“Mahkamah Agung menyatakan mantan karyawan melakukan wanprestasi karena melanggar klausul perjanjian kerja terkait masa tunggu pasca resign. Putusan ini menjadi preseden penting dalam perlindungan rahasia dagang di dunia usaha.”
Dalam dunia profesional, kontrak kerja bukan sekadar formalitas. Ia adalah dokumen hidup yang bisa menjadi dasar gugatan hukum ketika dilanggar. Hal inilah yang terjadi dalam sengketa antara sebuah perusahaan dan mantan karyawannya yang menempati posisi strategis dalam bidang pemasaran.
Karyawan tersebut telah menandatangani perjanjian kerja yang memuat klausul penting: larangan bekerja di perusahaan kompetitor dalam jangka waktu 12 bulan setelah mengundurkan diri. Klausul itu dimaksudkan untuk melindungi rahasia dagang dan informasi sensitif perusahaan.
Namun, tak lama setelah mengundurkan diri, karyawan tersebut diketahui bergabung dengan perusahaan lain yang bergerak di bidang usaha serupa.
Gugatan Ditolak Dua Kali, Tapi Dibalik Mahkamah Agung
Sengketa ini berlanjut ke pengadilan. Pihak perusahaan menggugat mantan karyawannya atas dasar wanprestasi. Namun, pengadilan tingkat pertama hingga banding menolak gugatan tersebut, dengan dalih bahwa pembatasan bekerja melanggar hak asasi untuk mendapatkan pekerjaan.
Akan tetapi, Mahkamah Agung memiliki pandangan berbeda. Dalam putusan No. 3549 K/Pdt/2023, MA menyatakan bahwa klausul masa tunggu pasca kerja tidak bertentangan dengan hukum, karena memiliki dasar perlindungan terhadap rahasia dagang. MA menilai bahwa klausul tersebut bersifat spesifik, proporsional, dan berkaitan erat dengan kerahasiaan informasi perusahaan yang telah diakses oleh karyawan selama lebih dari satu dekade.
Wanprestasi dan Itikad Buruk: Dua Hal yang Tidak Bisa Dielakkan
Dalam putusannya, Mahkamah Agung menyebut bahwa mantan karyawan mengetahui secara nyata isi klausul perjanjian, termasuk kewajiban untuk tidak bergabung dengan kompetitor dalam waktu 12 bulan. Fakta bahwa ia melanggar klausul tersebut tidak lama setelah mengundurkan diri, dinilai sebagai bentuk wanprestasi dan iktikad buruk.
Mahkamah Agung menegaskan bahwa tindakan mantan karyawan itu memenuhi unsur wanprestasi sebagaimana diatur dalam Pasal 1243 KUH Perdata. Dengan demikian, majelis hakim kasasi membatalkan putusan-putusan sebelumnya dan mengabulkan gugatan pihak perusahaan.
Pendapat Mahkamah Agung dalam Putusan No 3549 K/Pdt/2023
“Perjanjian yang dibuat antara Penggugat dan Tergugat tersebut tidak bertentangan dengan Undang Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan karena perjanjian tersebut merupakan perjanjian yang berkaitan dengan Undang Undang Rahasia Dagang. Bahwa Tergugat secara nyata dan sadar mengetahui adanya Rahasia Dagang atau Informasi Sensitif atau Rahasia Penggugat sebagaimana diatur secara jelas dan tegas dalam Pasal 13 Perjanjian Kerja jo. Pasal 4 Lampiran Peraturan Perusahaan tentang Aturan Perilaku jo. Konfirmasi Pengangkatan dan selama lebih dari 10 (sepuluh) tahun menyerap segala informasi Rahasia Dagang atau Informasi Sensitif atau Rahasia Penggugat, namun secara tiba-tiba memutuskan untuk mengundurkan diri dari Penggugat pada tanggal 4 Februari 2021 dan selanjutnya langsung bergabung kepada PT Citas Otis Elevator yang memiliki bidang usaha sejenis/serupa dengan bidang usaha Penggugat, tanpa melewati kewajiban masa tunggu 12 (dua belas) bulan apabila bergabung kepada perusahaan yang memiliki bidang usaha sejenis/ serupa, secara hukum membuktikan adanya iktikad buruk Tergugat untuk mengabaikan kewajiban hukumnya berdasarkan Pasal 13 dan Pasal 16 Perjanjian Kerja jo. Pasal 4 Lampiran Peraturan Perusahaan tentang Aturan Perilaku jo. Konfirmasi Pengangkatan jo. Pasal 1 merupakan suatu perbuatan wanprestasi sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 1243 KUHPerdata;”
Implikasi Hukum: Hak Bekerja Bukan Alasan untuk Langgar Kontrak
Putusan ini memberikan sinyal penting bagi para profesional dan pelaku usaha di Indonesia. Bahwa hak untuk bekerja memang dijamin oleh undang-undang, namun hak itu tidak bersifat absolut, apalagi jika sudah ada kontrak kerja yang secara sah dan sadar ditandatangani oleh kedua belah pihak.
Dengan kata lain, klausul pembatasan yang rasional dan berbasis perlindungan rahasia dagang dapat dibenarkan secara hukum. Dan bagi perusahaan, ini menjadi pelajaran untuk menyusun perjanjian kerja dengan lebih cermat, termasuk menyisipkan pasal-pasal yang dapat diandalkan ketika terjadi perselisihan.
Kesimpulan: Menjaga Etika Profesional, Menjaga Kepercayaan Bisnis
Keputusan Mahkamah Agung ini menjadi landasan penting dalam menjaga integritas hubungan kerja, terutama pada posisi yang memiliki akses terhadap informasi sensitif. Di tengah persaingan bisnis yang semakin ketat, kepercayaan terhadap komitmen hukum harus dibangun sejak awal hubungan kerja, termasuk saat perpisahan terjadi.
Kontrak bukan hanya alat hukum, tapi juga cerminan integritas profesional.
Share this:
- Click to share on WhatsApp (Opens in new window) WhatsApp
- Click to share on Telegram (Opens in new window) Telegram
- Click to share on X (Opens in new window) X
- Click to share on LinkedIn (Opens in new window) LinkedIn
- Click to share on Facebook (Opens in new window) Facebook
- Click to share on Threads (Opens in new window) Threads
- Click to print (Opens in new window) Print
- Click to email a link to a friend (Opens in new window) Email