.

Bagi Penyelenggara Sistem Elektronik, regulasi ini mewajibkan mereka untuk menyediakan mekanisme penghapusan data yang tidak relevan. Mereka juga harus mematuhi putusan pengadilan yang menginstruksikan penghapusan informasi elektronik yang dianggap merugikan individu.

Sementara itu, bagi aparat penegak hukum, penerapan RTBF membutuhkan mekanisme yang jelas dalam menilai kelayakan suatu permohonan penghapusan data. Proses ini memerlukan pertimbangan yang cermat untuk memastikan bahwa hak individu tidak bertentangan dengan hak publik atas informasi yang relevan.

Tantangan dalam Penerapan Right to Be Forgotten

Penerapan konsep RTBF di Indonesia tidak terlepas dari tantangan yang cukup kompleks. Salah satu tantangan terbesar adalah menentukan kriteria mengenai informasi yang tidak relevan dan batasan hak publik atas informasi. Informasi yang berkaitan dengan kepentingan umum, seperti pemberitaan yang bernilai sejarah atau kasus hukum yang berdampak luas, bisa jadi sulit untuk dihapus meskipun individu yang bersangkutan mengajukan permintaan RTBF.

Selain itu, proses permohonan ke pengadilan yang diatur dalam PP No. 71 Tahun 2019 memerlukan waktu dan biaya yang tidak sedikit. Ini berpotensi menyulitkan individu yang ingin menghapus informasi dengan segera.

Kesimpulan

Konsep Right to Be Forgotten memberikan perlindungan penting bagi individu untuk mengontrol jejak digital mereka, terutama jika informasi yang beredar dianggap tidak relevan atau merugikan. Di Indonesia, regulasi terkait RTBF telah diatur dalam berbagai peraturan seperti UU ITE, UU PDP, dan PP No. 71 Tahun 2019 yang memberikan landasan hukum bagi individu untuk mengajukan penghapusan informasi elektronik yang tidak relevan.

Namun, penerapan RTBF harus dijalankan dengan hati-hati agar tidak berbenturan dengan hak masyarakat atas informasi yang penting untuk diketahui publik. Dengan pemahaman yang baik mengenai hak untuk dilupakan dan mekanisme hukumnya, masyarakat dapat lebih bijak dalam melindungi data pribadi mereka di era digital ini.

Regulasi The Right to be Forgotten

UU No 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

Pasal 26

(3) Setiap Penyelenggara Sistem Elektronik wajib menghapus Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak relevan yang berada di bawah kendalinya atas permintaan Orang yang bersangkutan berdasarkan penetapan pengadilan.

(4) Setiap Penyelenggara Sistem Elektronik wajib menyediakan mekanisme penghapusan Informasi Elektronik dan/ atau Dokumen Elektronik yang sudah tidak relevan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(5) Ketentuan mengenai tata. cara penghapusan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) diatur dalam peraturan pemerintah

UU No 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi

Pasal 8

Subjek Data Pribadi berhak untuk mengakhiri pemrosesan, menghapus, dan/ atau memusnahkan Data Pribadi tentang dirinya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 16 ayat (1) huruf f

Pemrosesan Data Pribadi meliputi: penghapusan atau pemusnahan

Pasal 16 ayat (2) huruf g

Pemrosesan Data Pribadi sebagaimana dimaksud pada ayat (l) dilakukan sesuai dengan prinsip Pelindungan Data Pribadi meliputi: Data Pribadi dimusnahkan dan/atau dihapus setelah masa retensi berakhir atau berdasarkan permintaan Subjek Data Pribadi, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan

Pasal 43

(l) Pengendali Data Pribadi wajib menghapus Data Pribadi dalam hal:

  1. Data Pribadi tidak lagi diperlukan untuk pencapaian tujuan pemrosesan Data Pribadi;
  2. Subjek Data Pribadi telah melakukan penarikan kembali persetqiuan pemrosesan Data Pribadi;
  3. terdapat permintaan dari Subjek Data Pribadi; atau
  4. Data Pribadi diperoleh dan/ atau diproses dengan cara melawan hukum.

(2) Data Pribadi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 44

(1) Pengendali Data Pribadi wajib memusnahkan Data Pribadi dalam hal:

  1. telah habis masa retensinya dan berketerangan dimusnahkan berdasarkarr jadwal retensi arsip;
  2. terdapat permintaan dari Subjek Data Pribadi;
  3. tidak berkaitan dengan penyelesaian proses hukum suatu perkara; dan/ atau
  4. Data Pribadi diperoleh dan/ atau diproses dengan cara melawan hukum.

(2) Pemusnahan Data Pribadi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

PP Np. 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik

Pasal 17

(1) Penghapusan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak relevan yang dilakukan pengeluaran dari daftar mesin pencari (right to delisting) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) huruf b dilakukan berdasarkan penetapan pengadilan.

(2) Permohonan penetapan penghapusan Informasi Elektronik dan/ atau Dokumen Elektronik kepada pengadilan negeri setempat dilakukan oleh orang yang bersangkutan sebagai pemilik Data Pribadi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3) Permohonan penetapan penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memuat:

  1. identitas pemohon;
  2. identitas Penyelenggara Sistem Elektronik dan/ atau alamat Sistem Elektronik;
  3. Data Pribadi yang tidak relevan di bawah kendali Penyelenggara Sistem Elektronik; dan
  4. alasan permintaan penghapusan.

(4) Dalam hal pengadilan mengabulkan permohonan penetapan penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)., Penyelenggara Sistem Elektronik wajib melakukan penghapusan Informasi Elektronik dan/ atau Dokumen Elektronik yang tidak relevan.

(5) Penetapan pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) menjadi dasar permintaan penghapusan Informasi Elektronik dan/ atau Dokumen Elektronik yang tidak relevan oleh orang yang bersangkutan kepada Penyelenggara Sistem Elektronik.

Pasal 18

(1) Setiap Penyelenggara Sistem Elektronik wajib menyediakan mekanisme penghapusan Informasi Elektronik dan/ atau Dokumen Elektronik yang sudah tidak relevan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Mekanisme penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (l) paling sedikit memuat ketentuan mengenai:

  1. penyediaan saluran komunikasi antara Penyelenggara Sistem Elektronik dengan pemilik Data Pribadi;
  2. fitur penghapusan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak relevan yang memungkinkan pemilik Data Pribadi melakukan penghapusan Data Pribadinya; dan
  3. pendataan atas permintaan penghapusan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak relevan.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai mekanisme penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (21 diatur dengan Peraturan Menteri.

(4) Ketentuan mengenai mekanisme penghapusan dalam sektor tertentu dapat dibuat oleh Kementerian atau Iembaga terkait setelah berkoordinasi dengan Menteri.

chayra law center

Adalah Consulting Firm di Jakarta dengan spesialisasi pada bidang hukum pidana, hukum konstitusi, hukum perdata dan perdagangan.

Untuk informasi lebih lanjut, anda dapat mengakses website kami di https://s.id/lawcenter atau melalui email di chayralawcenter@gmail.com

Share:

More Posts

Berlangganan via Email

Masukkan alamat surel Anda untuk berlangganan blog ini dan menerima pemberitahuan tulisan-tulisan baru melalui surel.

Discover more from Chayra Law Center

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading